Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Noormah (Bagian Dua)

18 Oktober 2020   04:20 Diperbarui: 18 Oktober 2020   04:30 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagian Dua
~2~

<< Sebelumnya


"Dulu pekerjaaan Bapak adalah Sopir Mobil Kontainer, sehari-hari pekerjaan bapak mengantar barang keluar provinsi, kadang dari Kandis, Riau sampai Medan, Sumatera Utara kadang dari Duri sampai ke Lampung sana. Kantor kami di Pekanbaru tapi kadang barang-barang yang mau di jemput dan di antarkan itu berada di luar kota, pokoknya kemana di perintahkan sama Bos lah. Dulu bapak memang lebih lama tinggal di Mobil dari pada tinggal di rumah."

"Iya, trus ketemu sama bu Noormah dimana?"

"Di Kampung."

"Oo, bapak pulang kampung, ke Binjai sana?"

"Iya, setelah berpisah dengan Tata, bapak pulang ke kampung sebentar dan pas di Kampung itu Bapak ketemu Noormah, waktu itu dia masih gadis, kami sempat pacaran sebentar, terus Bapak kembali lagi ke tempat kerja."

"Iya, setelah itu baru nikah ya?"

"Nggak, 5 tahun lamanya Bapak gak ketemu Noormah,"

"Gak pernah komunikasi atau Telepon?"

"Jaman Bapak dulu belum ada telepon, kalaupun ada, yang punya itu bukan orang-orang sembarangan kayak kita-kita ini,"

"Oh iya ya, trus ketemunya lagi di Kampung?"

"Iya, pas orangtua bapak meninggal dunia,"

"Trus,"

"Waktu itu Bapak ke rumah Noormah, dan melihat dia sedang menggendong anak kecil, pas tak tanya, anak siapa? dia jawab, anakku,"

"Bapak. kaget?"

"Iya,"

"Abang kutunggu gak datang-datang, lima tahun itu bukan waktu yang sebentar untuk menunggu, kata Noormah sambil menangis, dia pikir Bapak sudah menikah, makanya dia menikah sama orang kampung,"

"Trus aku? Tanyaku lagi sambil melihat ke arah Noormah yang lagi netein anaknya,"

"Sekarang ada suamiku, tapi nanti jika suatu saat Abang kangen sama aku, pulanglah,"

"Sekarang suamimu dimana?" Tanyaku sama Noormah, "Ada di dalam," jawab Noormah sambil menunjuk ke arah rumahnya."

"Iya,"

"Waktu itu Noormah berdiri di samping Mobil Kontainer yang Bapak parkirkan di pinggir jalan depan rumahnya, kami ngobrol di pinggir jalan, Bapak gak turun dari Mobil."

"Iya, Bapak mencintai Noormah?"

"Iya,"

"Trus setelah itu Bapak pergi meninggalkan Noormah?"

"Iya, dan tiga bulan setelah itu aku hampir gila,"

"Kenapa?"

"Noormah selalu menghantui,"

"Menghantui gimana? Kok bisa?"

"Tiga bulan setelah Bapak menemui Noormah di pinggir jalan depan rumahnya, ada sekitar satu minggu lamanya wajah Noormah selalu muncul di depan kaca Mobil yang tengah Bapak bawa."

"Muncul gimana?"

"Muncul! Wajahnya itu muncul di kaca mobil, tersenyum."

"Halusinasi?"

"Bukan, orang sampe tak elap kaca mobilnya itu pake kain basah, tapi gak ilang muncul lagi,"

"Masak sih?"

"Tuhan lah yang tau dan akan menghukum Bapak kalau bapak bohong sama kamu,"

"Oke, trus?"

"Karena gak bisa konsentrasi bawa Mobil, akhirnya Bapak memutuskan untuk pulang ke Kampung,"

"Menjumpai Noormah?"

"Iya, dan begitu Bapak sampai di Kampung, ternyata orang sudah banyak berkumpul di rumah Noormah,"

"Kenapa? Noormah meninggal?"

"Bukan, mereka semua udah mempersiapkan acara pernikahan Bapak sama Noormah,"

"Waduuh, Bapak menikah tanpa persiapan ya?"

"Iya, orang begitu turun dari Mobil, sama keluarga Noormah Bapak di suruh mandi, bersih-bersih badan dan sehabis Magrib, kami ijab kobul di depan penghulu yang sudah di undang keluarga Noormah ke rumah mereka."

"Nikah sama Noormah? Trus suami nya?"

 

Bersambung

Catatan: Di buat oleh, Warkasa1919 dan Aprianidinni. Cerita ini hanya fiksi semata, jika ada kesamaan Foto, nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu hanyalah ilustrasi semata untuk mempermanis cerita dan tidak ada unsur kesengajaan. Cerita ini juga tayang di secangkirkopibersama.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun