Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Menikahlah dengan Suamiku (4)

26 Juli 2019   18:27 Diperbarui: 26 Juli 2019   19:06 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagian Empat

<< Sebelumnya.

"Din, kakak akan bertanya sekali lagi, bersediakah engkau menjadi istri dari lelaki yang selama ini menjadi suamiku itu? Dan bersediakah engkau menjadi ibu bagi Putri cantikku itu dan menganggapnya seperti anak yang terlahir dari dalam rahimmu?" Suara wanita berhati tulus itu berbisik pelan di telingaku

----

Aku hanya diam, aku pandang mata lelaki dengan tatapan tajam itu, engkau memandang mataku seperti sebuah permohonan dan aku lihat matamu berkaca-kaca.

Tangan mungil memegang tanganku dengan lembut, "Bunda, kata mama, bunda jadi mama Putri ya? Mau kan?"

.......

 "Kok bunda diam saja, bunda?"

Aku tersentak baru tersadar tadi aku melamun, bingung mau menjawab apa. Perlahan aku berjongkok di depan Putri cantik kita.

"Memangnya Putri mau kalau  bunda jadi mama Putri?"

"Mauuuuuu bunda, bunda juga mau ya?" tangan kecilnya menggenggam erat tanganku.

"Jika Putri mau menerima bunda jadi mama Putri, bunda juga mau jadi mamamu sayang," aku berkata pelan sambil mengecup pipi Putri yang lembut.

Aku melihat perempuan tulus itu tersenyum bahagia dan lelaki bermata tajam yang tingginya tak jauh dari tinggi tubuhku itu berkaca-kaca, terlihat setitik genangan air mata jatuh disudut matanya. Perempuan tulus memeluk erat tubuhku.

"Terimakasih Din, malam ini juga setelah Isya menikahlah, kakak ikhlas karena kakak sadar tidak bisa melayani suami kakak bagaimana mestinya, jadilah istri yang baik untuk suamiku," sambil terisak perempuan tulus itu mengusap kepalaku.

"Iya kak, aku akan menjadi istri yang berbakti pada suamiku yang juga suami kakak dan menjadi adik yang baik untuk kakak, kita bersama membesarkan Putri cantik kita, karena ia telah aku anggap seperti anakku sendiri"

"Din, kakak harus telepon bapak lagi, kakak akan minta restu pada bapakmu, seandainya bapak tidak bisa hadir disini," kata wanita berhati tulus itu sambil menatapku, aku anggukkan kepala dan kutelepon bapak. Setelah bicara sebentar aku serahkan gawaiku pada kakak, wanita dari calon suamiku itu.

Terdengar bapak bicara dengan kakak agak lama dan gawai itu berpindah tangan pada lelaki bermata tajam yang dimataku tingginya tak menjulang itu, entah apa yang dibicarakan karena yang aku lihat senyuman di bibir lelaki bermata tajam itu merekah. Tak berapa lama gawai diserahkan padaku.

"Din...bila itu menurutmu baik, kali ini bapak ikuti kemauanmu. Asal kamu bahagia, bapak restui pernikahanmu dengan lelaki itu. Jadilah istri dan ibu yang baik pada suami dan anak yang jadi tanggunganmu, hormati istri lelaki itu, karena ia berhati mulia mencari istri buat suaminya, turuti perintahnya, temani ketika ia berobat, ringankan bebannya dan jaga cemburumu bila lelaki yang menjadi suamimu itu sedang bersamanya. Bapak yakin lelaki itu akan bersikap adil pada kedua istrinya, jangan merasa lebih baik dari istri lelaki yang kelak menjadi suamimu itu, sekali lagi bapak restui pernikahanmu semoga menjadi jalan surga bagimu." Terdengar suara bapak di ujung gawai bergetar.

Aku menangis haru mendapat restu dari bapak sekaligus sedih karena bapak tidak hadir pada pernikahan keduaku ini.

 Suasana terasa hening, hati saling berbicara masing-masing.

"Bang, carilah penghulu untuk menikahkan abang dan adikku ini," suara perempuan tulus itu memecahkan keheningan.

-Bersambung-

ADSN & 1919

Catatan : Di buat oleh,  Apriani Dinni dan Warkasa1919. Jika ada kesamaan Foto, nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun