Mohon tunggu...
A Satria Pratama
A Satria Pratama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Political Enthusiast

Penggemar kekuasaan, baik ketika dilihat sebagai konsep, guidance maupun predikat

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengenal Aktor-aktor Politik Berdasarkan Ranahnya

13 November 2021   14:49 Diperbarui: 1 Oktober 2022   00:28 6396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Istana Negara(HERUDIN)

Politik adalah kelompok ilmu yang mempelajari tingkah laku aktor untuk mengintervensi kekuasaan, baik untuk meraih, mempertahankan atau hingga meledakkan kekuasaan. 

Akibatnya, kategorisasi ranah jadi muncul dengan sendirinya. Ranah ‘menguasai’ tiba-tiba muncul dan terpisah dari ranah ‘yang dikuasai’. Akibatnya lagi, jadi muncul polarisasi aktor. 

Yaitu aktor-aktor yang lantas berkepentingan untuk menguasai di satu sisi dan memposisikan diri untuk dikuasai di sisi lainnya. Sehingga alih-alih berhadap-hadapan secara seimbang, mereka justru jadi terlibat dalam relasi kuasa-menguasai yang hierarkis.

Politik lantas perlu dimaknai dalam spektrum yang lebih luas. Mulai dari yang berbasis formal seperti urusan-urusan pemerintahan hingga yang berbasis abstrak seperti kontestasi ideologi. 

Perbedaan spektrum tersebut lantas menghasilkan jenis aktor yang berbeda untuk dianalisis. Tulisan ini lantas membatasi diri dengan hanya menyajikan deskripsi atas aktor-aktor politik berdasarkan ranah formalnya.

Masyarakat dan Negara

Di ranah pertama, terdapat penguasa yang personifikasinya lantas merujuk pada negara. Negaralah yang lantas, bukan hanya memiliki, melainkan juga sah menurut aturan perundangan untuk memaksimalkan penggunaan resources

Begitu berkuasanya negara, bahkan sampai diizinkan untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi pendisiplinan atas pihak yang ia kuasai. Tentu, jika syarat dan ketentuan terpenuhi.

Adapun di ranah kedua, yang dikuasai, personifikasinya lantas merujuk pada masyarakat. Masyarakatlah yang lantas harus menjalankan keseharian kehidupan di bawah nilai-nilai yang sedemikian rupa telah ditanamkan oleh negara. 

Memang, dalam beberapa variasi pengertian kekuasaan, disebutkan bahwa masyarakat adalah “penguasa yang sesungguhnya”. Anggapan tersebut tentu tidak salah. 

Namun demikian, sekali lagi, tulisan ini berusaha untuk disiplin menjaga topiknya di ranah formal terlebih dulu. Belum sampai di ranah substantif sebagaimana diasumsikan tersebut. 

Adapun di ranah formal, masyarakat adalah objek penyelenggaraan kekuasaan, bukan subjek. Sehingga secara struktural, harus diakui bahwa masyarakat adalah aktor yang masih dikuasai.

Aktor Intermediary

Tetapi benarkah bahwa jika dilihat dari ranah formalnya, aktor politik hanya merujuk pada 2 (dua) aktor tersebut?

Jawabannya, tentu tidak. Faktanya, masih ada aktor lain di luar keduanya yang juga bisa dianalisis dari ranahnya. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.

Seiring meluasnya modernitas, negara lantas semakin sibuk dengan urusan-urusan proseduralnya dalam wajah birokrasi. Karena terlalu larut dalam urusan-urusan teknis manajemen pemerintahan, harus diakui bahwa urusan-urusan substantif jadi agak terabaikan. Termasuk di dalam urusan substantif tersebut adalah perihal representasi politik.

Pada zaman negara polis di Yunani kuno misalnya, praktik representasi sebagaimana dikemukakan tersebut bahkan masih secara langsung diemban oleh negara. 

Tentu, lingkup politik -yang pada periode tersebut masih sempit- harus ikut dijadikan unit analisis sehingga tidak bisa dibandingkan begitu saja dengan kompleksitas relasi negara-masyarakat hari ini. 

Tetapi kembali, hal tersebut menunjukkan bahwa representasi di awal waktu bisa terselenggara secara cepat dan on target karena tidak ada ranah kosong antara negara, sebagai penguasa dan masyarakat, sebagai yang dikuasai.

Pada situasi tersebutlah lantas muncul partai politik (parpol) yang bekerja ke bawah dan atas sekaligus. Pergerakan ke bawah menunjukkan bahwa parpol sedang berupaya untuk membumikan kebijakan-kebijakan penguasa. 

Sementara pergerakan ke atas menunjukkan bahwa parpol sedang memperjuangkan ragam aspirasi aktor-aktor yang dikuasai.

Tetapi tidak cukup hanya sampai di situ, kemunculan parpol juga lantas memproduksi ranah baru antara penguasa dan yang dikuasai. 

Belakangan, ranah tersebut banyak disebut sebagai intermediary. Alias ranah tengah. Pada tulisan selanjutnya, intermediary ini akan coba dikupas secara lebih elaboratif.

Ringkasnya, sekaligus untuk menutup eksplanasi, dilihat dari sudut pandang formal, ranah politik lantas terbagi menjadi 3 (tiga), yaitu penguasa, intermediary/ranah tengah dan yang dikuasai. 

Masing-masing dari ranah politik tersebut lantas menghasilkan dinamika politik yang dimotori oleh negara, parpol dan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun