Mohon tunggu...
Cak Koekoeh
Cak Koekoeh Mohon Tunggu... Administrasi - Researcher

"Banyaknya ilmu yang beterbangan diatas kepala kita, maka ikatlah dengan tulisan"

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Negara Seberang Tengah Meradang

1 Desember 2014   08:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:22 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

NEGARA SEBERANG TENGAH MERADANG

Sebulan lebih pemerintahan Presiden Jokowi usai dilantik pada tanggal 20 Oktober memegang jabatan, banyaknya harapan tersemat di pundak Pak Presiden. Beberapa pekerjaan besar telah menanti, setelah kembali dari pertemuan para pemimpin negara selama sepekan, selang kemudian Presiden menaikkan harga BBM bersubsidi, serta beberapa instruksi Presiden yang menjadi bahan wacana publik salah satunya menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia, suatu hal yang wajar mengingat negeri ini pada dasarnya adalah negara bahari dengan 2/3 luas wilayahnya berupa lautan.

Salah satu visi Presiden Jokowi adalah menjadikan negara ini sebagai poros maritim dunia, dengan dibentuknya Menteri Koordinator Kemaritiman Bapak Indroyono Soesilo sebagai langkah awal. Setelah sekian lama memunggungi lautan, Presiden Jokowi berusaha membangkitkan kembali masa kejayaan bangsa ini dengan menghadapkan wajah ke laut. Mengacu pada pidato Bung Karno, ” Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya, bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekedar menjadi jongos-jongos di kapal, bukan. Tetapi bangsa pelaut dalam arti kata cakrawala samudera. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri."

Visi dan misi ini juga telah dituangkan Presiden Jokowi selama sepekan saat menghadiri konferensi tingkat tinggi bersama para pemimpin negara. Presiden mempunyai komitmen yang kuat untuk membangun wilayah kelautan di mana 45% perdagangan di dunia melewati Asia Pasifik yang merupakan jalur strategis, pengembangan wilayah ini diharapkan menjadi wilayah yang aman dan damai bagi pelayaran, bukan dijadikan ajang perebutan sumber daya alam, pertikaian wilayah, dan supremasi maritim. Di mana Indonesia sebagai negara dengan dua posisi silang di antara dua samudra dan benua tentunya mempunyai peran yang sangat vital untuk ikut menentukan masa depan kawasan dan dunia.

Langkah selanjutnya, Pemerintah Presiden Jokowi menunjuk Menteri Kelautan dan Perikanan pada orang yang profesional dan berpengalaman di bidangnya, yaitu Susi Pudjiastuti, yang sebagian orang telah mengatakan bahwa ini adalah menteri yang gila, tetapi memang negeri ini membutuhkan sosok yang sedikit gila seperti Bu Susi ini. Dengan bekal pengalaman yang segunung walaupun tidak tamat SMA, Bu Susi berusaha menjadikan Indonesia sebagai negara yang berdaulat penuh melalui sektor maritim sesuai dengan kebijakan poros maritim dunia.

Salah satu upayanya adalah memoratorium dengan kapal-kapal yang “tidak halal” dalam melakukan penangkapan ikan, baik kapal dari dalam negeri maupun luar negeri.

Dari sinilah awal suara sumbang dari negeri seberang terdengar, Presiden Jokowi telah menginstruksikan aparat penegak hukum agar menenggelamkan kapal asing yang beraktivitas di perairan Indonesia terkait tertangkapnya pelaku illegal fishing sebagai bentuk keseriusan pemerintah menjaga kedaulatan perairan Nusantara.

Menteri Susi menjelaskan dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang Perikanan, ayat (4) pasal mengatakan dalam melakukan fungsi pengawasan dan penegakan hukum maka penyidik atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup kepada Kapal yang tidak memiliki surat, awak kapalnya bukan orang Indonesia dan kapal itu hanya memakai bendera Indonesia.

Akibatnya bisa ditebak, negeri seberang (Malaysia) tengah meradang. Situs berita Utusan Malaysia mengangkat judul “Maaf cakap, Inilah Jokowi“. Presiden Jokowi dianggap telah mengikuti jejak Presiden Soekarno yang bersikap tegas ketika era 1960-an dengan jargon khas “Ganyang Malaysia”. Pihak Malaysia menilai kondisi ini bisa memperburuk hubungan antara dua negara serumpun dengan mendeskripsikan bahwa Presiden Jokowi sebagai pemimpin yang sedikit angkuh bahkan disebut mulai kurang ajar.

Khamis lalu, Jokowi mencetuskan kontroversi apabila mengarahkan pihak berkuasa maritim menenggelamkan semua bot nelayan Malaysia yang dilaporkan ditahan kerana memasuki perairan negara itu. Bagi Jokowi, tindakan ini akan memberikan kesan untuk mengurangkan pencerobohan oleh nelayan Malaysia ke kawasan perairan negara itu,”

Jokowi, menurut media tersebut, adalah pemimpin yang angkuh. “Ini seolah-olah memperlihatkan Jokowi memilih pendekatan konfrontasi, bertentangan dengan gambaran yang diberikan sebelum ini. Tetapi tidak dinafikan sebahagian besar rakyat Indonesia berbudaya dan tatasusila tinggi.” demikian dikutip dari Utusan.com.

Mereka membandingkan dengan banyaknya TKI ilegal yang mencari nafkah di Malaysia, tetapi tidak memperlakukan TKI tersebut dengan semena-mena.

Efek domino selanjutnya adalah harga ikan di Singapura melambung tinggi dikarenakan pasokan ikan dari Malaysia sedang seret. Ikan layang atau ikan selar yang biasanya dijual di kisaran harga 7 dollar Singapura kini menjadi 8 dollar Singapura, atau naik sekitar 14 persen. Malaysia beranggapan bahwa mereka sedang mengamankan pasokan untuk domestik sebagai antisipasi musim penghujan tiba.

Singapura pun mengalihkan permintaan ikan ke negara lain seperti Indonesia untuk menstabilkan kembali harga ikan tersebut. Bukan tidak mungkin ini adalah akibat dari rasa takut nelayan Malaysia untuk melaut di wilayah perairan Indonesia, setelah ditangkapnya 200 nelayan asal Malaysia.

Sedangkan Philipina dan Thailand lebih sendiri lebih bersikap merendah. Mereka merasa bahwa para nelayan mereka memang telah melanggar batas wilayah dan melakukan illegal fishing di daerah perairan Indonesia, mereka menyadari hal tersebut dan tidak bersikap reaktif seperti halnya Malaysia.

Ketegasan pemerintah menghadapi kapal ilegal yang masuk dan mencuri ikan di perairan Indonesia ini mendapat dukungan penuh dari Kementerian yang terkait. Bagi Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti serta Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, ketegasan tersebut adalah upaya pemerintah Indonesia menunjukkan bahwa kedaulatan negeri ini tidak bisa dibeli.

"Masalah kita sekarang, seolah (negara) bisa dibeli. Keinginan komitmen pemerintah saat ini untuk menegakkan law enforcement tanpa bisa dibeli sebenarnya merupakan titik awal awal bisa dihormati oleh bangsa lain," ujar Retno.

Dia menambahkan, "Masalah kedaulatan merupakan masalah yang tidak bisa ditawar.” Susi Pudjiastuti senada dengan Retno, Susi juga tegas menyatakan bahwa pihaknya hanya melakukan apa yang seharusnya selama ini sudah dilakukan.

Bukan saat ini saja Malaysia melakukan tindakan yang meresahkan bagi Indonesia. Sebelumnya, pada masa akhir pemerintahan SBY pihak Malaysia telah membangun suar di perairan Tanjung Datu, tetapi beberapa bulan kemudian pihak Malaysia sendiri yang membongkarnya.

Pada awal bulan ini pun pihak Jiran juga berusaha mencuri sebagian wilayah Indonesia yang berada di perbatasan darat wilayah Kalimantan Utara dan Timur dengan melemparkan isu adanya eksodus penduduk yang berencana pindah kewarganegaraan ke Malaysia. Malaysia dianggap lebih memberikan kesejahteraan dan akses transaksi perdagangan lebih dekat oleh penduduk sekitar, dan doktrin tersebut sebagian telah masuk dalam benak penduduk sekitar yang masih terbelenggu kemiskinan dan kelaparan. Wapres Jusuf Kalla sendiri telah menganggap hal ini sebagai ancaman kedaulatan bangsa.

Bisa jadi ini ciri khas kapitalis ala Barat, yang marah saat kepentingan negaranya terusik, kemudian membuat tuduhan yang tidak terbukti, seperti halnya Negeri Paman Sam dan sekutunya terhadap Afganistan saat memerangi Al Qaedah dan Irak memerangi Saddam Husain dengan dalih adanya senjata kimia pemusnah massal, tetapi di satu sisi ingin menguasai minyak yang ada di wilayah tersebut.

Contoh kasus di atas bisa dijadikan pengalaman bahwa suatu saat negara tetangga akan menghembuskan suatu isu tertentu guna menggapai keinginan mereka untuk menguasai perairan Indonesia bahkan kemungkinan terburuk adalah mencaplok lagi sebagian pulau kita di era Presiden Megawati. Dan isu yang kemungkinan terdekat ini adalah TKI ilegal yang ada di Negeri Jiran tersebut. Apabila hal ini tidak segera diselesaikan, bisa menjadi masalah pelik di kemudian hari.

Gesekan antara dua negara tetangga dekat dan serumpun memang sering kali terjadi di dunia. Perbedaan prinsip dan ideologi serta kepentingan menjadi hal yang mendasar. Sebagai contoh di Asia Selatan antara Pakistan dengan India, Asia Timur antara Korea Selatan dan Korea Utara, China dan Taiwan, serta yang terbaru adalah yang terjadi di kawasan Eropa Timur antara Ukraina dengan Rusia.

Setelah beberapa tahun sejak turunnya era Presiden Soeharto di balik sisi negatifnya, tetapi bangsa Indonesia saat itu sangat disegani di kawasan Asean bahkan Asia seperti halnya jaman Presiden Soekarno, tidak banyak negara tetangga yang melakukan test case untuk mengganggu kedaulatan Indonesia. Tetapi sejak era Reformasi, negeri ini acap kali di-bully oleh sebagian negara tetangga yang mengaku serumpun tetapi tidak bereaksi. Kini di awal era Presiden Jokowi disuguhi kembali tentang kebesaran bangsa ini yang mempunyai integritas, bargaining power yang muncul kembali (dan memang sudah seharusnya) serta membangkitkan kembali jiwa nasionalisme dan harga diri bangsa sebagai bangsa yang berdaulat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun