Mohon tunggu...
Aprina C K Zai
Aprina C K Zai Mohon Tunggu... Mahasiswa - Senang-senangnya menulis di kening

Setipis kekuatan, setebal ketakutan, Tetaplah Berpengharapan. Roma 5:5.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kilas Balik, Setahun Berlalu, Nondik Emang Bisa Jadi Guru?

24 Juni 2024   18:48 Diperbarui: 24 Juni 2024   18:57 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret pertama mengajar di kelas setelah usai kerja kelompok. Alih-alih, berkata "Ibu fotokan, ya. Nanti Ibu kirimkan di grup". (Dokpri)

Saya tidak mampu jadi guru. Saya senang mengapresiasi, tapi mengerjakan administrasi, membuat perangkat ajar dan media, itu bukan saya. Guru adalah pekerjaan sulit dan latar belakang saya bukan Sarjana Pendidikan.

Kalimat yang terlontar dengan mudahnya ketika tawaran mengajar menjadi satu-satunya pilihan setelah usai wisuda dan kembali ke kampung halaman. Tawaran tersebut tidak pernah menjadi daftar pilihan dalam konsep saya untuk mencari pekerjaan, bahkan untuk pulang ke kampung halaman dengan berat hati saya lakukan sebelum sempat berjuang mencari kerja di perantauan. Alasan penolakan saya paling kuat adalah "Saya tidak pernah bercita-cita menjadi Guru" dan pastinya pulang ke kampung bisa jadi bom bunuh diri.

Egois sekali, bukan? atau terlihat kekanakan?

Saya punya pertimbangan. Prinsip kerja yang saya idam-idamkan tidak melulu monoton dan berkutat di satu tempat sepanjang hari. Manusia itu dinamis, ribuan kosakata akan terbentuk melalui relasi dan perjalanan. Konsep yang ada dipikiran saya adalah mengulik sejarah dan budaya dengan terjun ke lapangan di lingkungan masyarakat adat bukan masyarakat sekolah. Bertolak belakang!

Konsekuensi lainnya adalah cara bertutur dan bertindak. Mode serius bukanlah saya. Bayangkan, ketika rapat resmi mucul kalimat "Asyikk kali, eaaa". Nah, saya bisa mengendalikan diri, namun kadang kala, tanpa sadar lebih banyak akan melakoni tindakan sehari-hari yang biasanya saya perbuat.

Saya butuh waktu berpikir dan memutuskan arah yang akan saya pilih di bagian mana. Beberapa bulan kemudian, saya setuju. Saya menjadi guru dengan doktrin isi kepala "ayok, keluar dari zona aman, Cari pengalaman di tempat yang selalu saja takut untuk aku mulai. Pasti bisa!"

heh, heiiiii... Tidak seenak membaca dan diperbincangkan. Prosesnya menuai kontroversi sebadan-badan.Terlebih lagi, saya nonkependidikan dan tidak pernah ikut microteaching. Bagaimana cara menguasai kelas? Komponen 5W + 1H jadi makanan siap santap di rongga pikiran.

Potret di salah satu kelas yang tidak mudah saya raih perhatiannya di awal-awal belajar mengajar. Sesulit apa? Heh????! Sulit sekali!

1. Saya suka bercanda. Namun, ketika sampai di ruangan, gurauan itu sangat garing. Misalnya: "Doorr, mengapa tidak mau belajar?" sembari mengarahkan jari telunjuk dan jempol ke arah siswa dengan gaya mafia. Maksud saya, responsnya setidaknya pura-pura kesakitan atau berteriak "Aduh" kepala tergeletak di atas meja. Yang saya dapatkan malah tatapan sayu kantuk dan krik krik.

2. Menenangkan keributan siswa di dalam kelas metodenya "Tegas salah, lembut juga salah".

3. Bahasa yang saya gunakan adalah Bahasa Indonesia baku. Ketika saya mengajar dan sedang serius, tingkat bahasa yang terlontar seolah-olah asing di telinga mereka karena sehari-hari tidak dipergunakan. Seperti "Nah, ini disebut sebagai pelesapan" atau contoh kata lainnya: dogma, lembayung, konservatif, dll. Rupanya, setelah saya tanyakan ke guru senior, mereka lebih paham kata sisipan. Meskipun saya menjelaskannya berulang kali.

Dan ragam lainnya dengan 1001 varian mengejutkan setiap hari.

Jadi guru itu sulit dan siswa itu rumit. Terasa menyenangkan ketika sama-sama belajar memahami, menghargai, dan mencari cara supaya ruangan kelas yang sepi dapat hidup kembali.

Kilas balik satu tahun mengajar adalah TIDAK BERHENTI BELAJAR. Tidak mampu? Maka, cari tahu. Hal paling hebat adalah paling utama penerimaan diri dan menikmati perjalanannya~

Nondik bisa jadi guru. Tidak harus mampu dulu, tapi punya tekad untuk membawa baharu. Pola pikir nondik memang sangat jauh berbeda dengan ranah kependidikan, akan tetapi rasa penasarannya akan sesuatu menjadikannya punya tempat tersendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun