Mohon tunggu...
Aprili Kurnia Fatmawati
Aprili Kurnia Fatmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dua Lagi Terorisme Terjadi di Indonesia

7 April 2021   22:29 Diperbarui: 7 April 2021   22:41 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika mendengar kata 'terorisme' mungkin yang terlintas di pikiran kita adalah tindak kejahatan, pengeboman, penyerangan, dan berbagai frasa negatif lainnya.  Belakangan ini kata 'terorisme' kembali menjadi trending topik. 

Dua kejadian terorisme yang baru saja terjadi menambah daftar panjang kejadian terorisme di Indonesia. Dua kejadian tersebut yaitu, pengeboman Gereja Katedral di Makassar yang terjadi pada hari Minggu, 28 Maret 2021. Dan penyerangan Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) di Jakarta Selatan yang terjadi pada hari Selasa, 31 Maret 2021. 

Keduanya terjadi dalam waktu yang berdekatan. Sebenarnya, jika berbicara tentang terorisme tidak akan ada habisnya, karena dari dulu sampai sekarang terus saja terjadi. Terorisme ini dilakukan oleh orang atau kelompok dengan berbagai tujuan dan latar belakang yang berbeda-beda.

Berdasarkan penyelidikan, pengeboman Gereja Katedral di Makassar didasari oleh motif balas dendam dan jihad karena pada Januari lalu, salah satu mentor dari kedua pelaku tertembak mati oleh Densus 88. Mereka berniat untuk melanjutkan misi sang mentor. Diketahui mereka ini tergabung dalam salah satu kelompok radikalisme yaitu Jamaah Ansharut Daulah (JAD), yaitu ormas yang resmi dilarang dan dinyatakan ilegal. Meskipun demikian, kelompok semacam ini biasanya tetap beroperasi dan menjalankan kegiatannya secara diam-diam serta sembunyi-sembunyi.

Pada kejadian kedua, yaitu baku tembak serta penyerangan Mabes Polri di Jakarta Selatan, masih dilakukan penyelidikan untuk mengetahui motif yang sebenarnya, mengapa pelaku melakukan penyerangan tersebut. Namun, dugaan sementara karena motif balas dendam dan juga jihad. Diketahui bahwa seorang pelaku yang melakukan penyerangan itu mendukung kelompok radikalisme ISIS.

Jika diamati dan dikaji secara mendalam, kedua aksi terorisme tersebut didasari oleh motif yang hampir sama, yaitu motif balas dendam yang mengatasnamakan jihad. Berdasarkan pengamatan sejauh ini, adanya kelompok radikalisme merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya terorisme, namun kelompok-kelompok semacam itu sudah ada dan berkembang sejak zaman dahulu hingga zaman modern ini. 

Bukan merupakan hal yang mudah untuk memberantasnya apalagi di zaman serba modern ini. Didukung dengan pengaruh globalisasi, perkembangan zaman, serta pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, kelompok semacam itu juga ikut berkembang pesat. 

Contoh sederhananya, ormas yang telah dilarang beroperasi dan dinyatakan ilegal di mata hukum, masih tetap beroperasi dan melakukan kegiatannya secara sembunyi-sembunyi, baik secara langsung maupun melalui perantara handphone dan media sosial. Mereka memanfaatkan media sosial secara terselubung untuk mempengaruhi orang lain, karena pada saat ini banyak orang yang beralih dan lebih suka menghabiskan waktunya di media sosial.

Biasanya kelompok radikalisme ini akan terus berusaha untuk mencari dan menambah anggota baru dengan cara mempengaruhinya, baik secara langsung maupun melalui perantara media sosial, bahkan ada yang terselubung melalui acara webinar. Mereka mempengaruhi orang-orang untuk bergabung dan mengikuti ajaran kelompok mereka dengan mengatasnamakan jihad. 

Dengan alasan jihad mereka melakukan tindakan terorisme itu. Nyatanya yang terjadi bukanlah jihad tetapi merupakan perbuatan yang jahat karena jihad yang sesungguhnya bukanlah demikian. Sebenarnya esensi dari jihad itu sendiri adalah usaha dengan sungguh-sungguh untuk membela agama Islam. Pada dua kejadian di atas bukan termasuk pembelaan terhadap agama Islam, justru agama Islam adalah agama yang cinta damai, mengajarkan toleransi, dan kerukunan. 

Selain adanya kelompok radikalisme, faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya terorisme adalah naluri atau cara berpikir manusia itu sendiri. Kebanyakan manusia selalu menginginkan sesuatu yang instan, mereka berpikir jika sesuatu bisa diraih tanpa adanya usaha dan kerja keras yang lebih, kenapa harus dilewatkan. Dan didukung dengan sifat mudah terpengaruh atau tidak kuat pendirian. 

Pada kasus penyerangan Mabes Polri, diduga pelaku menyerang polisi karena menilai bahwa polisi dan pemerintah itu thaghut, mereka menganggap ketika mereka memeranginya sampai titik darah penghabisan, maka itu adalah salah satu bentuk jihad dan jalan untuk masuk surga. Orang ingin masuk surga dengan instan, padahal yang harusnya dilakukan adalah beribadah dan berjuang di jalan kebenaran.  

Kelompok semacam itu seringkali membenturkan antara agama dengan negara, sehingga sangat berbahaya bagi persatuan dan kesatuan Republik Indonesia. Padahal kita ini sedang menjalankan dua peran sekaligus, yaitu sebagai warga negara Indonesia dan juga sebagai umat beragama. Dimana kedua peran tersebut seharusnya dijalankan secara bersama-sama, tanpa adanya ketimpangan diantara keduanya. Nilai-nilai kebaikan dari kedua peran tersebut seharusnya diimplementasikan dalam kehidupan yang rukun dan damai. 

Dengan demikian rasa nasionalisme dan sifat religius akan tumbuh dalam diri, sehingga dapat menjadi warga negara dan umat beragama yang baik dan benar. Kita juga harus memahami bahwa Negara Indonesia adalah negara multikultural dengan beragam agama, suku, kebudayaan, dan juga adat-istiadat. Keberagaman ini bisa dibilang merupakan ciri khas yang tidak akan bisa diseragamkan. Daripada bertikai untuk menyeragamkan lebih baik mensyukuri dan menjalani keberagaman yang ada, sehingga terjalin persatuan dan kesatuan.

Dua kejadian terorisme yang terjadi belakangan ini dapat dijadikan sebagai refleksi bagi kita warga Negara Indonesia sekaligus umat beragama. Dari kejadian tersebut, seharusnya kita dapat mengambil hikmah dan juga pelajaran berharga. 

Sudah sepatutnya kita menanamkan rasa nasionalisme dan keimanan yang kokoh pada diri kita agar tidak mudah terprovokasi, sehingga dapat menyebabkan terpecah belahnya negara ini. Karena pada dasarnya setiap agama mengajarkan kebaikan. Termasuk agama Islam yang mengajarkan tentang toleransi, menghargai perbedaan, tidak menyimpan dendam, hidup berdampingan dengan rukun. 

Sebagai negara yang multikultural, kita harus bersatu untuk mempertahankan keberagaman yang sudah menjadi ciri khas Negara Indonesia. Daripada sibuk bertikai untuk menyeragamkan, lebih baik menjaga dan menjalani keberagaman yang ada dengan rukun demi tercapainya persatuan dan kesatuan. Kita harus bersatu untuk memberantas terorisme dan kelompok-kelompok radikal yang ingin memecah belah Indonesia. Kita satu, kita Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun