d. Makrifat (Laku Rasa / Sembah Rasa)
Tahap terakhir ini adalah makrifat, di mana manusia mencapai tingkat kesadaran dan pemahaman tertinggi. Laku rasa mencerminkan pengalaman langsung dan kedekatan dengan Tuhan, sedangkan sembah rasa mengekspresikan cinta dan pengabdian yang tulus. Pada tahap ini, manusia tidak hanya memahami, tetapi juga merasakan dan menghayati hubungan harmonis dengan Tuhan dan ciptaan-Nya.
Nilai filosofis Kejawen, yang tergambar melalui empat tahap perjalanan spiritual ini, mencerminkan proses transformasi yang komprehensif. Melalui syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat, manusia diajak untuk mengembangkan diri secara menyeluruh---baik fisik, mental, maupun spiritual---menuju pencapaian manusia yang ideal. Konsep ini relevan tidak hanya dalam konteks spiritual, tetapi juga dalam pembentukan karakter dan moralitas anak bangsa, mengingatkan kita akan pentingnya keseimbangan antara aspek duniawi dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Gaya kepemimpinan Catur Murti Raden Mas Panji Sosrokartono yang mencerminkan nilai-nilai moral sangat penting bagi perkembangan anak bangsa, terutama dalam konteks pendidikan. Catur Murti, yang berarti empat pilar, meliputi aspek spiritual, intelektual, emosional, dan sosial.
1. Spiritual dan Konektivitas dalam KepemimpinanÂ
Raden Mas Panji Sosrokartono, spiritulitas adalah landasan moral yang membentuk karakter anak bangsa. Raden Mas Panji Sosrokartono dikenal sebagai tokoh yang memiliki pandangan mendalam terhadap kebudayaan, etika, dan spiritualitas, yang diadaptasi dari nilai-nilai keluhuran dan filosofis Kejawen. Filosofi Kejawen yang menekankan harmoni, keselarasan dengan alam, dan keseimbangan antara lahiriah dan batiniah, sangat berpengaruh dalam pemikiran dan tindakan beliau. Sosrokartono kerap memadukan wawasan lokal dengan pandangan dunia yang lebih luas, mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang pentingnya menjaga integritas moral sambil mendorong kemajuan sosial dan pendidikan di Indonesia. Sosrokartono juga percaya bahwa ngudi kasampurnan yang berarti usaha untuk menyelaraskan diri dengan nilai-nilai moral dan spiritual merupakan proses berkelanjutan untuk mencapai kesempurnaan diri. Pencarian akan kesempurnaan dalam pemikiran Jawa terkait dengan jalan menuju Tuhan yang Maha Sempurna. Sementara itu, jalan menuju kesempurnaan dapat ditempuh dengan pendalaman batin. (Prof. Â Dr. Suwardi Endraswara, n.d.)
Sosrokartono juga mengintegrasikan nilai-nilai Kejawen dalam kepemimpinan yang menekankan bahwa seorang pemimpin harus mewujudkan prinsip manunggaling kawula lan gusti yang menggambarkan kesatuan manusia (kawula) dan Tuhan (gusti). Konsep ini menciptakan hubungan harmonis dan saling melengkapi antara manusia dengan Yang Maha Kuasa, di mana seorang pemimpin tidak hanya mengandalkan kekuasaan sebagai otoritas, tetapi juga kedekatan spiritual dan rasa tanggung jawab terhadap masyarakat yang dipimpinnya.
1. Harmonisasi antara Intelektual dan Emosional
Sosrokartono menerapkan pendekatan ini dengan mendorong manusia untuk mengembangkan intelektualitas sambil tetap mengedepankan nilai-nilai emosional, seperti empati dan toleransi. Hal ini membantu membentuk individu yang bijaksana dan sensitif terhadap lingkungan sosial. Keseimbangan antara intelektual dan emosional sangat penting, terutama di lingkungan pendidikan di mana etika dan idealisme bekerja sama. Ini merupakan pilar utama dalam membentuk integritas serta profesionalisme, dengan tetap memperhatikan nilai-nilai sosial dan kemanusiaan.
2. Kearifan Lokal dan Nilai Sosial
Dalam filosofi Kejawen, terdapat pemahaman mendalam tentang pentingnya kearifan lokal dan nilai-nilai sosial. Raden Mas Panji Sosrokartono menekankan tanggung jawab sosial dalam konteks pendidikan, mendorong generasi muda untuk memahami, menghargai, dan melestarikan budaya serta tradisi yang ada. Pendekatan ini berkontribusi pada pengembangan kesadaran identitas di kalangan mereka, serta menekankan pentingnya peran aktif dalam memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Dengan demikian, kearifan lokal tidak hanya dijadikan sebagai warisan, tetapi juga sebagai pedoman dalam membentuk karakter dan moral generasi penerus.