Keikut-sertaan Presiden Joko Widodo, Wapres Jusuf Kalla, beberapa menteri dan pembantu pemerintahan lain menjadi bukti jawaban isu-isu belakangan yakni, Presiden dan aparatur negara lainnya bukanlah pemimpin umat agama tertentu. Para aparatur negara tersebut dalam tata negara demokrasi sejatinya adalah “pelayan” publik dari semua golongan, dipilih secara langsung oleh rakyat untuk memperbaiki taraf hidup dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ini berlaku bukan hanya Presiden saja sebagai kepala negara, tetapi juga berlaku bagi kepala daerah diseluruh wilayah Indonesia yang berada dialam demokrasi. Contoh lain adalah Bu Risma sebagai walikota Surabaya, dalam lingkup suatu agama tertentu laki-laki adalah pemimpin bagi wanita atau wanita tidak boleh menjadi pemimpin atau didaerah lainnya seorang dengan agama minoritas (non-muslim) tidak boleh memimpin umat mayoritas dalam konteks keagamaan. Tetapi dalam konteks bernegara Pancasila semua kalangan baik muslim, non-muslim, Jawa, Sunda, Tionghoa, Batak, Papua dan banyak suku lainnya berhak ikut serta mengelola dan membangun negeri.
Konsep dinegeri ini berbeda dengan Republik Islam Iran yang menganut paham Wilayatul Faqih dimana seorang rahbaratau pemimpin besar revolusi Sayyid Ali Khamenei selain sebagai pemimpin negara juga menjadi pemimpin dalam beragama sehingga seringkali beliau hadir sebagai imam shalat.
Sukesnya aksi damai umat islam ini memberikan sebuah harapan Indonesia sebagai negeri muslim terbesar didunia kepada seluruh dunia selain islam mampu berjalan berdampingan dengan demokrasi, bahwa islam rahmatan lil alamin itu ada disini. Tersampaikannya aspirasi umat muslim dalam wadah demokrasi semakin meruntuhkan ideologi khilafah dan memperkokoh hadirnya Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Semoga kita semua mampu belajar dari peristiwa sejarah guna menjadikan kita semua sebagai bangsa yang besar, bangsa yang dewasa dalam berpikir dan bertindak demi keutuhan Pancasila dan Bhineka tunggal Ika dinegeri ini, negeri yang kita cintai bersama.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H