Mohon tunggu...
Aprilia Sari Yudha
Aprilia Sari Yudha Mohon Tunggu... Guru - Hasbunallah
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mahasiswi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Dia

22 Juli 2019   19:41 Diperbarui: 22 Juli 2019   19:52 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.pinterest.com/alighadeer16/


Aku masih ingat benar, hari dan tempat itu.
Diruangan itu, saat aku melihatnya pertama kali.
Saat aku melihatnya berjalan pertama kali.
Dengan sarung kusam yang dikenakannya, tapi semuanya tampak sempurna.
Aku mulai mendengar ia berbicara.
Kepalaku berusaha merekam kalimat-kalimatnya dengan jelas.
Mungkin begitulah rasanya.
Ketika akhirnya kita ditemukan.
.
Senang rasanya, tahu bahwa 'sepertinya' aku tidak berjuang sendirian.
Tapi yang aku khawatirkan adalah apakah aku pantas untuknya? Aku yang masih jauh dari kata sempurna. Aku yang masih belajar untuk istiqomah. Aku yang masih suka menunda sholat. Aku yang masih malas-malasan untuk tilawah (jika bukan karena dibantu dengan grup ODOJ). Bahkan aku yang masih suka ngeluh ketika menghafal Al-Qur'an (jika bukan untuk setoran pada saat KRS menghadap dosen wali). Bukankah jodoh adalah cerminan dari diri kita? Ah, malu sekali rasanya.
Dibandingkan dengan Ia yang lisannya tak henti dari asma-asma Allah, hafalan yang selalu terjaga, hati dan mata yang selalu mengingat Allah. 

Memang benar, kata Ia waktu itu.
Kira-kira bunyinya seperti ini, "Tidak ingin menjadi racun karena berurusan dengan hati. Dan dalam hati harusnya ada iman..."
Seketika hati ini panas. Ya Allah, aku kerdil, aku malu sekali.
Aku yang tidak tahu diri ini bisa-bisa nya, ya. 

Maaf, seharusnya aku lebih bisa lagi jaga hati.
Maaf, seharusnya kutahan saja rasa ini.
Maaf, sekali lagi aku minta maaf. 

Satu lagi kata darinya yang bisa menenangkanku,
"Kita tidak perlu mengkhawatirkan siapa yang ada didalam catatan takdir kita, ketidaktahuan inilah yang membuat kita lebih banyak berikhtiar atau berusaha mencari pasangan sebaik mungkin dalam hidup kita" 

Ya, aku sudah tenang sekarang. Setidaknya melalui tulisan ini, ia akan tahu. Aku akan menunggu dan memantaskan diri untuk bisa bersanding dengan nya. Agar ia tak menyesal karena telah memilihku.

Ini caraku memperjuangkannya, caraku adalah dengan berusaha berbicara kepada-Nya.
Menyebut namanya setiap hari, tanpa lelah.
Juga tak luput pada setiap untaian doa-doa dalam setiap sujudku. Karena aku percaya dekatinya pemilik hatinya, maka hatinya akan menjadi milikmu.

Oiya, satu lagi pesan buatnya :
'Semoga sibukmu dan sibukku adalah sibuk yang baik, yang mendekatkan rezeki yang baik, yang mampu membuat Allah percaya kita berjuang di jalan yang baik'

April 19.37
Lampung, 22 Juli 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun