Antara Akal, Akhlak, dan Tuntutan Zaman
Oleh: Apriliyantino, S.Pd.*
Benarkah ketika manusia lahir dalam bkondisi seperti tabularasa, kertas kosong dan/atau perangkat komputer yang kosong? Atau sebenarnya telah ter-install secara lengkap semua perangkat lunak (software) di dalam dirinya untuk mampu melanjutkan hidup dan kehidupannya?Â
Jika demikian, hal selanjutnya yang perlu dilakukan oleh para orangtua terhadap anaknya adalah mengaktifkan software tersebut, mengopreasikannya sedemikian rupa agar bisa memenuhi fungsi dan tujuan penciptaannya. Untuk melakukan semua itu, tentu para orangtua, sekolah dan pemerintah harus mengikuti manual yang telah dibuat oleh Sang Pencipta.Â
Tanpa merujuk kepada 'manual' yang orisinil sesuai spack atau kodrat kemanusiaan yang melekat pada diri setiap anak manusia, kekacauan---error---pasti akan terjadi. Jika ia bisa bisa hidup, pasti tidak akan sempurna sehingga ia tak akan mampu menjalankan instruksi dan fungsi yang seharusnya.Â
Begitulah seharusnya kita memandang pendidikan, mengembalikan system yang ada sesuai dengan 'manual' atau petunjuk yang telah diberikan agar tujuan pendidikan benar-benar tercapai.
Negara dengan segenap perangkat hukum dan aturan yang ada, sejak bangsa ini merdeka, telah pula mengatur pola dan arah pendidikan ini ke mana. Bahkan di dalam UUD 1945, pada alinea keempat disebutkan, 'mencerdaskan kehidupan bangsa' merupakan salah satu tujuan bernegara dan berbangsa Indonesia. Merujuk pada pembukaan UUD ini, terlihat jelas adanya kesadaran untuk meletakkan 'kecerdasan' sebagai orientasi utama.Â
Kecerdasan yang seperti apa yang dimaksud di dalam UUD tersebut? Apakah kecerdasan akal (IQ) semata? Ataukah meliputi seluruh aspek kecerdasan yang ada, yaitu IQ, EQ, dan SQ? Jangan-jangan, kita selama ini hanya terjebak pada satu frasa mekanik---IQ---yang kemudian diterjemahkan sebagai Kecerdasan Intelektual, sesuatu yang identik dengan matematika dan sains.Â
Padahal ada aspek EQ dan SQ yang bisa saja luput atau tidak mendapatkan porsi yang semestinya. Ini yang hingga kini seringkali diperbincangkan, tetapi dalam prakteknya seringkali jauh panggang dari api.
Kehadiran sistem pendidikan islam yang dominan diwakili oleh pesantren---sejak dahulu---di Nusantara pasca kedatangan para da'i dari negeri-negeri jauh di Timur tengah dan sekitarnya, telah membawa pengaruh yang mengakar dan mewarnai pola pendidikan mayoritas masyarakat kita.Â
Perkembangan zaman, yang terbentang jauh dari sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, telah membawa pasang surut system pendidikan di tengah-tengah masyarakat kita.Â