Mungkin aku dalam hukumanNya karena memakan buah khuldi yang jelas dilarang Tuhanku, sampai aku tak bisa memasuki rumah sendiri, dulu tak kusadari mereka bak malaikat sampai Tuhan mengirim engkau. Aku melihat rumah itu penuh sesak tak terlihat.
Dimana aku sesungguhnya? Engkau melihat aku dijalanan dengan pakaian tak layak, mengetuk pintu demi pintu melepas dahaga mencari pintu bahagia, didapat kehampaan. Perlahan engkau menarikku menjauhi cengkeraman.
Hanya di matamu, aku terlihat bagai mutiara, dalam genggaman perlahan engkau usap mengembalikan putih sebenarnya putih. Engkau Adamku yang mengikat perburuanku dalam ikatan.
Wahai Adamku jika aku Hawamu genggam jemari ini tuntun aku menuju pulang.
ADSN, 020619
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H