Bisnis berbasis online bukan tidak mungkin akan "seret" tahun depan. Asumsi ini muncul, mengingat bisnis online merupakan salah satu komoditas perekonomian yang tak bisa bergerak sendiri, atau dengan kata lain membutuhkan dukungan dari sektor usaha lainnya. E-commerce misalnya, sagatlah bergantung pada industri kreatif dan perusahaan logistik untuk menyokong eksistensinya.
Tren Budak E-Commerce
Bisnis e-commerce di Indonesia sendiri telah bermetamorfosis menjadi salah satu komoditas usaha paling menjajikan beberapa tahun terakhir. Seperti dilansir dari jurnalmaritim.com, Ken Research menyebutkan bahwa Compound Annual Growth Rate (CAGR) di pasar logistik Indonesia diperkirakan mencapai 7,9% atau senilai US $ 14,47 miliar hingga 2021.
Hal ini bukan memberikan konsekuensi terhadap kebutuhan akan ruang logistik tambahan sebesar 2 kali dari luas sebelumnya. Bisnis e-commerce sendiri sudah menyumbang 3% dari total pasokan 8,1 juta meter persegi gudang logistik. Lebih tinggi dibanding sektor ritel yang kontribusi terhadap total penjualannya mandeg di 1%.
Bukan sebuah anomali, mengingat tren masyaraat Indonesia, yang perlahan tapi pasti, beralih dari jual beli secara tatap muka menjadi transkasi via aplikasi. Sehingga tak salah rasanya, jika masyarakat seperti telah diperbudak oleh industri jual-beli dunia maya ini. Di sisi lain, seakan sadar akan fakta-fakta yang ada, hampir semua pelaku bisnis konvensional hingga usaha kecil menengah (UKM) satu demi satu meng-upgrade layanannya hingga bisa diakses secara online.
Dampak Era Industri 4.0?
Ya. Tidak bisa dipungkiri bahwa fenomena-fenomena tersebut tak terlepas dari perkembangan industri 4.0 yang gelombangnya sudah dapat dirasakan hingga pelosok negeri. Bisnis e-commerce yang semakin hari tampak semakin subur ini bisa collaps seketika, jika sektor pendukungnya berhenti beroperasi. Selain para mitra usaha atau merchant, apalagi jika bukan perusahaan jasa logistik.
Aplikasi industri 4.0 pada sektor jasa logistik ada pada pemanfaatan analisa cerdas dipadu dengan algoritma jumlah besar guna meningkatkan efisiensi, optimasi teknologi sebagai dasar dalam pengambilan keputusan, dan pembagian beban kerja secara cerdas.
Gelombang industri 4.0 tidak berhenti pada percepatan selancar dunia maya maupun aplikasi kecerdasan buatan atau artificial intelligent (AI), namun lebih jauh lagi, terkait dengan Internet of Thing atau IoT. Teknologi IoT ini memungkinkan sebuah perangkat seakan dapat "berbicara" dengan perangkat lain. Hal ini apabila diterapkan dalam sektor bisnis online, maka setiap tahap distribusi mulai pencatatan, pelacakan, hingga pergerakan barang dapat terintegrasi satu sama lain.
Bisnis Online Bisa Ambyar Tahun Depan!
Bisnis online seperti e-commerce, meski memiliki tren pertumbuhan yang semakin meyakinkan, layaknya komoditas ekonomi lainnya, tak luput dari kebuntuan, bahkan ditinggalkan sama sekali. Bagaimana bisa? Pertanyaan simpel namun mengundang segudang penjelasan yang tak sederhana.
Meningkatnya minat masyarakat akan layanan e-commerce, mau tak mau menyeret industri jasa logistik untuk dapat terus mempertahankan konsistensinya dalam menjaga kualitas pelayanan. Dalam rangka mobilisasi barang dari kota ke pedesaan maupun sebaliknya, pengangkutan logistik menjadi model bisnis baru bagi penyelenggaraan platform yang mempertemukan kebutuhan produsen akan distribusi bahan baku dengan suplier, maupun demand dari konsumen terhadap barang-barang yang disediakan oleh mitra-mitra e-commerce.
Aspek ini bagai pisau bermata dua. Bisa mendukung, namun di sisi lain, tak kalah berbahaya jika sampai tidak diurus dengan baik. Bisnis online ambyar tahun depan tampaknya bukanlah sebuah hal yang mustahil. Â
Kecuali, Jasa Logistik Terus Berjalan?