Ditulis oleh Aprilia Kusumajayati, Karmila Widyaningrum, dan Septiana S. Dewi
Jika menilik ke belakang, kehidupan sekarang sudah terlihat lebih maju dari kehidupan sebelumnya. Kemajuan ini tak luput juga terjadi di bidang edukasi. Banyak terjadi perubahan dan kemajuan di bidang edukasi, dan hal ini menyebabkan terus bertambahnya tuntutan yang harus dipenuhi demi berkembangnya edukasi di Indonesia.Â
Jaman dahulu, siswa selalu dituntut untuk mendapat nilai bagus, namun beberapa tahun kebelakang tuntutan itu terus bertambah, dan salah satu tuntutan itu yakni siswa diharapkan untuk menjadi pelajar yang aktif. Yang dimaksud pelajar aktif adalah siswa terlibat secara langsung di dalam proses pembelajaran.
Namun hal yang masih sering dijumpai sekarang ini adalah siswa masih pasif, mereka lebih suka diam dan menerima semua hal yang guru terangkan. Mereka terlihat seperti sungkan untuk bertanya karena rasa malu maupun karena mereka tidak tahu apa sebenarnya yang mereka kurang mengerti dari materi.Â
Contoh situasi lainnya adalah siswa pasif karena mereka tidak tahu apa kekurangan mereka dan mereka tidak tahu apa yang harus dikembangkan, untuk mengetahui hal ini, siswa sangat bergantung pada tanggapan dari guru, bukan dari kesadaran siswa sendiri.
Salah satu solusi yang dapat diambil untuk menjadikan siswa menjadi aktif adalah dengan melakukan self-assessment atau penilaian diri sendiri di dalam proses pembelajaran. Menurut Henner-Stanchina dan Holec (1985), self-assessment adalah salah satu unsur pokok dari pembelajaran bahasa secara mandiri karena self-assessment memberi kesempatan kepada siswa untuk menilai perkembangan mereka dan juga membantu siswa untuk fokus ke proses belajar mereka. Â
Telah banyak penelitian yang mengungkap manfaat dari self-assessment, contohnya adalah Broadfoot (1979) dan Finley (1993) yang menemukan bahwa praktik self-assessment di kelas dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa di kelas. Manfaat lain ditemukan oleh Brindley dan Scoffield (1998) yang menemukan bahwa self-assessment dapat mendorong siswa untuk menjadi penilai yang aktif.
Ada beberapa tahap yang dapat dilakukan untuk melaksanakan self-assessment di dalam kelas. Menurut Rolheiser dan Ross (2011), self-assessment terdiri dari empat tahap. Pertama, guru melibatkan peserta didik melakukan brainstorming atau mengumpulkan gagasan secara spontan untuk menentukan kriteria penilaian dari suatu tugas atau pekerjaan.Â
Kriteria ini dapat dikembangkan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa. Kedua, guru menunjukan contoh kasus yang dapat dinilai menggunakan kriteria yang telah ditetapkan. Hal ini bertujuan supaya siswa dapat mengetahui cara menerapkan kriteria penilaian kedalam pekerjaan mereka, dan selanjutnya mereka akan melakukan penilaian terhadap pekerjaannya sendiri sesuai dengan kriteria penilaian.Â
Ketiga, setelah siswa mencoba melakukan self-assessment, guru akan memberikan pendapat terhadap hasil penilaian mereka terhadap kriteria yang ada sebagai pembanding. Keempat, setelah siswa mengetahui letak kelebihan dan kekurangannya, guru membantu peserta didik untuk mengambil tindakan yang dapat dilakukan untuk mengembangan potensi siswa.
Dengan melakukan self-assessment, dapat dipastikan bahwa siswa dapat aktif terlibat dalam proses belajar dan proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan siswa dapat mengetahui apa kekurangan dan kelebihan mereka dalam proses pembelajaran dan mereka dapat menentukan langkah apa yang mereka akan ambil dalam belajar demi meningkatkan prestasi belajar siswa.Â