Oleh : Aprilia Putri Nasution, Hansel Sutioso, Niken Estri Rahmawati, Raphael Nathanael Santosa
S1 Food Business Technology | Universitas Prasetiya Mulya
Biokatalis, yang sebagian besar terdiri dari enzim, adalah molekul biologis besar yang berperan sebagai katalis dalam mempercepat reaksi kimia dalam organisme hidup. Mereka menawarkan solusi yang lebih ramah lingkungan dan spesifik dibandingkan dengan katalis kimia. Dengan perkembangan teknologi rekombinan dan rekayasa protein, aplikasi biokatalis semakin meluas di berbagai industri. Pasar global untuk enzim dalam industri makanan dan minuman diperkirakan akan mencapai $729,52 juta pada tahun 2024, dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) sebesar 7,5%, mencerminkan meningkatnya permintaan terhadap enzim mikroba seperti katalase.
Katalase adalah enzim yang banyak ditemukan dalam sel organisme hidup. Enzim katalase diklasifikasikan dalam nomor Komisi Enzim EC 1.11.1.6, yang merupakan organisme aerobik. Nomor EC menyediakan cara sistematis untuk mengkategorikan enzim berdasarkan reaksi yang dikatalisisnya.
Enzim Katalase (EC : 1.11.1.6)
- 1 menunjukkan enzim katalase berasal dari kelas enzim oxidoreductases yang terlibat dalam reaksi oksidasi-reduksi.
- 11 menunjukkan subkelas yang bekerja pada peroksida, khususnya yang bekerja pada hidrogen peroksida (H2O2).
- 1, digit ketiga mengklasifikasikan bahwa enzim katalase bekerja sebagai substrat terhadap hidrogen peroksida.
- 6, menunjukkan enzim spesifik dalam subkelas dalam mengkatalisis penguraian hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen melalui reaksi 2H2O2 O2+2H2O
Enzim katalase banyak digunakan dalam industri pengolahan susu (dairy) untuk menghilangkan hidrogen peroksida setelah proses pasteurisasi. Hidrogen peroksida sering ditambahkan sebagai agen sterilisasi untuk membunuh bakteri dan mikroorganisme yang mungkin ada dalam susu mentah. Namun, residu hidrogen peroksida yang tersisa adalah senyawa oksidatif yang dapat berbahaya jika dikonsumsi dalam jumlah tertentu. Jika tertinggal dalam produk susu, hidrogen peroksida dapat menyebabkan iritasi pada saluran pencernaan, mual, dan bahkan risiko keracunan jika kadarnya tinggi.
Hidrogen peroksida juga diketahui bersifat reaktif sehingga dapat menyebabkan oksidasi pada lemak dan protein yang terdapat dalam susu. Oksidasi lemak bisa mengubah rasa, tekstur, dan aroma susu dengan menghasilkan rasa tengik. Sementara oksidasi protein bisa mempengaruhi konsistensi susu, berupa kekentalan dan tekstur fisik. Hal ini terjadi karena oksidasi protein dalam susu dapat menyebabkan protein untuk saling terikat dan membentuk agregat yang lebih besar. Agregasi ini bisa membuat susu lebih kental, berbutir, atau bahkan berlendir, yang tidak sesuai dengan tekstur susu yang seharusnya lembut dan homogen.
Dampak lain dari sifat reaktif pada hidrogen peroksida yaitu dapat merusak membran sel dan protein pada bakteri fermentasi seperti Lactobacillus dan Streptococcus thermophilus. Bakteri ini diperlukan untuk memecah gula dalam susu (laktosa) menjadi asam laktat, yang bertanggung jawab atas pengentalan susu dan memberikan rasa khas pada produk fermentasi. Jika hidrogen peroksida tidak dihilangkan dari susu dengan katalase, residunya dapat menghambat pertumbuhan bakteri fermentasi, memperlambat proses fermentasi, atau bahkan menghentikannya sama sekali. Akibatnya, produk seperti yogurt atau keju mungkin tidak mengalami pengasaman yang cukup, menghasilkan produk dengan tekstur dan rasa yang tidak optimal, serta tidak sesuai dengan standar kualitas. Bakteri yang tidak berkembang dengan baik juga bisa menyebabkan produk tidak mencapai kekentalan atau konsistensi yang diinginkan, menghasilkan produk dengan mutu rendah. Selain itu, kualitas dan umur simpan produk bisa berkurang karena kurangnya perkembangan mikroflora fermentasi yang dibutuhkan untuk menjaga stabilitas produk.
Dengan mengetahui dampak hidrogen peroksida dalam produk dairy, maka beberapa pihak industri akan mencegahnya dengan cara menambahkan biokatalis berupa enzim katalase pada tahap pasteurisasi. Proses pasteurisasi susu terdiri dari dua fase utama: fase panas (hot phase) dan fase dingin (cool phase). Pada fase panas, susu dipanaskan hingga suhu tinggi, biasanya sekitar 72°C selama 15 detik dalam metode High Temperature Short Time (HTST). Setelah pasteurisasi panas, suhu susu diturunkan ke tingkat yang aman untuk aktivitas enzim sebelum penambahan katalase. Enzim katalase kemudian ditambahkan untuk menguraikan residu hidrogen peroksida yang tersisa. Proses ini cepat dan tidak mempengaruhi kualitas susu karena katalase sangat efisien dalam memecah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Mekanisme pemecahan hidrogen tersebut dirinci sebagai berikut:
Langkah pertama - Pengikatan substrat: Enzim katalase memiliki pusat aktif yang mengandung ion besi (Fe). Saat molekul hidrogen peroksida pertama (H₂O₂) masuk ke pusat aktif, atom oksigen dalam molekul tersebut berikatan dengan besi (Fe³⁺), sehingga menghasilkan radikal hidroksil (OH•) dan air (H₂O). Pada tahap ini, ion besi dalam katalase dioksidasi menjadi Fe⁴⁺.
Langkah kedua - Reduksi oksigen: Molekul hidrogen peroksida kedua masuk ke pusat aktif enzim dan berinteraksi dengan besi yang teroksidasi (Fe⁴⁺). Dalam langkah ini, hidrogen peroksida terurai menjadi air (H₂O) dan oksigen molekuler (O₂). Besi di pusat aktif kemudian direduksi kembali ke bentuk awalnya (Fe³⁺), sehingga katalase siap untuk mengkatalisis reaksi berikutnya.
Dengan adanya peran biokatalis dalam pengolahan susu, maka konsumen maupun produsen tidak perlu khawatir lagi tentang bahaya hidrogen peroksida. Katalase membantu menjaga kualitas produk susu dari segi tekstur, rasa, dan nilai gizi karena memiliki gugus heme yang memungkinkan enzim untuk mengikat dan memecah hidrogen peroksida dengan cepat, tanpa merusak protein penting dalam susu, seperti kasein dan whey. Selain itu, dengan menggunakan enzim katalase, industri dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan kebutuhan untuk bahan kimia tambahan yang biasanya digunakan untuk menghilangkan hidrogen peroksida. Hal ini membuat proses pengolahan produk dairy menjadi lebih sederhana dan lebih aman.
Referensi
- Amalia, D., Rahmi, N. N., Hidayati, N., Oktaviana, R., Aurora, Z. F., Supriatno, B., & Anggraeni, S. (2022). Pengaruh Volume Substrat Terhadap Kerja Enzim Katalase Menggunakan Respirometer Ganong Sebagai Rekonstruksi Desain Kegiatan Praktikum Siswa. BEST Journal (Biology Education, Sains and Technology), 5(2), 07-12.
- https://jurnal.uisu.ac.id/index.php/best/article/view/5361
- BRENDA. (n.d.). 1.11.1.6 - Catalase. BRENDA Enzyme Database. Retrieved 21 September 2024, from https://www.brenda-enzymes.org/enzyme.php?ecno=1.11.1.6
- Choi, J. M., Han, S. S., & Kim, H. S. (2015). Industrial applications of enzyme biocatalysis: Current status and future aspects. Biotechnology Advances, 33(7), 1443–1454. https://doi.org/10.1016/j.biotechadv.2015.06.009
- Hanum, Z. (2022). Teknologi Pengolahan Susu. Syiah Kuala University Press.
- Infinitive Data Expert. (2014). Ukuran Pasar Enzim Kue, Analisis Industri Berdasarkan Jenis, Aplikasi – Global, Tren, Bagikan dan Ramalan 2024-2031. Retrieveed 21 September 2024 from https://www.infinitivedataexpert.com/id/industry-report/baking-enzymes-market#description
Kaushal, J., Mehandia, S., Singh, G., Raina, A., & Arya, S. K. (2018). Catalase enzyme: Application in bioremediation and food industry. Journal of Biocatalysis and Agricultural Biotechnology. https://doi.org/10.1016/j.bcab.2018.07.035 - Sooch, B. S., Kauldhar, B. S., & Puri, M. (2014). Recent insights into microbial catalases: Isolation, production and purification. Biotechnology Advances, 32(8), 1429–1447. https://doi.org/10.1016/j.biotechadv.2014.09.002
- Sooch, B. S., & Singh, B., & Puri, M. (2016). Catalases: Types, Structure, Applications and Future Outlook. In Biotechnology for Environmental Management and Resource Recovery. CRC Press. https://doi.org/10.1201/9781315368405-15
- Trusek-Holownia, A., & Noworyta, A. (2015). Catalase immobilized in capsules in microorganism removal from drinking water, milk and beverages. Desalination and Water Treatment, 55(10), 2721–2727. https://doi.org/10.1080/19443994.2014.940227
- Raveendran, S., Parameswaran, B., Ummalyma, S. B., Abraham, A., Mathew, A. K., Madhavan, A., Rebello, S., & Pandey, A. (2018). Aplikasi enzim mikroba dalam industri makanan. Teknologi Makanan Bioteknologi, 56(1), 16–30. https://doi.org/10.17113/ftb.56.01.18.5491
- Selamoglu, Z. (2020). Use of enzymes in dairy industry: a review of current progress. Archives of Razi Institute, 75(1), 131. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC8410156/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H