Mohon tunggu...
Aprina C K Zai
Aprina C K Zai Mohon Tunggu... Mahasiswa - Senang-senangnya menulis di kening

Setipis kekuatan, setebal ketakutan, Tetaplah Berpengharapan. Roma 5:5.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Wonderful Indonesia: Eksplorasi Wajah Musik pada Relief Borobudur

15 Mei 2021   22:57 Diperbarui: 15 Mei 2021   23:02 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Youtube, Sound Of Borobudur.

Pagi-pagi sarapan bubur,

Sarapannya jauh ke Magelang sana,

Mari Kumandangkan Sound Of Borobudur,

Destinasi wisata pusat musik dunia,

Beberapa waktu yang lalu, dari tanggal 7-9 April 2021, sebuah perhelatan yang unik dan menarik telah disajikan untuk menyuguhkan bukti kebesaran bangsa dan kemolekan negeri ini dalam acara seminar lokakarya bertajuk Borobudur Pusat Musik Bangsa. Acara ini memberikan banyak sekali pengetahuan "ajaib" bagi saya yang notabene adalah masyarakat biasa.

Sebait pantun spontanitas di atas, saya buat untuk menggambarkan betapa luar biasanya visi, misi, dan isi dari seminar tersebut. Titik tumpunya adalah menguak kembali pesona nusantara melalui alat-alat musik yang terpahat nyata pada ukiran relief-relief Borobudur.

Awal pengenalan  saya dengan Sound Of Borobudur bermula dari flyer yang bermunculan di beranda media sosial, sehingga menarik perhatian saya untuk mengetahui lebih dalam tema yang digaungkan. Saya akhirnya mendaftar untuk bergabung.

Semula saya mengira webinar ini seperti webinar lain pada umumnya, hanya memberi suguhan analisis dan kekuatan teori. Namun faktanya sungguh tak disangka-sangka. Serasa saya diajak berkeliling mengeksplorasi candi Borobudur, bahkan ke masa yang silam. Dan saya bersyukur, dari seminar ini rupanya saya diberi kesempatan untuk mengeruk ilmu yang belum banyak diketahui orang lain.

Selain tema, hal menarik lainnya yang tak kalah penting adalah narasumber dan tokoh yang dihadirkan pada acara tersebut. Mulai dari kalangan seniman, artis, menteri, gubernur, pejabat-pejabat negara, duta besar, akademisi arkeolog, etnomusikolog,  ahli sejarah, ahli ilmu budaya, dan aktivis pergerakan, yang terlibat sebagai narasumber, moderator, fasilitator, pembahas, bahkan audiens.

Acara yang bertabur pakar dan "orang-orang hebat" ini secara umum mampu menghidangkan "perbaikan gizi" pengetahuan dengan sangat mumpuni dan "menyehatkan". Sesi-sesinya dikemas dalam pembahasan yang padat, jelas, detil, bermakna, dan menyenangkan. Sehingga rasanya audiens seperti tidak diberi kesempatan untuk melewatkan setiap sesi seminar.

Pertanyaannya, Ada apa dengan Borobudur? Ya, saya pun akhirnya baru menyedarinya, melalui seminar tersebut, saya baru menyadari bahwa ternyata Borobudur jauh lebih "luar biasa" dari yang saya bayangkan sebelumnya.

Borobudur merupakan warisan sejarah yang mencerminkan kekayaan budaya nusantaradari belasan abad yang lalu. Berbagai wawasan dapat kita temukan pada rangkaian relief bernilai seni artistik di dinding-dinding Candi, yang menjadi sumber informasi tentang ilmu pengetahuan, pelajaran kehidupan (kerohanian), dan sosial.

Sehingga dapat disimpulkan, bahwa Borobudur adalah mega perpustakaan dari ketinggian peradaban dan budaya luhur Indonesia. Hal ini terungkap dari seminar yang saya ikuti tempo hari, dan sebagian besar menjadi acuan saya dalam membuat tulisan ini.

Borobudur berdiri tegak di atas tanah Magelang sejak 13 abad yang lalu, pada masa Syailendra. Bentuknya laksana piramida dengan tinggi 35,40 meter, panjang 121,38 meter. Pesona yang disajikan Candi Borobudur terpampang estetis di berbagai macam ukiran relief yang terdiri dari 2.672 relief, berupa 1.460 panil cerita dan 1.212 relief hias.

Dari panil-panil relief tersebut, terdapat lebih dari 200 relief mengenai alat-alat musik, yang terpahat di 10 panil Karmawibhanga, 3 panil di Lalitavistara, 17 panil relief Jataka-Awadana, dan 14 panilrelief Gandawyuha. Sebuah bukti nyata, bahwa jauh sebelum bangsa Eropa mengenal musik orkestra di sekitar abad ke 15-16, leluhur kita ternyata telah memiliki orkestra-nya sendiri.

Dari bahasan  para narasumber seminar, terungkap data, konon dari berbagai heritage yang ada di dunia, Borobudur merupakan situs warisan dunia yang memiliki relief tentang alat musik terbanyak dan terlengkap. Ini sebuah fakta yang sangat mengejutkan.

Relief-relief ini menjadi sarana penyambung lidah peristiwa atau rekaman bisu yang berbicara tentang kehidupan di masa lampau, dan menceritakan penggunaan alat musik yang tidak hanya dihadirkan dalam upacara religi, namun juga menjadi instrumen hiburan bagi masyarakat, serta sumber pencaharian para seniman. Instrumen alar musik tersebut terdiri dari empat jenis, yaitu idiofon, membranofon, kordofon,  dan aerofon.

Lalu, Apa partisipasi dan apresiasi yang dapat kita berikan untuk Borobudur?

Sebuah gebrakan awal yang merindukan hidupnya kembali gema spirit Borobudur, yang berasal dari gagasan Trie Utami, Dewa Budjana, dan kawan-kawan. Gebrakan tersebut diberi nama Sound Of Borobudur Movement. Gerakan ini, semula dilandasi pemikiran untuk meminimalisasi asumsi publik bahwa budaya hanyalah sebuah tradisi kuno, dan objek jual beli di ranah pariwisata, sehingga hilanglah ilai-nilai luhur yang telah diwariskan oleh para pendahulu melalui pahatan di relief Borobudur.

Gerakan Sound Of Borobudur dimulai sejak tahun 2016, untuk mengulik lebih dalam warisan dunia tersebut melalui sejumlah riset literatur, pengumpulan data di lapangan, wawancara, dan merekonstruksi kembali sejumlah instrumen musik terpahat pada relief-telief Borobudur. Sebuah pekerjaan panjang yang telah dilakukan secara bertahap, sabar, dan konsisten.

 Bagi mereka, relief-relief tersebut bukan hanya sekadar pahatan untuk dipajang dan dinikmati indahnya, namun lebih merupakan harta karun warisan jejak seni budaya yang tak ternilai. Mereka berniat menghidupkan kembali warisan seni musik yang terpampang di relief dalam kemasan kekinian, tanpa kehilangan substansi.

Satu-persatu alat musik yang bentuknya terpahat di relief, direkonstruksi alat musik yang benar-benar bisa dibunyikan. Selain itu, mereka melakukan riset dan kajian tentang relief-relief alat musik tersebut, dan menemukan bahwa sebagian dari alat-alat musik tersebut sampai hari ni masih ada, dan masih dimainkan di 34 provinsi di Indonesia dan di lebih dari 40 negara.

Paralel dengan proses tersebut, Trie Utami, Dewa Budjana, dan tim, mulai menggarap beberapa komposisi lagu yang dibawakan oleh para musisi yang memainkan berbagai alat musik hasil rekonstruksi dari relief, dengan melibatkan Purwa Tjaraka sebagai executive producer. Kini, musik Sound Of Borobudur telah berkembang menjadi sebuah orkestra besar dengan 30-40 orang musisi.

Eksplorasi Gerakan Sound Of Borobudur dapat memberi dampak besar untuk masyarakat. Saya berpikir, bahwa Gerakan Sound Of Borobudur dapat menggiatkan masyarakat di desa sekitar kawasan Borobudur untuk memproduksi alat musik yang tergambar dalam relief, termasuk pembuatan berbagai miniatur, mainan, gantungan kunci, fashion, dan suvenir-suvenir lainnya.

Bagi wisatawan, hal ini secara tidak langsung akan memperkenalkan sekaligus menggaungkan gema musik dari Borobudur kepada dunia, terlebih Borobudur saat ini telah ditetapan menjadi Destinasi Super Prioritas oleh Pemerintah Indonesia seperti yang disampaikan oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, dalam sambuatan pembukaan Seminar dan Lokakarya Sound Of Borobudur.

Hasrat yang lahir akibat seminar ini adalah segenggam harapan saya untuk dapat merasakan dan melihat betapa megahnya pergelaran orkestra dengan puluhan alat musik yang dimainkan dan berbunyi dengan indah secara langsung, yang akan menjadi citra pemersatu bangsa Indonesia.

Berbagai alat musik yang ada di relief-relief tersebut hingga hari ini masih ada, masih dimainkan, dan tersebar di berbagai wilayah nusantara dan di lebih dari 40 negara, seperti suling, siter tabung, kedire, gong, kecapi, balafon, marimba, garantung, mridagam, ghatam, udu, bo, bhusya, darbuka, dan lain-lain.

Adanya sebaran alat-alat musik tersebut menggambarkan bahwa pada zaman dahulu, antarbangsa di dunia saling berhubungan erat dengan jalur perdagangan, yang mengikutsertakan para musisi dari berbagai bangsa berkumpul pada suatu tempat untuk memainkan musik bersama, dan tempat tersebut adalah Borobudur. Atau kemungkinan lainnya, Borobudur merupakan sumber pengetahuan mengenai berbagai alat musik, lalu disebarluaskan oleh para musisi ke negaranya masing-masing atau ke wilayah nusantara lainnya.

Berbagai program dirancang Trie Utami dan kawan-kawan untuk menghidupkan kembali alat-alat musik yang telah hilang tersebut. Akan lebih menarik lagi, ketika nantinya kita bisa melihat alat-alat musik tersebut dimainkan secara jamz session dengan kolaborasi antara musisi nusantara dan musisi mancanegara, sehingga dapat menjadi konten berseri di media sosial terkhusus Youtube.

Ide ini bisa menjadi tumpuan pondasi untuk mengajak para musisi dari berbagai negara untuk bermain musik bersama dan mengumandangkan pesan perdamaian seperti yang tertuang dari nilai kehidupan (Ke-Tuhanan, apresiasi, penghargaan, solidaritas), yang telah terdokumentasikan dengan rapi dan indah dalam relief-relief Borobudur.

Borobudur menambah gagahnya Wonderful Indonesia, terlebih tapaknya yang semakin berjaya sebagai Destinasi Wisata Pusat Musik Dunia, dan Sound Of Borobudur menjadi gerak langkah yang melantun indah, membangkitkan jiwa patriotisme dan wujud cinta tanah air.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun