KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) saat sebagai Presiden, dipenghujung jabatannya jika beliau berkehendak beliau bisa berupaya untuk mempertahankan kedudukannya dengan adanya basis pendukungnya yang tersebar di pelosok Indonesia saat itu, tetapi demi negeri beliau cintai ini beliau tidak melakukannya.
NU dan Muhammadiyyah pun tidak pernah membuat Gubernur tandingan saat ada pemimpin dari non muslim yang diangkat jadi pemimpin daerah. Sebagai contoh, ada ormas yang berbaju islam ketika bapak Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) menjadi Gubernur Ibukota DKI Jakarta bukan hanya diberi stempel sesat dan kafir, tetapi juga membuat Gubernur tandingan yang dalam tatanan negara yang sah.
Bukan sekedar berdakwah hanya dengan lisan saja, seperti trend saat ini dimana banyak ustadz/ustadzah yang bisa dibilang “karbitan” lebih mendominasi layar kaca untuk menjadi terkenal daripada menjual Pof. KH Said Aqil Sirajd ataupun Prof Din Syamsudin, hanya satu TV swasta yang menampilkan mantan Menteri Agama Prof. KH Quraish Shihab dalam sebuah acara, alasannya sederhana yakni demi kepentingan rating TV bukan demi kepentingan umat/bangsa.
Saat inipun NU dan Muhammadiyyah juga menjadi benteng dalam memerangi ideologi islam radikal yang marak dalam beberapa tahun terakhir. Organisasi berkedok islam dengan membawa kekerasan mulai masuk di wilayah nusantara ini. masuknya pengaruh islam radikal membawa dampak buruk bukan hanya kepada umat muslimin tetapi juga umat non muslim yang khawatir akan keberadaannya tidak lagi aman jika berada diwilayah mayoritas muslim.
Radikalisme yang berada di Timur-Tengah sudah menyusup masuk untuk menjadikan Republik Indonesia menjadi seperi Libya, Mesir ataupun Suriah. Tujuannya untuk menggeser periode Arab Spring menjadi ASEAN Spring. Tanda-tandanya seperti yang terjadi dibeberapa tempat di Indonesia dan kekerasan yang terjadi di Myanmar, Singapura dan Malaysia.
Dan organisasi masyarakat yang berbaju islam atau organisasi yang berkedok Islam lain tetapi disatu sisi tidak mencerminkan keislamannya dengan melakukan tindakan anarkhis ataupun menghujat pemerintahan yang sah, jika ingin eksis di Republik ini harus belajar banyak ataupun berhadapan dengan dua organisasi besar ini. Ada baiknya tenaga dan sumbangan pikiran yang ada dimanfaatkan demi kemajuan bangsa dan negara ini, sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat tersebut.
Kita bisa melihat, bukan hanya islam dinegeri ini saja yang turut membangun demi berkembangnya negara. Saudara kita dari non muslim baik Kristen maupun Katholik juga memiliki niat yang tulus untuk membangun negeri dengan ikut serta menyehatkan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Seperti halnya NU dan Muhammadiyyah, telah banyak pula rumah sakit-rumah sakit dan sekolah-sekolah baik dari tingkat dasar maupun perguruan tinggi yang dibangun oleh saudara-saudara kita tersebut. Selama bertujuan untuk membangun negeri selama itu pula akan tetap eksis kehadirannya.
Tetapi disisi lain, oleh pihak-pihak yang tidak paham kehidupan berbangsa tetapi berbaju islam, hal tersebut malah dituduh sebagai upaya kristenisasi maupun katholikisasi umat. Sayang disayangkan bukan ? dinegeri yang majemuk namun bertoleransi tinggi ini masih ada yang berpikiran sempit seperti itu.
Kita bisa liat, yang sakit ataupun yang bersekolah yang didirikan oleh sekolah-sekolah NU ataupun Muhammadiyyah tersebut bukan hanya dari kalangan muslim saja, tetapi juga dari kalangan non muslim. Begitu juga sebaliknya, baik yang menuntut ilmu ataupun berobat ditempat saudara kita yang non muslim terdapat juga orang-orang muslim.
Semua itu adalah upaya untuk membangun bangsa dan negara bersama-sama, bukan untuk tujuan tertentu demi kepentingan segelintir orang maupun golongan.