Mohon tunggu...
Apriani
Apriani Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seorang guru sebuah madrasah aliyah dengan basic pendidikan keguruan. Suka novel dan film. Tertarik dengan dunia menulis sebagai ajang ekspresi diri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Santri (2)

9 November 2022   09:03 Diperbarui: 9 November 2022   09:06 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            "Huzzs jangan berkata seperti itu kang, tidak baik, memang saya apa...? Semua yang membuat keluargamu baik itu ya Allah SWT." Kembali Mbah Nyai memberi wejangan kepadanya.

            "Enggeh Mbah." Aku hanya bisa berkataa seperti itu.

            "Jadi ada perlu apa sampean datang kesini? Sampean ingin pu......" Seketika Mbah Nyai menghentikan ucapanya ketika beliau melihat Imah datang membawa nampan yang berisi air teh dan buah-buahan yang kelihatannya masih segar.

            Keheningan mulai terasa ketika Imah mulai menaruh buah dan minuman didepannya. Dan sekilas kulihat senyumannya saat Imah berangsur pergi kebelakang. Namun setelah melihat Imah pergi dari hadapannya, Mbah Nyai tersenyum juga. Senyuman yang tidak kuketahui apa maksudnya.

***

            Maghrib hari ini kembali tenang, hujan yang semenjak sore mengguyur daerahku sudah tidak lagi menurunkan air. Aktifitas di pondok masih seperti biasa. Ramai, dan penuh keceriaan. Aku baru saja selesai mengaji Al-Qur'an. Namun sebelum aku sempat merebahkan badan untuk membaca buku,  suara mickrofon terdengar nyaring ditelinganya. 

            "Pengumuman ditujukan kepada saudara Irul. Bahwa di Ndalem ada tamu yang sedang menunggunya."

            Dengan segera kurapikan baju dan bersiap untuk turun ke Ndalem. Di sana seperti biasa kuucapkan salam dan menunggu Mbah Nyai untuk membuka pintu ndalem.

            "Ayo kang masuk ada yang ingin saya bicarakan dengan sampean......" Dengan seksama kudengar semua wejangan Mbah Nyai. Panjang lebar beliau menjelaskan, yang kalau aku boleh menilai bahwa wejangan ini bukan seperti kebanyakan wejangan yang selama ini kudengar, lebih seperti curhat. Bahwa beliau bingung untuk mencarikan jodoh bagi salah satu santri putrinya. Aku tidak mengetahui siapa sebenarnya santri ini, yang harus meminta bantuan segala kepada Mbah Nyai untuk mencarikanya jodoh.

            "Saya tidak tahu Mbah...." Dengan jujur kujawab perihal siapa gadis ini dan mengapa aku sampai dipanggil kesini, bahwa aku tidak tahu sama sekali.     

            "Tapi kamu jangan kuatir kang, semalem dia sudah bicara panjang lebar dengan saya, bahwa dia telah memilih sampean sebagai calon suaminya." Uhuk...uhuk, berkali-kali dia batuk tidak percaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun