Mohon tunggu...
Aprilianti Astuti
Aprilianti Astuti Mohon Tunggu... -

Menyukai sesuatu yang belum pernah tau\r\n

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Layakkah Hatta Rajasa Tersingkir dari Bursa Ketua Umum PAN

24 Januari 2015   05:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:28 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu isu yang menarik perhatian banyak kalangan menjelang Kongres Partai Amanat Nasional (PAN) yang akan dilaksanakan di Bali 02 Maret mendatang adalah pernyataan Ketua Majelis Pertimbangan Partai (MPP), Amin Rais, yang secara terang-terangan mendukung Zulkifli Hassan sebagai calon Ketua Umum (Republika, 09/01/2015).

Hal senada juga disampaikan oleh Ahmad Hanafi Rais, Anggota DPR dari Fraksi PAN, yang menyatakan bahwa, perlunya memelihara tradisi satu periode kepemimpinan di PAN untuk menjaga regenerasi agar berjalan dengan baik (Kedaulatan Rakyat, 08/01/2015).

Padahal secara konstitusional tidak ada aturan yang melarang Ketua Umum untuk bisa memimpin selama Dua Periode. Dan secara organisatoris sebagai Partai yang mengusung ide-ide Demokrasi, semua Kader Partai memiliki hak yang sama untuk dicalonkan dan mencalonkan diri.

Di sisi lain claim dukungan pun datang dari 24 DPW yang mendeklarasikan diri untuk mengusung Hatta Rajasa sebagai Ketua Umum (Republika, 09/01/2015). Sehingga yang menjadi pertanyaan adalah layakkah Hatta Rajasa tersingkir dari bursa Ketua Umum PAN?

Apabila kita memperbandingkan perolehan suara PAN dari pemilu tahun 2005 – 2014, maka kinerja Hatta Rajasa sebagai Ketua Umum PAN terbilang berhasil untuk mengangkat kembali citra PAN sebagai partai demokratis-religius dan terbuka.

Dalam Pemilihan Umum Legislative tahun 2014 tahun lalu, PAN berhasil memperoleh 49 Kursi, padahal di Pemilu tahun 2009 PAN hanya memperoleh 46 Kursi yang dibantu perolehan suaranya oleh artis-artis sebagai calon anggota legislative-nya.

Hatta Rajasa pun mampu tampil sebagai figur yang mampu menstabilkan partai dengan aktivitas dan mobilitasnya untuk turun ke bawah sehingga terjadi kepaduan antara generasi muda dan generasi tua partai. Konflik di internal PAN relative terkendalikan, padahal partai-partai yang berbasis suara Islam lainnya banyak yang dihadapkan pada dilema kepemimpinan figur tua dan figur muda.

Begitupun apabila melihat posisinya yang dalam Kabinet Susilo Bambang Yuodhoyono jilid II sebagai Menko Perekonomian, prestasi yang ditorehkan Hatta Rajasa sangatlah luar biasa.

Yang mana selama Hatta Rajasa menjabat sebagai Menko pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa stabil di atas 5-6 persen, bahkan bersama tim ekonominya Hatta mampu tampil sebagai pelor dalam menggangas Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).

Kalau melihat perolehan suara PAN ketika di pimpin oleh Amin Rais dan sekarang di pimpin oleh Hatta Rajasa perbedaanya juga sangat jauh. Ketika pemilu tahun 1999 Jumlah Kursi DPR RI 35 Kursi, 2004 53 Kursi, 2009 46 Kursi, 2014 49 Kursi.

Di sisi lain apabila melihat lebih jauh narasi politik umat Islam, sosok Hatta Rajasa pun tidak bisa dilepaskan dari narasi besar Masyumi. Sebagai aktivis mesjid Salman ITB, saat menjadi mahasiswa,  Hatta Rajasa tidak bisa dilepaskan dari pengawasan dan mentoring yang dilakukan oleh Imaduddin Abdurrahim, salah seorang tokoh yang selalu dikaitkan gagasan dan perjuangan dakwahnya dengan cita-cita keberlanjutan Masyumi.

Maka wajar apabila dalam Pemilihan Umum Prsesiden tahun 2014 lalu, Hatta Rajasa merupakan satu-satunya tokoh Muslim perkotaan yang secara politik merupakan representasi dari narasi Masyumi.

Yangmana Hatta Rajasa secara geneologik berkorelasi dengan Masyumi dan di saat bersamaan mampu memadukan dan menampilkan nilai-nilai ke-Islaman dengan sistem demokrasi yang dianut oleh bangsa Indonesia.

Oleh karenanya, sungguh sangat disayangkan apabila sosok Hatta Rajasa  tersingkirkan begitu saja, dari Partai yang membesarkan dan dibesarkannya, selayaknyalah Hatta Rajasa untuk tidak dilupakan jasa-jasanya dan untuk selalu dipelihara sosok dan citranya.

Hatta Rajasa masih memiliki kapasitas dan dibutuhkan arahan-arahannya untuk bisa ditempatkan sebagai Ketua Dewan Majelis Pertimbangan Partai (MPP). Sehingga sesama bagian dari aktivis perjuangan politik Islam bisa saling berpadu untuk membantu, bisa saling membesarkan dengan memuji satu sama lain dan bisa saling mencengkramkan tangan untuk membela kepentingan politik umat Islam.

Suksesi dan regenari sebagai bentuk penyegaran kepemimpinan di tubuh PAN merupakan keniscayaan untuk mengangkat bergaining posisi politik umat Islam dalam Pemerintahan, tetapi menghormati jasa-jasa tokoh politik Islam juga harus dikedepankan. Janganlah sampai Partai ini mengalami nasib yang sama seperti PPP dan Golkar yang satu Kubu dengan Kubu lainnya berhadapan untuk mengklaim sebagai yang paling sah dan menggap tidak sah kubu lainnya.***

Salam kompasiana untuk kita semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun