Tesis yang diajukan oleh Habermas tersebut menunjukan legitimasi hukum yang bersumber dari hukum positif tidaklah cukup bagi hukum itu sendiri, namun juga harus dilengkapi dengan suatu legitimasi yang bersumber dari suatu moralitas otonom.
Berangkat dari argumen tersebut, maka dapat saya simpulkan bahwa kebutuhan hukum akan legitimasi moralitas otonom yang mampu dihasilkan oleh demokrasi harus dilakukan dengan memanfaatkan peran yang dimiliki hukum yakni sebagai instrumen otoritatif maupun imperatif, dalam hal ini, konsep hukum yang dikonstruksikan harus mampu mengakui dan menjamin pelaksanaan wujud-wujud demokrasi dalam kehidupan bernegara, termasuk salah satunya yakni kebebasan berserikat dan berkumpul.
Berbagai kebijakan hukum yang ada diharuskan untuk tidak hanya mampu "mengutopiakan" kehidupan demokrasi yang berkualitas, namun juga mencegah terjadinya berbagai upaya pencideraan terhadap demokrasi dan konstitusi. Pada tahap ini negara diharapkan mampu lebih jeli dalam melihat berbagai potensi terjadinya degradasi praktik demokrasi baik yang bersifat praktis maupun substantif, termasuk dengan upaya-upaya yang dibenarkan oleh konstitusi.
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mulawarman
Referensi bacaan:
-Effendi, M., & Evandri, T. S. (2014). HAM Dalam Dinamika/Dimensi Hukum, Politik, Ekonomi, Dan Sosial. Bogor: Ghalia Indonesia.
-https://doi.org/10.22146/jf.23231Â (ETIKA DISKURSUS BAGI MASYARAKAT MULTIKULTURAL: Sebuah Analisis dalam Perspektif Pemikiran Jrgen Habermas)
-Sajipto Rahardjo, Biarkan Hukum Mengalir, Kompas, Jakarta, 2007
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H