Mohon tunggu...
Aprilia Ayu Pramiswari
Aprilia Ayu Pramiswari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hanya mahasiswa biasa yang ingin berbagi kisah #temanbaca

in this world of worries, be the warrior

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Stop Diskriminasi, Start Peduli Kasih

22 April 2022   00:02 Diperbarui: 22 April 2022   01:20 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan manusia tidak hanya dianugerahkan nafsu dan akal sehat saja. Manusia juga memiliki sebuah kesadaran yang mengitarinya, kesadaran akan dirinya sendiri dan demikian pula kesadaran akan dirinya bersama orang lain. Egosentrisme sekaligus altruisme. Berbeda memang, namun keduanya berdampingan layaknya dua sisi mata uang. 

Sungguh indah ciptaan Tuhan. Segala sesuatu yang diciptakan baik nyata maupun ghaib, semua berdampingan dan berpasang-pasang. Siang dan malam, bumi dan langit, hitam dan putih, hingga perempuan dan laki-laki. Dua hal yang berbeda namun menjadi sebuah perpaduan yang senada. Dengan itu, seharusnya kita paham dan menghormati hal tersebut. Sadar ataupun tidak, kita bergerak diatas realita yang memaksa kita mengakui bahwa perbedaan itu sebagai hiasan untuk memperindah persamaan, bukan sebagai ajang pendiskriminasian pada sebuah perbedaan.    

Bukankah pelangi indah karena perbedaan warna, lantas mengapa harus ada pendiskriminasian pada sebuah perbedaan? #21April #emansipasiwanita

  

Tanggal 21 April merupakan hari besar nasional diperingatinya sebagai Hari Kartini. Hari yang dimana merupakan hari untuk mengenang jasa Raden Adjeng Kartini sebagai pahlawan perempuan dan pejuang emansipasi wanita di Indonesia. Pelopor wanita yang sangat dikenal di Indonesia sebagai pahlawan yang gigih memperjuangkan emansipasi wanita. Wanita yang lahir pada zaman penjajahan Belanda dan tepatnya di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879, Ia dikenal sebagai wanita yang mempelopori kesetaraan antara wanita dan pria di Indonesia.

Kartini merupakan generasi pertama yang mengenyam pendidikan dari Belanda di sekolah Kartini sering kali melihat bentuk diskriminasi terjadi di pilar kehidupannya, salah satunya ialah dalam membeda-bedakan warna kulit.

Ketika lulus sekolah dasar Kartini ingin melanjutkan pendidikannya, namun ayahnya melarang guna mematuhi adat istiadat yang dimana harus bersedia menerima lamaran dari laki-laki tanpa memiliki hak untuk menolak, sementara berbeda dengan saudara laki-lakinya Kartini yaitu Raden. Soesro Kartono, Ia boleh melanjutkan pendidikannya. Semasa hidupnya, R.A. Kartini merasa banyak diskriminasi yang terjadi antara pria dan wanita pada masa itu di mana beberapa perempuan sama sekali tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan

Selama mengenyam pendidikan Raden Soesro kartono sering mengirim buku bacaan pada Kartini. Dari buku tersebut, kemudian Kartini mengajarkan pada adik-adiknya mengenai sebuah kesetaraan dan karena inilah Kartini merupakan gadis pertama yang menentang adat istiadat Jawa dan sang ayah membebaskan ayah dan adiknya.

Sejak bebas dari masa pingitan, Kartini melakukan sejumlah perubahan, termasuk pergaulannya dengan adik-adik perempuannya, Roekmini dan Kardinah. Dan dari sini Kartini memulai perjuangannya untuk membebaskan perempuan dari keterbelakangan pendidikan. 

Dia memulai perjuangannya dengan mendirikan sekolah untuk perempuan bangsawan, yang punya maksud bahwa para perempuan pribumi akan dapat memperbaiki kedudukan kaum perempuannya.

Namun tanpa disangka, banyak sekali cibiran masyarakat Jawa atas tindakan Kartini, hingga akhirnya membuat ayah Kartini jatuh sakit. Akhirnya Kartini pun menuruti permintaan sang ayah untuk menikah dengan Bupati Rembang K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat.

Nyatanya suami Kartini tidak seburuk yang Ia pikirkan. Ia mendukung cita-cita Kartini yang ingin memajukan perempuan di Indonesia, termasuk mengelola sekolah untuk kaum putri di kompleks kantor bupati.

Selama pernikahannya, Kartini memiliki satu anak yang diberi nama Soesalit Djojoadhiningrat. Kartini wafat 4 hari setelah melahirkan, yakni pada 17 September 1904 dalam usia 25 tahun.

Cita-cita dan semangat perjuangannya tertuang dalam surat-surat yang dikirimkan kepada sahabatnya, termasuk kepada Abendanon. Kartini juga kerap menuliskan pemikirannya di majalah De Hollandsche Leile. Dari sana, dia terkenal dan mendapatkan sahabat pena, yakni Stella Zeehandelaar. Kartini mengungkapkan keadaan dirinya dan kaum wanita di Jawa atau Indonesia pada umumnya. Kepada Stella, Kartini menulis:

“… kami para gadis, sejauh pendidikan berjalan, terbelenggu oleh tradisi dan konvensi kuno kami, hanya mendapat sedikit keuntungan dari keuntungan ini. Merupakan kejahatan besar terhadap adat istiadat tanah kami sehingga kami harus diajar sama sekali, dan terutama bahwa kami harus meninggalkan rumah setiap hari untuk pergi ke sekolah. Karena kebiasaan negara kita melarang gadis dengan cara yang paling keras untuk pergi ke luar rumah..."

Kartini memang konsisten memperjuangkan kesetaraan antara kaum perempuan dan laki-laki di lingkungannya. Aturan adat dan konstruksi sosial dalam masyarakat Jawa membuat perempuan berada di bawah laki-laki.

Dengan caranya, Kartini ingin menyadarkan bahwa kaum perempuan di Jawa atau Indonesia seharusnya lebih dihargai dan mendapatkan kesetaraan seperti halnya kaum pria.

"...aku mau!, Dua patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali mendukung dan membawa aku melintasi gunung keberatan dan kesusahan. Kata " Aku tiada dapat! " Melenyapkan rasa berani. Kata " Aku mau! " Membuat kita mudah mendaki puncak gunung. " - R.A. KARTINI

Untuk perempuan Indonesia percayalah perempuan bukanlah sekadar pemain cadangan yang duduk di kursi empuk pinggir lapangan, tidak hanya berperan sebagai seorang ibu atau istri saja, melainkan seorang perempuan bisa lebih dari itu. Bisa lebih dari mereka selagi ada kata MAU!. Berjuang melawan eksploitasi dan penindasan sebagai perempuan, sekaligus sebagai manusia, untuk mendapatkan hak-hak yang seharusnya. Karena perubahan itu tidak akan terjadi tanpa perjuangan menuju hal yang lebih baik. #stopdiskriminasi #perempuanindonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun