Empat lembaga peduli lingkungan melakukan pemantauan pelaksanaan Free Prior Informed Consent (FPIC) atau persetujuan pembangunan tanpa paksaan kepada masyarakat, dalam pembangunan PT OKI Mill Pulp and Paper di Desa Bukit Batu, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Keempat lembaga itu adalah Wahana Bumi Hijau (WBH), Sarekat Hijau Indonesia (SHI), Yayasan Bakau, dan JPIK Sumsel. Dari pantauan keempat lembaga itu diketahui, Asia Pulp and Paper (APP) belum meminta izin atau persetujuan tertulis mayoritas warga yang potensial terkena dampak dari pembangunan perusahaan itu atau dikenal dengan FPIC Demikian disampaikan WBH, SHI, Yayasan Bakau, dan JPIK Sumsel kepada wartawan di Palembang. Pemantauan atau monitoring pelaksanaan FPIC tersebut dilakukan pada Agustus dan September lalu, di delapan desa dan satu dusun yang menjadi lokasi pelaksanaan FPIC. Yuliusman, Focal Point JPIK Sumsel, didampingi oleh Sudarto, Koordinator SHI Sumsel, menyampaikan, paska pengumuman komitmen Kebijakan Konservasi Hutan (Forest Conservation Policy/FCP) pada 5 Februari 2013, APP membangun PT.OKI Mill Pulp and Paper, yang direncanakan akan menjadi pulp mill terbesar di Asia Tenggara dan akan memproduksi pulp sebanyak 2 juta ton dan 500 ribu ton tisu per tahun di OKI. Pabrik itu akan dipasok seluruh perusahaan hutan tanaman industri (HTI) yang terafiliasi dengan APP di OKI, Musi Banyuasin (Muba), dan Banyuasin. Total luas lahan 787.995 Ha. Proses pembangunannya, sampai dengan September 2014 sudah sampai pada tahap konstruksi landasan dasar/pondasi dan penyiapan dermaga. ”Masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan tersebut masih banyak yang belum mengetahui perusahaan tersebut,” kata Faisal, Direktur Yayasan Bakau.
Padahal, sejalan dengan komitmen tersebut, APP harus melakukan FPIC atau persetujuan pembangunan tanpa paksaan kepada masyarakat, sebelum pembangunan dimulai. Aidil menyatakan, dari hasil pemantau mereka, ditemukan beberapa persoalan. ”Pertama, sesuai dengan pengertian dasar Prior dalam proses FPIC, adalah proses persetujuan dilakukan sebelum kegiatan perusahaan dimulai. Dalam studi ini diketahui bahwa mayoritas responden mengatakan bahwa pembangunan dilakukan sebelum mendapatkan persetujuan dari masyarakat yang berpotensial terkena dampak.” Kemudian, proses FPIC gagal untuk menginformasikan secara tertulis hal-hal penting. “Sebagaimana dimaksud dalam SOP FPIC Asia Pulp and Paper, kepada mayoritas masyarakat yang berpotensial terdampak.” Persoalan lainnya, tidak ada penjelasan terkait adanya hak atau kesempatan masyarakat untuk melakukan komunikasi dan bermusyawarah sesama mereka dengan waktu yang cukup sebelum membuat keputusan. “Keempat, kami menilai APP gagal memberikan penjelasan kepada masyarakat terkait kesempatan untuk dapat meminta pendampingan dari pihak yang mereka inginkan, sebagaimana yang dimaksud dalam SOP.” Menurut WBH, SHI, Yayasan Bakau, dan JPIK Sumsel, APP sudah memberikan tanggapan terhadap laporan ini. APP menjelaskan bahwa mereka memulai operasi setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari masyarakat yang mempunyai lahan dimana PT.OKI Mill dibangun.
APP menyatakan, ada hardcopy yang diberikan kepada pemerintah desa terkait informasi penting. Namun temuan kami di lapangan dokumen yang diberikan tersebut tidak memuat informasi tentang potensi dampak dan resiko, dan teknologi yang akan digunakan,. Lembaga ini menilai APP tidak konsisten dengan pengertian FPIC di dalam SOP APP yang secara jelas menyatakan, bahwa FPIC adalah terkait dengan masyarakat yang terkena dampak pembangunan atau aktivitas, bukan hanya berdasarkan land ownership.
“Terkait temuan tersebut maka, kami merekomendasikan kepada APP untuk melakukan amandemen terhadap SOP FPIC, dan melakukan pertemuan dengan masyarakat kembali untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan dalam pelaksanaan FPIC, terutama yang terkait informed consent, dan selama proses tersebut agar APP menghentikan sementara pembangunan OKI Mill,” tandasnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Nature Selengkapnya