Telah aku minum kopi susu racikanmu, rasa pahit dan manis terasa begitu pas di lidahku. Engkau racikan kopi susu khusus untukku sebagai sebuah jawaban untukku.
Aku sering bertanya padamu, mengapa masih mau menerimaku, padahal aku sudah menceritakan semua masa laluku yang begitu kelam  padamu.
Untukmu, tak ada lagi yang aku rahasiakan, semua pertanyaanmu aku jawab dengan jujur, tak ada lagi yang aku tutup-tutupi.
Aku pasrah, bila engkau akan pergi meninggalkanku dan membenciku karena masa laluku yang begitu kelam itu. Aku sadar tak ada lelaki yang mau menerima masa lalu wanita seperti aku.
Di mataku engkau berbeda dari lelaki yang pernah aku kenal sebelumnya, engkau menerima dan semakin yakin memilihku setelah kejujuranku yang begitu menyakitkan itu.
Aku tahu di luar sana masih banyak perempuan lain yang mengharapkan cintamu. Kadang aku tak mengerti dengan jalan pikiranmu, di saat lelaki lain memilih wanita yang lebih muda dan lebih sempurna dariku, engkau malah memilih aku, wanita yang usianya empat tahun di atas usiamu.
Engkau pernah berkata, "Jangan terlalu mengagungkan fisik karena suatu saat fisik itu akan berubah dan binasa, tapi dirimu yang sejati akan abadi selamanya dan dirimu yang sejati itulah yang akan pergi menghadapNya."
Aku sangat malu mendengarnya, merasa tercubit rasa ini. Memang usiamu lebih muda dari pada  kekasihmu ini, tapi darimu aku banyak belajar.
Lelaki bermata tajam dengan janggut tipis di dagu, Â aku memang teramat mencintaimu, tapi bila kejujuranku ini membuat engkau sakit setiap kali mengingat masa laluku, aku lkhlas bila engkau akan pergi meninggalkanku. Karena aku tak ingin menyakitimu.
Bagiku asal engkau bahagia, akupun bahagia, bukankah seperti katamu dulu, "Rasaku adalah rasamu dan rasamu adalah rasaku?"
Masa lalu sudah aku kubur dalam-dalam ketika mengenalmu. Dan aku tak mau menggalinya lagi ketika bersamamu. Bagiku masa laluku itu hanyalah seonggok pakaian lusuh pojok kamar tidurku dan ketika aku mengenalmu perlahan-lahan aku kuburkan semua pakaian lusuh itu.