Mohon tunggu...
April Da Widhi
April Da Widhi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang mahasiswa Ilmu Politik yang berkepribadian melankolis dan suka menulis puisi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Budaya Sebagai Penguat Kedaulatan NKRI

4 Maret 2024   21:06 Diperbarui: 4 Maret 2024   21:19 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Konvensi Montevideo 1933 tentang Hak dan Tugas Negara menganggap "wilayah" sebagai unsur yang harus ada untuk diakuinya suatu negara. Selain itu, kedaulatan merupakan prasyarat hukum untuk eksistensi suatu negara (Farhani, 2022). 

Kedaulatan wilayah adalah kedaulatan yang dimiliki negara dalam melaksanakan yurisdiksi eksklusif di wilayahnya, dan dalam wilayah inilah negara memiliki wewenang untuk melaksanakan hukum nasionalnya (Kelsen, 1956). Artinya, kedaulatan negara memiliki ruang berlaku atau dengan kata lain, kekuasaan tertinggi suatu negara dibatasi oleh batas-batas wilayah negara tersebut (Kusumaatmadja, 2010).

Di Indonesia, regulasi mengenai wilayah negara diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 25A yang berbunyi "Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah dan batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang." 

Selanjutnya, dasar hukum tersebut diperinci dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat (1) yang menjeslakan bahwa wilayah negara Indonesia meliputi wilayah darat, perairan, dasar laut, dan tanah di bawahnya serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan di dalamnya. Sementara itu, batas-batas wilayahnya dijelaskan dalam Ayat (2), yakni:

  • Di darat berbatasan dengan Malaysia, Papua Nugini, dan Timor Leste;
  • Di laut berbatasan dengan Malaysia, Papua Nugini, Singapura, dan Timor Leste;
  • Di udara mengikuti batas kedaulatan negara di darat dan di laut, dan batasnya dengan angkasa luar ditetapkan berdasarkan perkembangan hukum internasional.

Menjaga kedaulatan tidak cukup hanya dengan menetapkan peraturan mengenasi batas-batas wilayah. Kebudayaan pun berperan penting dalam menjaga kedaulatan suatu negara. Kebudayaan dapat digunakan untuk menangkal pengaruh buruk arus globalisasi melalui penguatan rasa nasionalisme. Indonesia memiliki beragam kebudayaan yang harus diinventarisasi, diamankan, dipelihara, dan diselamatkan. 

Oleh karena itu, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Pada Pasal 5, disebutkan 10 Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK), mencakup tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, permainan rakyat, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, dan ritus. Kondisi bangsa Indonesia yang begitu multikultur justru memperkuat kedaulatan. 

Kedamaian dalam keberagaman mencerminkan penerimaan, penghormatan, bahkan kematangan negara dalam mengelola pluralitas. Malahan, keberagaman itulah yang menjadi identitas bangsa Indonesia.

Dari segi bahasa, misalnya. Dalam satu pulau, terdapat berbagai macam bahasa yang digunakan. Contohnya di Pulau Jawa, ada bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Madura, bahasa Mendalungan, dan bahasa Betawi. Setiap bahasa pun memiliki stratifikasinya masing-masing. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia sangat kaya akan bahasa sebagai kebudayaan. 

Walau begitu, masyarakat Indonesia terbiasa hidup berdampingan dalam perbedaan. Peran negara hadir dalam bentuk menetapkan bahasa nasional (bahasa Indonesia) sebagai bahasa persatuan untuk mengakomodasi kemudahan dalam berkomunikasi di antara masyarakat.

Meskipun Indonesia memiliki banyak keuntungan dari beragamnya kebudayaan yang eksis, bukan berarti Indonesia terbebas dari tantangan maupun hambatan dalam mengelola dan melestarikan kebudayaan, terutama yang mengancam kedaulatan. Pluralitas yang ada di Indonesia turut berkontribusi pada munculnya diskriminasi di tengah masyarakat. Hingga saat ini, masyarakat Indonesia belum benar-benar mampu menerapkan konsep toleransi. 

Contohnya dapat terlihat dari aksi bakar gereja di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah oleh orang tak dikenal pada 5 Mei 2023, kasus rasisme mahasiswa Papua di Surabaya pada bulan Agustus 2020, dan ketidaktersediaan rumah ibadah agama selain Islam di mayoritas tempat umum. 

Selain kurangnya toleransi, masyarakat Indonesia pun masih kurang aware terhadap warisan budaya tradisional, sehingga beberapa kali mengalami pencatutan budaya, seperti Batik, Reog Ponorogo, Angklung, Wayang Kulit, dan beberapa warisan budaya lainnya yang diklaim oleh Malaysia.

Munculnya kasus-kasus tersebut menandakan bahwa peran pemerintah dalam melakukan pelestarian dan perlindungan budaya tidak cukup apabila tidak didukung kontibusi langsung dari masyarakat. Meskipun Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan sudah dirilis sejak tahun 2017 lalu, jika masyarakat masih bersikap apatis dan mudah terhanyut arus globalisasi, maka Kedaulatan wilayah NKRI dalam konteks budaya akan tetap terancam. Alih-alih terlena dengan produk budaya asing, masyarakat Indonesia dapat memanfaatkan produk-produk tersebut untuk mempromosikan budaya asli daerah. 

Misalnya, mengunggah konten terkait kekayaan budaya Indonesia pada platform digital, maupun melakukan inovasi di ranah fashion dengan merancang pakaian dan sepatu bermotif batik atau wayang kulit, lalu memasarkannya ke ranah internasional. Dengan begitu, kekayaan kebudayaan Indonesia akan semakin diakui oleh negara lain, sekaligus berdampak pada semakin menguatnya kedaulatan NKRI.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun