"Kok anak lain sekolah, adik enggak?" Tanya anak saya yang nomor dua, beberapa waktu lalu.
"Soalnya takut. Masih ada corona," celetuk kakaknya.
"Memangnya anak lain enggak takut corona?" Anak kedua saya mengejar dengan pertanyaan lain.
"Mungkin, mereka belum paham kalau corona itu ada," jelas saya.
Hiks.
Sejujurnya, hal yang paling saya sesali ketika musim wabah datang seperti sekarang ini adalah anak-anak yang kehilangan kesempatan untuk bermain dan bersosialisasi dengan orang lain, khususnya teman-temannya.
Namun, saya tetap keukeuh memilih menjadi orang tua yang lebay demi melindungi buah hatinya. Walau sekolah anak-anak sudah mulai duluan tatap muka, saya tetap tahan anak-anak untuk tidak keluar rumah. Untuk saat ini, bagi saya, pendidikan merupakan prioritas nomor kedua, sedangkan urutan pertama adalah kesehatan.
"Anakmu enggak stress dikurung di rumah terus?" Sering ada yang bertanya demikian, karena mungkin melihat kelebayan saya melindungi anak, sementara anak-anak lain dibiarkan orang tuanya bermain bersama.
"Tentu saya enggak akan membiarkan anak saya stress," jawab saya.
"Bertahan di rumah aja" enggak sesempit itu maknanya. Bukan berarti diam aja, cuma mantengin gadget atau lebih parah lagi, rebahan melulu.
Bagi saya, mengajarkan anak tentang pandemi ini penting, karena kita enggak tahu, apakah di masa mendatang wabah ini akan datang lagi atau bagaimana. Yaaa, walaupun ya enggak berharap begitu juga, sih. Namun, ya buat jaga-jaga aja. Seenggak-enggaknya bila mereka dewasa, mereka akan paham apa yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan saat ada pandemi.
"Bertahan di rumah aja" bagi saya maknanya tetap menjalankan protokol kesehatan yang dianjurkan, yakni:
- Jaga jarak
Kalau tidak terlalu penting ya enggak perlu keluar rumah. Soal sekolah, selama masih ada pilihan daring, ya pilih itu saja. Walaupun, memang sebagai orang tua mesti kerja lebih keras lagi, ya mengajari anak, ya mengatur waktu, ya memberikan fasilitas hiburan untuk anak, dll.
- Pakai masker
Jika terpaksa bepergian karena urusan mendesak, jangan lupa pakai masker. Bukan berarti kumpul-kumpulnya tetep, asal pakai masker juga, sih. Masker ini pun ada maknanya, dipakai saat benar-benar penting aja. Tetap ingat prinsip jaga jaraknya.
- Sering cuci tangan
Oh ya, pasti. Kalau bepergian, yang namanya sabun, hand sanitizer, dan juga spray disinfektan selalu ada dalam tas. Supaya tangan tetap terjaga kebersihannya dari kuman. Terlebih lagi tangan anak-anak.
Lalu, bagaimana supaya aktivitas semacam itu enggak membosankan, khususnya untuk anak-anak?
Seperti yang saya singgung di atas, ya, kita, orang tua wajib memikirkan kegiatan ekstra. Bukan berarti "mengurung anak" tuh bener-bener enggak membiarkan anak keluar rumah, sih.
Yes, tiga tadi mutlak dilakukan karena di musim wabah ini kita mesti adaptif. Tak hanya orang dewasa, anak-anak juga kita ajari cepat menyesuaikan diri.
Gaya hidup saat wabah pun harus diubah, tak bisa "sebebas" dulu.
BTW, ngobrolin tentang gaya hidup, beberapa waktu lalu, ketika ada event online #Danone Reunite (event reunian alumni Danone Blogger dan Vlogger Academy yang digagas oleh Danone Indonesia dan Kompasiana), saya diingatkan lagi sih tentang perubahan gaya hidup keluarga (aktivitas anak-anak).
Salah satu pemateri dalam event tersebut, dr. Soffiudin, Occupational Health Leader Danone Indonesia, mengingatkan tentang pentingnya revolusi hidup sehat dengan 3 cara, yakni antara lain:
- Jaga Aktivitas Fisik
- Jaga Nutrisi
- Jaga Kesehatan Mental.
Tentu saja, "3 Jaga" itu enggak cuma untuk orang dewasa lho ya, namun juga sebaiknya diterapkan untuk anak-anak kita.
Berikut adalah beberapa contoh dari "3 Jaga" tersebut yang bisa kita terapkan di lingkungan keluarga (anak-anak):
- Jaga Aktivitas Fisik
Anak-anak yang sedang dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tentu butuh yang namanya bergerak kan? Kalau kerjaannya seharian cuma rebahan atau menonton gadget, bisa-bisa fisik mereka melemah dan tumbuh kembangnya enggak optimal.
Maka, yang bisa kita lakukan adalah membuat mereka bergerak. Kalau rumahnya punya halaman luas, beruntung sekali, kita bisa melakukan banyak aktivitas fisik, seperti olahraga bola, basket, dll. Namun, kalau rumahnya tidak terlalu gede, tak masalah kok mengajak anak keluar sebentar untuk beraktivitas di halaman atau di jalanan depan rumah pada saat lingkungan perumahan sedang sepi. Â Aktivitasnya bisa naik sepeda, jalan kaki keliling komplek, berolahraga seperti main bulutangkis, senam bersama orang tuanya, dll.
Sesekali ajak anak pergi ke minimarket, supermarket, atau taman terbuka juga tak masalah. Pilih jam paling pagi ketika minimarket/ supermarket baru buka. Begitu pula dengan bermain ke taman. Pilih pagi hari banget, ketika pengunjungnya masih sepi. Intinya, adalah saat ini kita mengupayakan untuk menghindarkan si anak berinteraksi dengan banyak orang terlebih dahulu. Tetapi, anak masih bisa beraktivitas di luar ruangan (rumah).
- Jaga Nutrisi
Karena kemungkinan anak-anak belum bisa menerima vaksin untuk pencegahan virus Corona, maka yang bisa orang tua lakukan adalah memberikan makanan yang sesuai dengan Pedoman Gizi Seimbang. Selain untuk menjaga imunitas anak, makanan bergizi juga sangat menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak.
- Jaga Kesehatan Mental
Tak hanya orang dewasa, anak-anak kemungkinan besar rawan mengalami gangguan mental saat pandemi ini. Mereka jarang punya kesempatan bermain dengan teman, terpaksa enggak pergi ke sekolah, dll.
Menjaga kesehatan mental anak saat pandemi bisa kita lakukan dengan cara:
- Tidak memaksa anak terlalu memikiran pelajaran sekolah. Dibawa santai saja, walau enggak menggampangkan juga.
- Sesekali ajak anak keluar rumah dengan memperhatkan protokol kesehatan.
- Beri kesempatan anak untuk berinteraksi dengan temannya dengan cara memanfaatkan teknologi yang ada, misalnya video call.
- Berikan anak-anak aktivitas menarik, seperti berkebun, memelihara binatang, memberi kesempatan anak membantu pekerjaan rumah. Hal ini adalah kegiatan yang sebenarnya menantang untuk anak-anak, sekaligus mengajari mereka tentang life skills.
Satu lagi, prinsip yang paling penting adalah selalu hadir untuk anak-anak. Berusaha mengajak mereka berbicara dari hati ke hati, tentang apa yang mereka rasakan, alami, dan inginkan pada situasi seperti sekarang, sambil berusaha memberikan pemahaman tentang pandemi.
Ini memang bukan cara yang gampang, sih.
Orang tua sendiri pun harus bisa mengontrol emosinya pada saat anak banyak bertanya. Berikan saja jawabannya, sekaligus sedikit demi sedikit mengedukasi anak-anak betapa wabah ini adalah sesuatu yang jangan dianggap sepele.
Anak-anak itu pintar, kok. Mereka akan gampang mengerti kalau dijelaskan secara baik-baik. Tinggal orang tuanya saja, mau memilih langkah yang tak mudah ini untuk mengedukasi dan menjaga anak-anak atau enggak?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H