Mohon tunggu...
Cak Koekoeh
Cak Koekoeh Mohon Tunggu... Administrasi - Researcher

"Banyaknya ilmu yang beterbangan diatas kepala kita, maka ikatlah dengan tulisan"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dagelan Ala Istana

17 Desember 2015   16:40 Diperbarui: 17 Desember 2015   16:40 1977
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

 

Mengutip catatan dari seorang Andrea Hirata sang penulis beberapa novel best seller itu “Tertawalah,  maka seisi dunia akan tertawa bersamamu”.

Tertawa memang dapat melahirkan rasa gembira, melupakan sedikit kesedihan dan dapat mengurangi tekanan pada pikiran akibat banyaknya tuntutan dalam pekerjaan. Seseorang dapat tertawa ketika mendengar atau melihat sesuatu yang menggelikan, efeknya akan membuatnya merasa bahagia. Menurut penelitian, tertawa dapat meningkatkan kesehatan jantung, meningkatkan harapan hidup serta mengurangi rasa sakit (kompas,2012).

Salah satu cara untuk mengundang rasa tawa tersebut yakni dengan membuat pertunjukan komedi atau dalam istilah jawa disebut dagelan. Dagelan sendiri merupakan lawakan atau sebuah adegan yang dapat menimbulkan kelucuan. Dagelan didasari sebuah lakon singkat yang kemudian dikembangkan sendiri oleh pemainnya ketika pementasan dagelan berlangsung (wikipedia).

Dagelan tersebut membuat beberapa kalangan tertarik untuk melihatnya. Dengan keterbatasan waktu akibat jadwal yang padat dari penonton maupun pelaku, maka Presiden Joko Widodo untuk pertama kalinya mengundang orang-orang yang terlibat dalam dagelan tersebut untuk masuk istana, melakukan jamuan makan malam ditengah hiruk-pikuk sidang MKD untuk menentukan nasib ketua DPR.

Setelah mengundang para netizen untuk melaksanakan jamuan makan, kini gilian para komedian yang diundang. Tentu kesempatan ini tidak dilewatkan oleh hampir semua punggawa komedian yang merasa terhormat dapat langsung bertatap muka dengan Presiden, di Istana lagi.

Presiden RI pada rabu kemarin mengundang setidaknya ada 15 komedian terkenal ke istana. Mereka tiba di istana pukul 17.30 WIB, komedian yang tampak di Istana adalah Butet Kertarajasa, Djaduk Ferianto, Slamet Rahardjo, Eddy Soepono (Parto Patrio), Andre Taulany, Entis Sutisna (Sule) Tri Retno Prayudati (Nunung), Lies Hartono (Cak Lontong), Toto Muryadi (Tarzan), Sujarwo (Jarwo Kwat), Veronica Felicia Kumala (Cici Panda), Atik Riwayati (Mpok Atik), Indra Bekti, Rinko Safinka (Rico Ceper) dan Dorce Gamalama (metrotvnews.com), tentu saja kehadiran para komedian tersebut membuat istana menjadi “gaduh” akibat tawa seluruh isi ruangan yang mendengar dan melihat tingkah kocak komedian tersebut disaat suasana kantor DPR sedang tensi tinggi menunggu keputusan MKD.

Mengacu kutipan Andrea Hirata tersebut, memang Presiden Joko Widodo tidak dapat membuat isi dunia ikut tertawa, tetapi setidaknya beliau mampu membuat sebagian besar masyarakat Indonesia ikut tersenyum melihat foto-foto atau informasi berita akan tertawanya sang Presiden dari berbagai media baik sosial, cetak maupun elektronik.

Menurunkan tensi masyarakat Indonesia yang telah dibuat tegang dan sedikit “mangkel” memang diperlukan. Setelah lebih dari setahun pemerintahan Presiden Jokowi hampir tidak pernah merasakan ketenangan dengan adanya “dagelan-dagelan” yang datang hampir tiap bulan, jelas menguras banyak energi sosial yang seharusnya dapat dialihkan untuk hal yang positif. Ketidak-harmonisan hubungan antara legislatif dan eksekutif dimana puncaknya adalah adanya kegaduhan dipenghujung tahun dengan terbongkarnya pertemuan antara ketua DPR dan beberapa kolega dengan judul “Papa Minta Saham” yang berimbas dengan mundurnya ketua DPR Setya Novanto memang menyita energi masyarakat.

Tahun ini memang dipenuhi dengan beberapa “dagelan” yang digawangi oleh beberapa pejabat yang ada dinegeri ini, mulai dari kriminalisasi para pejabat publik, reshuffle kabinet, pilkada serentak, kasus pelabuhan Tanjung Priok, pertemuan dengan Donald Trump, hingga kasus freeport dipenghujung tahun yang diakhiri dengan jatuhya Setya Novanto dari kursi ketua DPR. “Dagelan” tersebut bukannya membuat masyarakat tertawa tetapi malah membuatnya marah dan apatis dengan mereka. Kekuasaan dan jabatan yang telah diamanatkan kepada beberapa oknum  pejabat tersebut seringkali diselewengkan demi kepentingan pribadi ataupun golongannya sendiri.

Melonjaknya beberapa harga komoditi akibat tergerusnya nilai rupiah terhadap dolar berimplikasi pada beberapa industri yang melakukan PHK terhadap karyawannya menambah kuat hantaman yang diterima oleh masyarakat.

Perekonomian global yang masih tidak tentu arah, tidak selesainya konflik di Timur-Tengah serta sedikit “senggolan” dari Tiongkok masalah klaim kepulauan Natuna yang membuat suhu beberapa negara kawasan meningkat ditambah beberapa konflik dari dalam negeri memang membuat beban kerja Presiden dan para stafnya lebih berat.

Untuk mengurangi tekanan tersebut memang perlu dilakukan sebuah penyegaran pikiran dan rasa hati, salah satunya dengan menghadirkan dagelan yang sebenarnya dengan mengundang para maestro lawak tersebut ke istana negara. Dan istana selama Joko Widodo menjadi “Raja” didalamnya tidak lagi menjadi tempat yang angker bagi rakyatnya, baik dari golongan pebisnis kelas atas hingga rakyat jelata bisa masuk istana dan bertatap muka dengan rajanya.

Ini memberikan pesan bahwa jika sebuah dagelan tidak ditujukan pada tempat dan orang yang tepat malah merusak dan menurunkan nilai dari sebuah dagelan tersebut. Dagelan yang sebenarnya tentunya berisikan oleh para komedian yang bersih, apa adanya dan tidak sarat muatan politik berbeda dengan “dagelan” yang salah tempat dimana para “komedian” tersebut penuh dengan trik dan intrik serta muatan politis untuk kepentingan pribadi atau golongan, makanya seorang komedian tidak akan pernah bisa menjadi politikus seperti kegagalan Andre di pilkada dan kegagalan Eko Patrio menjadi legislatif untuk kedua kalinya. Mungkin ada baiknya para “komedian” di republik ini mencontoh komedian yang sesungguhnya dalam memainkan peran politiknya.

Selain menanamkan jiwa revolusi mental kepada seluruh rakyatnya, nampaknya Presiden juga ingin membagi rasa humoris terhadap masyarakat agar tidak melulu tegang dalam menjalani kehidupan. Ketika orang itu bisa tertawa maka angka harapan hidupnya juga akan meningkat, karena tertawa itu menyehatkan.

Maka tertawalah sebelum tertawa itu dilarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun