Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

31.536.000 Detik

25 Maret 2020   04:20 Diperbarui: 27 Maret 2020   08:39 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tik...tik...tik.                                                               Detik demi detik telah  berlalu                                    Suara hujan terdengar bergemericik
Bagai palu bertalu-talu

Sang kekasih menatap mesra
Ternyata purnama masih bulat
Pertanda hati  tidak mendua
Tetap satu ikat

Tak hiraukan banyak cibiran
Dari bibir-bibir usang
Pencari satu  kesalahan
Enyahlah jangan pernah bertandang

Menatap tatapan sinis
Terasa mencubit-cubit hati
Jangan harap  pergi memelas
Sepasang tangan genggam jemari

Yakinlah bersama kita kuat
Meski bersahabat badai
Sepasang mata saling  bertatap
Hati semakin damai

Adsn1919

Catatan: puisi ini tayang juga di secangkirkopibersama.com dengan versi berbeda

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun