Mohon tunggu...
Apriansyah Yudha
Apriansyah Yudha Mohon Tunggu... wiraswasta -

"Asal mau berusaha, hidup akan memberikan segalanya" - Pramoedya Ananta Toer -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

You are the Apple of My Garden

20 Desember 2013   16:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:42 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku ya aku, aku tomat”

Pupuskan saja rasa cintamu itu pada apel, lihat dia.. tingginya 4 kali lipat lebih tinggi derajatnya ketimbang kita”

Aku hanya mengaguminya, tidak mencintainya.. kau tahu? Semacam perasaan yang tidak bisa kau sampaikan pada bulan di angkasa, jika kau hanya punguk yang bisa terbang di ketinggian 20 meter”

Tomat menyukai apel? Pertanyaan itu tumbuh seperti rumput dalam hati. Rasanya lucu memikirkan hal ini. tapi dari postur yang terlihat, entah karena sikap angin yang terlau menghembus, tubuh tomat seakan miring dengan pose yang sedang menengadah memandangi apple yang menjulang di hadapannya, membuatku miris. Lalu pandanganku ku alihkan ke pohon apel yang lebih tinggi tersebut. Merah. Siapapun penghuni rumah termasuk aku bisa memetiknya kapanpun kami mau, tapi yang lebih berhak adalah nenek, karena dia yang senantiasa mengurus taman. Seakan ingat Tuhan, aku ingat rutinitasku esok hari. Tugas kantor yang menumpuk. Dan... EVA!!

Bukanakah besok aku akan melamar Eva??

Masih sempat sempatnya saja ku intip taman. Tolol. Ku simpan saja semua ketidakwarasan ini, ku lupakan tomat. Namun aku tak bisa tidur, pikiranku terlalu sibuk. Pukul 23 di menit ke 37 detik ke 10, ku bayangkan bagaimana besok akan berlalu. Terbelesit kejantananku. Ku pikirkan kekasihku Eva. Kami telah berencana dua minggu lalu bahwa esok hari setelah pulang dari rutintias kantor, kami akan membicarakan soal keseriusan kami pada ayah dan ibuku, juga nenekku. Setelah itu baru ke rumah Eva untuk melamarnya langsung pada kedua orangtuanya. Ah.. bahagia namun sedikit menegangkan, tapi itulah laki laki, menyukai ketegangan dan tantangan. Esok hari adalah tantagan. Harus ku persiapkan energiku untuk besok. Santai, Relax.. kami pasti melalui ini dengan baik.

Cahaya rembulan menyelusup kamar, keindahan bulan membuatku lebih tenang. Ku pejamkan mata.

*******

Pagi. Matahari seakan tak mau bertanggungjawab telah menghamili bumi, yang melahirkan tanaman tanaman menjengkelkan di taman. Dia masih bersembunyi di balik awan awan yang tebal. Aku melangkah kokoh menuju hari ini, Aku bukan matahari.

A, aduh neng deg-degan, takut sama mamah kamu..”

Emang si mama teh mau ngapain kamu? Da aa teh udah gede, udah mantap sama kamu. Kamu ge harus mantap. Sing pede nyak..”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun