Kedatangan Bulan Ramadhan menjadi penghibur bagi orang mukmin. Beribu keutamaan ditawarkan di Bulan Ramadhan ini. Pahala dan ampunan Allah SWT, bertebaran di bulan suci ini.
Saya teringat ketika masih kecil, guru ngaji yang dipanggil orangtua kerumah, sering bercerita  tentang sikap tauladan Nabi Muhammad SAW. Begitu agung sikap beliau, salah satunya adalah tentang  amalan bermuatan sedekah.
Dulu ketika jaman Nabi Muhammad, beliau kedatangan beberapa sahabat  dari kalangan Muhajirin yang miskin, mereka mengadu kepada Rasulullah SAW, mereka merasa iri dengan para sahabat yang lain yang hidupnya berkecukupan. Karena hidupnya berkecukupan, maka mereka bisa kapan saja berbuat kebaikan, di antaranya bersedekah.Â
Sedangkan mereka (sahabat  dari kalangan Muhajirin) merasa tidak mampu dan sulit sekali untuk melaksanakan kebaikan, di karenakan kemiskinannya, dan kalaupun bisa memberi, maka mereka hanya bisa sedikit, bahkan terkadang sama sekali tidak bisa memberi (sedekah).
Saat itu mereka bergilir menanyakannya kepada Rasulullah, juga bertanya tentang bagaimana caranya agar mereka mampu bersedekah seperti para sahabat yang mampu, agar mereka juga bisa mendapatkan pahala yang besar seperti para sahabat yang mampu itu.
Mendengarkan pengaduan dari para sahabatnya itu, sambil tersenyum, Rasulullah kembali mengingatkan kepada para sahabatnya, bahwa tasbih, tahmid, tahlil dan takbir itu juga adalah salah satu amalan sedekah yang tinggi nilainya di Hadapan Allah SWT selain dari pada sedekah harta benda yang mampu di kerjakan oleh orang-orang yang mampu.
Bahkan membuang duri di jalanan yang dilewati oleh banyak orang dan menebarkan seyuman kepada orang lain juga adalah bentuk sedekah sebagaimana hadist yang di riwayatkan oleh HR Bukhari.
Dari penggalan kisah percakapan antara Rasulullah dan para Sahabat, maka ada beberapa hikmah yang bisa kita ambil pelajaranya, yaitu;
Sungguh berbeda sekali antara akhlak para sahabat Rasulullah dahulu dengan keadaan kita sekarang ini. Jika para sahabat dahulu iri karena kuatir tidak mampu melakukan kebaikan seperti para sahabat yang lainnya, makan di zaman sekarang ini kebanyakan orang merasa iri karena tidak bisa mendapatkan kedudukan dan kenikmatan duniawi.
Para sahabat iri bukan karena kenikmatan duniawi, akan tetapi para sahabat itu merasa takut kalau tidak bisa berlomba mendapatkan keridhaan dari Allah SWT.
Bersedekah menurut ajaran agama Islam telah di jelaskan, bahwa Islam memberikan kemudahan dan taklif sesuai kadar dan kemampuan seseorang, sebagaimana yang tertulis di dlam alquran surat al-Baqarah berbunyi, ''Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.'' (QS al-Baqarah [2]:286).
Pada awal-awal mula berdirinya agama Islam. Sedekah itu awal mulanya merupakan perintah untuk mengeluarkan sebagian harta yang dimiliki oleh para sahabat dan pengikut Rasulullah, namun seiring waktu yang berjalan, sesuai dengan kemudahan di dalam ajaran Islam itu sendiri, Rasulullah memberi alternatif mengenai arti sedekah.
Di dalam salah satu kitabnya, Imam Nawawi menjelaskan di dalam kitab Riyadu Sholihin bahwa amar ma'ruf dan nahi mungkar itu merupakan sedekah yang paling utama. Selaras dengan firman Allah SWT, ''Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar.'' (QS Ali Imran [3]: 110).
Wallahu a`lam bish-shawab. Itulah kisah yang pernah diceritakan guru mengaji saya ketika masih kecil. Yang mudah dan mungkin sudah kita implementasikan sehari-hari. Sedekah tidak harus dengan harta yang banyak, semampu yang bisa kita berikan dengan catatan bahwa kita melakukan sedekah itu dengan ikhlas, bukan karena riya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H