Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku dan Nenek Misterius di Hutan Larangan

9 Oktober 2019   21:10 Diperbarui: 28 Maret 2020   20:43 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

<< Sebelumnya

****
"Kenapa Mas lakukan ini padaku?" Tanyaku menangis sesegukan sambil kembali merapikan pakaianku yang masih acak-acakan, ketika aku bergerak aku merasakan pangkal pahaku terasa begitu perih.

"Aku akan menikahimu," kata Lelaki sampan pelan, sambil menatapku yang tengah menangis sesegukan sambil kembali mengenakan celana dalamku yang tadi sempat dilepaskan olehnya.

"Di kota aku sudah memiliki tunangan Mas! Sehari sebelum aku di tugaskan ke desa terpencil ini aku sudah berjanji akan menikah dengannya nanti. Apa yang harus aku katakan pada tunanganku itu nanti? Terlebih setelah apa yang kita lakukan tadi di tempat ini,"


Aku menangis sesegukan sambil menutupi wajah dengan kedua tanganku, aku teringat pada lelaki yang sudah berjanji menunggu dan akan segera menikahiku nanti setelah aku menyelesaikan tugas di desa terpencil ini. Aku merasa bersalah meski jujur saja aku bertunangan dengan dengan lelaki itu karena dijodohkan oleh kedua orangtuaku, sebagai anak aku ikuti kemauan kedua orangtua karena tidak mau menyakiti hati mereka.

****

Tiba-tiba aku merasakan angin bertiup sangat kencang, dan tercium aroma yang sangat wangi, seumur hidup aku baru mencium wangi seperti itu, tiba-tiba saja terdengar suara Saluang di antara suara air hujan dan angin yang bertiup kencang di tempat ini.

Aroma wangi semakin tercium begitu tajam di hidungku sampai kepalaku terasa pusing karena mencium wangi yang sangat menyengat. Samar-samar aku melihat bayangan sesosok Nenek tua, yang semakin lama semakin jelas terlihat sosok Nenek tua yang mengenakan kerudung bergo panjang berwarna merah marun yang tiba-tiba saja muncul di depan pondok kayu ini. Dadaku berdebar kencang saat melihat ke arah wajah Nenek tua itu, apalagi ketika Nenek tua itu menatap kami secara bergantian.

Kerudung adalah semacam selendang yang menutupi sebagi-an besar atau seluruh bagian atas kepala dan rambut per-empuan. Kerudung biasa dipakai karena berbagai tujuan, seperti demi kehangatan, untuk kebersihan, untuk fashion atau dengan alasan keagamaan.

Kerudung Bergo adalah sebutan jilbab dengan model praktis yang memiliki pet (lapisan busa di bagian kening) atau sebelah atas, tujuannya adalah untuk membentuk bagian atas agar terlihat rapi waktu di pakai. Jilbab atau kerudung tersebut sangat memudahkan pemakainya, karena selain praktis kerudung bergo tidak mengurangi kecantikan para pemakainya, makanya selama ini kerudung atau jilbab Bergo di sebut sebagai Jilbab rumahan.


Aku dan lelaki sampan yang berada di sebelahku ini tercekat, menatap ke arah pintu pondok dimana sosok Nenek tua itu berdiri. Matanya melotot, seperti sedang marah melihat ke arah aku dan lelaki sampan yang tengah mengusap kepalaku yang sedang menangis sesegukan di tempat ini.

"Lancang! Berani-beraninya kalian berdua berbuat mesum di tempat ini." Bentak Nenek tua yang wajahnya terlihat tidak begitu asing di mataku itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun