Mohon tunggu...
Aprila Rahayu Gani
Aprila Rahayu Gani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Budaya Lebaran dan Kepuasan Jiwa (Sebuah Tinjauan Psikologi Budaya)

25 April 2023   19:00 Diperbarui: 25 April 2023   19:04 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
From:   Dr. Santoso, S.S., M.Si  (Dekan Fakultas Studi Islam Umri, Ketua Asosiasi Psikologi Islam Wilayah Riau)

Lebaran, satu kata yang sangat istimewa bagi masyarakat Indonesia dan rata-rata masyarakat Melayu pada umumnya. Lebaran sebagai sebuah momentum memiliki makna luapan kegembiraan selayaknya selebrasi sebuah kemenangan.   Momentum ini hadir seketika setelah datang Iedul Firi, sebuah tanda berakhirnya ibadah Pusa Ramadhan bagi umat Islam. Bila disederhanakan Iedul Fitri adalah sebuah puncak pencapaian spiritual (kebali kepada kesucian) sedang lebaran adalah sebuah perayaan dan ungkapan psikologis atas tercapainya derajad spiritual tersebut.

Suasana lebaran bagi umat Islam adalah suasana yang manakjubkan (amazing momentum). Dalam momentum lebaran sebuah transformasi kepribdian berlangsung secara massif dan psontan. Setiap orang seakan bergerak pada satu 'tarikan maghnit kebaikan', tanpa ada tensi dan atensi negatif. Lebaran merupakan locus waktu  yang sangat kondusif bagi semua kebaikan yang membahagiakan. 

Nuansa lebaran secara alamiah menampilkan sebuah cultur yang sangat luhur dan indah. Setiap pribadi muslim serasa Kembali pada asal mula dirinya yang fitrah (kullu mauludin yuladu 'ala fitrah). Sebuah kondisi yang yang sangata sulit ditemukan pada momentum-momentum berbeda selain lebaran. Pencapaian kefitrahan mangantarkan pada rasa kebatinan yang dipenuhi oleh kepuasan jiwa, bebas  dari intimidasi kesahalan, dan merdeka dalam menjalin keakaraban sosial. Hal ini selaras dengan konsep kebahagiaan (well-being) yang rumuskan oleh American Psychological Association (APA), well-being sebagai keadaan yang memiliki rasa bahagia, kepuasan, tingkat stres yang rendah, sehat secara fisik dan mental serta menjaga kualitas hidup yang baik.

Kondisi kebahagiaan di atas sesunggungnya telah digambarkan oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an Surat Ali Imran ayat 134: (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan. Orang-orang dengan ciri kepribadian dalam ayat ini merupakan profil peribadi yang bertaqwa sebagaimana yang dimaksudkan oleh Allah atas adanya perintah puasa Ramadhan (QS. Al-Baqarah 183).

Bila diterjemahka secara analitik, maka hikmah lebaran adalah "gambaran hidup" profil manusia dengan kondisi Bahagia (well Being) yang paripurna. Gambaran profil tersebut antara lain, Pertama, kepribadian yang pemurah, dalam suasana lebaran stain orang menjadi bergembira untuk memberi, ada yang menamakannya THR, ada yang sebut pitrah (Jawa), ada pula yang menyebut ampau (meminjam istilah Thionghoa). Apapun sebutannya orang berbahagia untuk saling meberi, itu hakikat kefitrahan yang sejati.

Kedua, kepribadian yang tenang dan terkendali, dalam suasana lebaran keakuan seseorang (ego pribadi) lebur menjadi kekitaan (colectifisytik). Orang-orang berkumpul dalam suasana saling meridhoi, sehingga jarang ego diri merasa tersinggung atau marah, walaupun rumahnya menjadi rebut karena banyak orang berdatangan, makanannya diambil sebagai hidangan, dan masih banyak pengorbanan ego yang lainnya, namun semua tidka menjadikan dia marah.

Hikmah dari poin ini adalah, orang yang Bahagia adalah mereka yang mampu mendewasakan dirinya, memberi ruang dan permakluman atas apapun yang masih belum sesuai dengan kondisi ideal yang diharapkan. Ego yang mampu menahan amahnya, itulah profile diri yang bahagia.

Ketiga, kepribadian yang pemaaf, dalam suasana lebaran terbagun kesadaran kolektif yang menakjubkan. Setiap hati yang telah melewati puasa Ramadhan dilembutkan hati untuk mampu mengakui kesalahan dan kekhilafan. Tidak jarang di antara pribadi yang pada awalnya saling berseteru berebut benar, pada momentum lebaran mereka berebut salah, berpelukan dan membebaskan dendam.

Pribadi yang Bahagia adalah pribadi yang memiliki kelapangan hati untuk selalu memberikan maaf kepada yang lain. Hati yang jauh dari dendam-dendam masa lalu yang justru menjadi beban bagi pertumbuhan dan kualitas hidupnya.

Lebaran ini perlahan akan berakhir, suasana baru yang penuh dinamika akan kebali kita tapaki. Pertanyaannya adalah seberapa kuat kita mampu mempertahankan jiwa nan fitri yang dipenuhi oleh kebahagiaan sebagai pribadi itu akan tetap ada. Semoga kita mampu istiqomah menjaganya, Amien.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun