Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dengan begitu amat berani menyebutkan adanya perang ideologi di Partai Demokrat yang katanya mengancam Indonesia, khususnya era emas 2045. Itulah yang menyebabkannya bersedia diminta mengambilalih Partai Demokrat melalui KLB (Kongres Luar Biasa) yang tidak sesuai AD/ART 2020 partai tersebut. AD/ART yang sudah diakui oleh Kemenhumkam Republik Indonesia.Â
Tuduhan perang ideologi itu sepertinya sangat serius di tengah-tengah ancaman disintegrasi bangsa, khususnya dari perpecahan akibat ideologi, yang dulu pernah mengusik kita begitu dalam.
Tapi, tuduhan serius itu juga sekaligus lucu dan seperti guyonan. Saya telusuri berita-berita tentang partai Demokrat dari era SBY sampai era AHY di media internet, sama sekali tidak melihat ada ancaman yang dimaksud oleh Moeldoko. Saya juga bertanya kepada kawan-kawan yang masih aktif di TNI-Polri tidak ada yang tahu tentang asal muasal tuduhan Moeldoko itu. Dari manakah data-data perang ideologi itu berasal, pak Moel?
Dari kubu Demokrat KLB kah? Tokoh-tokoh yang merasa disingkirkan dan kurang dilibatkan dalam kepengurusan AHY, atau yang sudah cukup lama vakum, bahkan keluar dari Demokrat. Mereka kah yang memberikan data tersebut? Sungguh, sulit dipercaya jika Jenderal Moeldoko, mantan Panglima TNI, dan sekarang menjabat posisi mentereng sebagai Kepala Staf Kepresidenan, salah satu orang kepercayaan pak Jokowi, mendapatkan informasi dari sumber-sumber sumir, yang belum tentu dapat dipertanggungjawabkan isinya.
Sejak pendiriannya, Demokrat mengusung motto Nasionalis Religius. Itu yang saya baca di website partai Demokrat. Pandangan terhadap kebangsaan, wawasan nusantara, NKRI, disebutkan sudah final. Mereka adalah pemegang teguh NKRI, Pancsila dan UUD 45 serta pilar bangsa lainnya. Sejak awal pendiriannya sampai sekarang, Demokrat tetap menjaga kebhinekaan mereka dari pucuk pimpinan sampai bawah, mungkin sampai tingkat kecamatan. Demokrat tidak pernah membeda-bedakan latar belakang, dan bahkan selalu memberikan  wadah yang sama kepada tokoh dengan latar belakang yang dianggap minoritas. Ini kalau saya lihat dari susunan pengurusnya ya.
Lihatlah kepengurusan Demokrat periode 2020-2025 saat ini! Gampang kok mencari susunan pengurusnya. Tinggal klik di google, nama-nama mereka muncul. Â Di bawah sang ketua umum yang masih muda AHY, terdapat enam wakil ketua umum. Â Posisi yang sangat strategis dari sebuah partai politik. Tiga dari enam waketum tersebut adalah Benny K. Harman, Willem Wandik, dan Yansen Tipa Padan. Apakah Anda tahu latar belakang mereka? Cek saja nama-nama itu di mbah Google.
Benny (Benendictus) K. Harman adalah tokoh asal Nusa Tenggara Timur. Dia lahir dan besar di Manggarai Flores NTT. Agamanya Katholik. Willem Wandik, putra asli Papua dan beragama Protestan. Demikian pula Yansen Tipa Padan, seorang Dayak berasal dari Kalimantan Utara yang juga beragam Protestan. Fakta-fakta ini saja sudah bisa menjawab tuduhan Moeldoko. Benny K. Harman ini salah seorang yang berani. Rasanya, melihat jejak politknya nasionalismenya tidak perlu diragukan lagi. Mudah ditelusuri. Juga Yansen Tipa Padan. Kalau tak salah, dia sekarang menjabat sebagai Wakil Gubernur Kalimantan Utara. Dia orang Dayak, tapi tulisan-tulisannya nasionalis banget.
Jadi, perang ideologi apa yang dimaksud Moeldoko?
Kenapa tuduhan itu dilontarkan beberapa saat setelah bom Makassar terjadi?
Publik akan menerka, Moeldoko sedang memainkan politik busuk mendiskreditkan Demokrat, yang ideologinya berbelok.Â
Tuduhan yang hanya dengan fakta tiga waketum itu saja sudah dapat dengan mudah dimentahkan! Tiga Waketum dengan latar belakang beragam dan jauh dari ideologi radikal.