Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku dan Lelaki Sampan di Hutan Larangan

28 Agustus 2019   19:19 Diperbarui: 28 Maret 2020   19:52 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku yang tidak terbiasa berjalan tanpa alas  kaki di tambah jalanan yang kami lalui terasa begitu licin membuat aku jatuh tertelentang di depannya, saking kagetnya, secara reflek aku menjerit,  kurasakan tangannya berusaha menarik tubuhku. Mungkin kondisi tubuhnya tidak siap menahan beban tubuhku, akhirnya lelaki sampan dengan tatapan tajam itu ikut terpeleset dan jatuh menimpa tubuhku.

Di tengah Hutan larangan yang terlihat remang-remang,  di bawah guyuran air hujan  dengan angin sepoi-sepoi di atas tanah  yang terasa  begitu lembab dan dingin, di sebelah batang kayu besar yang di penuhi lumut, aku dan lelaki sampan jatuh berhimpitan. 

Karena kaget dan terkesima membuat aku dan lelaki sampan sekian lama terdiam, saling pandang antara satu dengan yang lainnya. Dalam gigil kedinginan, tubuhnya dan tubuhku menyatu. Aku yang semenjak tadi merasa kedinginan sampai darah terasa membeku, sedikit demi sedikit mencair saat merasakan kehangatan tubuhnya. Kurasakan irama jantungnya berdetak lebih kencang dari sebelumnya, aku merasakan jantungku tak kalah kencang  berdetaknya saat dadanya itu menindih buah dadaku. 

Cukup lama aku dan lelaki sampan  terdiam, kurasakan nafasnya terasa hangat di wajahku dengan bibir hampir menyentuh  bibirku. Aku terdiam sambil menatap kedua matanya, aku melihat tatapannya begitu dalam ada setitik gairah di sana entah kenapa aku melihat lelaki sampan begitu seksi dimataku.

Detak jantungku dan detak jantung lelaki sampan terasa kencang debarannya. Aku masih menatap kedua matanya yang tak berkedip menatapku, dibawah curah hujan aku merasakan tubuhnya terasa hangat membangkitkan gairah di tubuhku. Dalam diam sepertinya ia tahu apa yang sedang bergejolak di dalam hatiku.

Hembusan nafasku dan nafas lelaki sampan seolah saling berburu, berpacu dengan nafas yang semakin tak beraturan. Dalam diam, aku dan lelaki sampan saling bertatapan. Seolah saling berbicara lewat tatapan mata. 

Lelaki sampan terus menatapku tanpa berkedip, tatapan matanya terasa berbeda begitu dalam dan seperti menginginkan  kehangatan tubuhku, darahku berdesir dan kedua pipiku terasa hangat, tatapan matanya membuatku salah tingkah, khawatir ia tahu apa yang aku rasakan, sambil menggigit bibirku sendiri, aku palingkan wajahku ketempat lain. Aku menikmati tatapan matanya yang begitu liar memandang wajahku. Aku biarkan tubuhnya berada di atas tubuhku tanpa berusaha aku singkirkan. Karena dalam diam jujur saja aku menikmati kehangatan tubuhnya yang menghangatkan tubuhku.


****

Suara petir menyadarkan aku dan lelaki sampan untuk segera bangun dan beranjak dari tempat ini, baju putihku semakin kotor terkena tanah dan baju yang aku pakai seperti melekat erat pada kulitku. Lekuk tubuhku terlihat jelas, aku melihat mata lelaki sampan mencuri-curi pandang pada kedua buah dadaku yang terlihat semakin membusung.

Lelaki sampan mengajakku untuk berteduh di pondok kayu di tengah hutan, sambil mengangguk aku berusaha mengatur nafasku  yang memburu menahan hasratku sendiri,  aku berharap lelaki sampan tidak menyadari gejolak birahiku yang terasa sampai ke ubun-ubun ketika merasakan sensasi kehangatan tubuhnya tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun