Selasa 23 Maret 2021, ketika matahari tepat berada di atas kepala, saya kembali mengunjungi sekolah tempat menimba ilmu selama enam tahun lamanya. Iya, saya mengunjungi SD Negeri Mondoluku yang sekarang sudah berganti nama menjadi UPT SD Negeri 177 Gresik, dengan tujuan untuk menyambung tali silaturahmi dengan Bapak Ibu guru.Â
Siang itu kebetulan sekolah masih ramai, Bapak Ibu guru berada di sekolah karena pelaksanaan Ujian Tengah Semester (UTS) siswa yang dilaksanakan secara daring. Lalu saya sempat berbincang dengan Bapak Janji yang pernah menjadi wali kelas saya ketika kelas 6 SD. Beliau menceritakan tentang berbagai pengalaman dan pelajaran hidup. Pengetahuan yang menarik dan juga pengalaman beliau akan saya tuliskan dalam artikel ini.
Beliau merupakan salah satu guru yang sampai sekarang mengajar di SD Negeri 177 Gresik, dua tahun terakhir beliau menjadi wali kelas lima sekaligus mengajar semua mata pelajaran kelas lima.Â
Beliau ditempatkan di SD ini kurang lebih enam tahun yang lalu, sebelumnya ditempatkan di kota tempat tinggalnya yaitu Madiun. Disini beliau merantau tanpa adanya sanak famili, sehingga setiap dua minggu sekali pada Hari Sabtu sore pulang ke Madiun dan kembali ke Gresik pada Hari Senin pagi.Â
Sebenarnya dulu sebelum pandemi beliau pulang satu minggu sekali namun karena situasi pandemi ini mengharuskan pulang dua minggu sekali. Tentunya ini bukanlah hal yang mudah untuk dilalui mengingat jarak antara Gresik dengan Madiun tidaklah dekat, apalagi pada situasi pandemi ini yang membutuhkan banyak adaptasi. Salah satunya cara belajar mengajar yang berubah, yang dulunya tatap muka secara langsung sedangkan kini melalui perantara layar handphone.Â
"Sebelum pandemi kan tatap muka, saya rasa itu lebih gampang kita bisa langsung ketemu anak-anak, sehingga bisa langsung mengingatkan anak-anak. Tetapi sekarang musim pandemi ini, anak-anak di rumah kalau orang tuanya tidak perhatian ya anak-anak akan ketinggalan. Menurut saya itu lebih enak tatap muka daripada online. Sehingga bagi guru, untuk mengarahkan langsung ke anak itu lebih enak dengan tatap muka", Ujar beliau.
Perubahan kebiasaan dari luring menjadi daring ini juga membutuhkan perjuangan, sehingga guru dituntut untuk lebih melek terhadap teknologi, lebih canggih, dan mengikuti perkembangan zaman.Â
Selain itu akan membutuhkan perjuangan lebih untuk membuat siswa paham akan materi yang disampaikan, sehingga pernah para guru berkeliling ke rumah siswa untuk menjelaskan materi dan menanyai materi mana yang belum dipahami karena tidak semua siswa mempunyai media belajar daring seperti handphone.Â
"Untuk sukanya ya lebih ringan memang, tetapi yang namanya mendidik lebih enak tatap muka karena lebih mudah memantau dan mengarahkan karakter anak secara langsung daripada online", opini beliau tentang suka duka mengajar disaat pandemi.
Namun berdasarkan pengalaman beliau, pada saat sebelum pandemi pun perjuangan menjadi seorang guru sudah berat. Tetapi hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk mengeluh dan menyerah. Kuncinya semua hal harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh, apapun profesinya atau pekerjaannya harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh.Â
Misalnya ketika kuliah, jangan terlalu mengkhawatirkan lulus kuliah akan menjadi apa, yang terpenting adalah belajar dengan sungguh-sungguh dan konsisten terlebih dahulu, jangan pernah berhenti belajar.Â
Apabila mengalami kesulitan, bisa bertanya atau belajar dari orang yang mempunyai pengalaman di bidang tersebut. Kuncinya yang paling penting adalah sungguh-sungguh dan konsisten, kalau istilah orang Jawa 'temen'.
Lalu beliau menceritakan pengalamannya sehingga bisa menjadi guru di SD ini. Perjalanan sehingga bisa menjadi guru di Desa Mondoluku ini sangatlah panjang, bukan merupakan hal yang mudah ketika ditugaskan jauh dari keluarga, namun beliau berpikiran bahwa tugas tetaplah tugas yang harus dijalankan apapun rintangannya, yang terpenting dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab karena ini adalah tugas negara.Â
Disamping sudah berkeluarga, tetapi yang namanya tugas negara harus tetap dilaksanakan dengan sungguh-sungguh karena komitmen di awal sebagai seorang pegawai harus bersedia bertugas dimanapun ditempatkan.Â
Untuk dapat bertahan selama enam tahun, tentu terdapat sebuah motivasi. Motivasi terbesar beliau sehingga dapat bertahan sampai saat ini adalah, mempunyai niatan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa karena hal ini adalah tugas utama seorang pendidik.Â
Bagaimanapun kondisinya mencerdaskan anak bangsa adalah hal yang diutamakan. Lalu semua pekerjaan jika dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, penuh tanggung jawab, dan rasa senang maka tidak akan terasa jika sudah dikerjakan dalam waktu yang lama. Selain itu faktor lain yang membuat beliau bertahan sampai saat ini adalah lingkungan Desa Mondoluku yang baik.Â
"Masyarakat Desa Mondoluku ini ramah, sehingga tidak ada masalah dengan pihak guru. Kemudian dari kesopanan atau akhlak anak-anak di Desa Mondoluku tergolong baik. Dibandingkan dengan anak pinggiran kota, anak sini kesopanannya masih terjaga. Lalu dari wali murid juga baik. Kolaborasi atau kerja sama dengan murid dan juga dengan Bapak Ibu guru atau pihak sekolah sangatlah baik", ujar beliau.
Beliau memberikan pesan untuk saya dan menitipkan pesan ini ke generasi muda di luar sana agar tidak ada penyesalan suatu saat nanti dalam menghadapi masa depan.Â
"Untuk anak-anak yang masih kuliah atau masih belajar, memang tidak mudah tetapi kalau ada niatan yang kuat pasti dapat melalui ini semua. Sebenarnya nilai itu bukan merupakan hal yang utama, tetapi yang utama adalah rasa tanggung jawab terhadap tugas-tugas itu. Nanti setelah lulus ketika ada kesempatan kerja ataupun magang, tekuni itu jangan memikirkan tentang upahnya dulu. Tekuni pekerjaannya dan terus belajar karena semakin ke depan kehidupan tidak semakin mudah tetapi semakin sulit. Intinya jangan mudah menyerah, hadapi dengan lapang dada, sabar, tetapi tetap konsisten dengan tanggung jawabnya. Dan jangan mudah menyerah terhadap sesuatu sebelum dikerjakan", tambah beliau.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa guru merupakan pahlawan tanpa tanda jasa yang berjuang tanpa ujung demi mencerdaskan generasi bangsa. Mengajar pada masa pandemi seperti ini juga merupakan sebuah perjuangan dan setiap guru mempunyai ukuran perjuangan yang berbeda-beda. Kita pun tidak akan bisa menjadi seperti sekarang jika tanpa jasa dari guru, maka hormatilah mereka dan jagalah tali silaturahmi dengan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H