Mohon tunggu...
Aprillia Ramadhina
Aprillia Ramadhina Mohon Tunggu... -

penulis, blogger, manajer band, co-founder Meon Design yang senang melukis di waktu senggang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cerpen] Mengenang Penantian

25 Februari 2017   22:10 Diperbarui: 25 Februari 2017   22:49 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Temanku hanya diam, kemudian bersuara, “Aku tidak tahu apakah semua laki-laki akan seperti itu. Tapi jika kau tanyakan kepadaku, aku mungkin akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan priamu itu. Mencari perempuan yang mampu mencintaiku, bukan mencari perempuan yang jelas-jelas telah meninggalkanku”.

Aku menangis, lagi dan lagi. “Tak tahukah kau bahwa kepergianku justru karena aku begitu mencintai dia.” Dia hanya membalas, “Aku tidak mengerti. Mengapa karena dasar cinta kau justru pergi darinya. Sebegitu rumitnya kah kau untuk ia mengerti”?

“Aku pergi karena cintaku padanya terlalu besar hingga diriku sendiri tidak mampu lagi menampungnya, pun juga setiap derita yang lahir karena aku tidak pernah begitu penting di mata dia. Aku ini tidak ada dalam dunianya. Bagaimana keintiman bisa terlahir dari sebuah kejauhan? Jauh yang tidak lagi soal jarak, tapi jauh yang menempatkan ia sesungguhnya entah ada dimana meskipun wajahnya terlalu nyata di hadapanku?

Ia yang selalu ingkar kala hanya berbuat janji untuk menghabiskan waktu bersama. Bagaimana mungkin ia mencintaiku tapi ia bisa betah berlama-lama tidak menghubungiku? Kau tidak akan mengerti bagaimana rasanya tidak dianggap ada. Kau tidak mengerti rasanya betapa seringnya aku diabaikan, dilupakan, meskipun aku selalu menunggunya. Menunggunya dengan setia”. Aku berkata begitu dengan masih terisak.

Temanku diam, tapi tidak terlalu lama. “Kau yang memutuskan untuk pergi sejak lama. Tidak perlu kau ungkit segala sakitmu itu sekarang. Tidak dapat mengubah keadaan, bukan? Lagipula kau telah punya cukup banyak pertimbangan untuk meninggalkan dia. Supaya kau tidak perlu sakit lagi karena perasaan diabaikan terus menerus, kan? Berhentilah menangis. Kalau dia saja bisa belajar untuk mencintai orang lain, mengapa tak kau lakukan juga”?

“Apakah dia memang selama bersamaku tidak pernah benar-benar mencintaiku? Hingga begitu mudah baginya untuk mencari penggantiku”. Air mataku sudah cukup reda saat mengatakan hal tersebut.

“Aku tidak tahu, aku bukan dia. Tapi, perihal mudah atau tidak seseorang mencari pengganti, jawabannya akan sangat relatif”. Ketika hujan kian deras di luar dan senja pun mulai terbit dalam dalam kesamarannya karena berbaur dengan mendung, aku dan temanku jadi harus lebih berlama-lama di kafé ini. Lambat laun air mataku  sudah benar-benar berhenti.

Malam-malam kemarin, aku sudah lupa denganmu, tidak pernah mengadu lagi pada malam perihal dirimu. Tapi mengapa gulita kali ini terlihat begitu sendu? Begitu pilu? Tiba-tiba langit yang sedih itu menampilkan tayangan-tayangan dari setiap penggalan kisah yang telah lewat.

Ah, padahal masa yang kita lalui bersama, tidak terlalu lama kalau tidak mau dikatakan sebentar. Rupanya, ingatan kuat tentangmu bukan perihal berapa lama kita bersama, tapi bagaimana aku memaknai setiap apa yang sejenak dan singkat bersamamu. Penghayatanku saat mengalaminya itulah yang membuatku sulit lupa padamu. Tidak bergantung dari berapa lama waktu yang telah kita lalui dalam perjalanan hubungan kita.

Memang sering kali yang sebentar itu bukan selalu tidak berarti. Justru yang sebentar itu terkadang bisa membuat kita jadi bisa memaknai apa-apa yang hadir dalam kesementaraan. Bukankah senja hanya sejenak munculnya? Tapi selalu senja yang dirindukan dan terpasung dalam berbagai sajak-sajak puitis.

Malam ini, biarkan aku masih menantimu dalam bisu. Biarkan aku menginap pada penantianku. Malam ini saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun