Mohon tunggu...
Aprilia Trianingsih
Aprilia Trianingsih Mohon Tunggu... Lainnya - Bookstagram

Florist yang suka buku, kadang membaca, dan sedang belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Belajar Mencuci Piring, Belajar Melewati Duka

31 Januari 2025   23:00 Diperbarui: 31 Januari 2025   23:02 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lewat buku ini, penulis mengajak pembaca untuk memahami duka sebagai hal yang wajar, sehingga tak perlu menjalaninya secara kelam. Duka yang merujuk pada kesedihan, juga merupakan ekspresi dari perasaan, sama halnya dengan kesenangan. Beberapa bagian dalam buku ini mengungkit bagaimana budaya dan masyarakat terlalu mendramatisasi duka, membuat mereka yang berduka justru tidak nyaman. Padahal setiap orang bebas mengekspresikan duka dengan cara masing-masing kalau itu yang membuat mereka nyaman dan membantu pemulihan luka.

Bisa dibilang buku ini ditulis layaknya esai dengan bahasa yang sangat mengalir. Saking nyamannya, membaca buku ini seperti mendengarkan cerita dari penulis secara langsung. Secara garis besar pengalaman penulis yang diceritakan dalam buku ini sangat menyedihkan, ada beberapa bagian yang bisa membuat pembaca menitikkan air mata. Untungnya penulis juga sering menyisipkan humor, yang kadang merupakan humor gelap, sehingga pembaca masih bisa tertawa dan menikmati bab demi bab dalam buku ini.

Lewat 16 bab, penulis menguraikan tahapan duka dari penerimaan hingga kapan harus berhenti. Dan sesuai judulnya, di sini ada tutorial mencuci piring. Namun, kenapa mencuci piring dihubungkan dengan berduka?

Penulis mengajarkan kita tentang mindfullness atau kewawasan, ini merupakan kondisi kita sadar apa yang terjadi. Artinya harus menyadari sepenuhnya pikiran dan perasaan yang sedang kita rasakan, kemudian menerima perasaan itu tanpa menolaknya, tanpa menghakiminya. Mencuci piring bisa menjadi latihan menjalankan mindfullness. 

Penulis menganalogikan duka sebagai cucian piring kotor yang menumpuk. Sebagian besar dari kita pasti tidak suka mencuci piring. Namun mencuci tetap harus kita lakukan karena butuh piring bersih untuk makan di waktu berikutnya. Sama halnya dengan duka. Kita tak ingin ia datang, namun seiring berjalannya waktu, itu pasti akan terjadi dan kita mau tak mau harus bisa bertahan melaluinya.

Pada buku ini, penulis membagikan tutorial mencuci piring dalam enam tahapan yang meliputi: membuang sisa makanan ke tempat sampah, membilas piring dengan air mengalir, merendam piring kalau perlu ditambah sabun agar noda membandelnya mudah hilang, mulai mencuci dari piring yang paling sedikit nodanya dengan spons, mengeringkan piring setelah selesai dicuci, serta yang terakhir yaitu rutin membersihkan spons dan area pencucian. Lewat enam tahapan mencuci piring ini, penulis membahasnya satu per satu dan mengaitkannya dengan tahapan melewati duka.

Selain tahapan melewati duka, penulis juga bercerita tentang perjuangan merawat anaknya yang berkebutuhan khusus. Tidak bisa dimungkiri bahwa kita hidup di tengah masyarakat yang masih memandang berbeda terhadap orang berkebutuhan khusus dan disabilitas. Tentu ini menjadi tantangan berlapis bagi orang tua. Secara pribadi harus menerima keadaan anak, menghadapi stigma masyarakat, dan berusaha menumbuhkan rasa percaya diri pada anak selama masa pertumbuhannya.

Penulis berhasil mengombinasikan pengalaman pribadi, pengalaman sebagai dokter, dan pengetahuan ilmiah tenang kejiwaan menjadi tulisan yang mudah dipahami berbagai kalangan. Baik dari usia remaja hingga dewasa. Pada intinya, buku ini mengajak pembacanya untuk belajar memaknai kehidupan dan kehilangan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun