Dalam diam selalu ku eja namamu, ku eja huruf demi huruf, ada tujuh huruf menelisik ke dalam ingatan ah seperti hembusan angin bersembunyi dalam darah bahkan melekat dalam otak.Tak ingin mulut lain mengeja huruf demi hurufmu. Itu milikku.
Bila ada yang menyimpan nama itu dalam peti terkunci dan di simpan di sanubari terdalam, disembunyikan senyuman manis dan sapaan mesra. Atau diam-diam mengetuk pintu lelakiku dengan desahan dan mata belas kasihan. Aku akan tahu.
Bukan merpati yang memberi kabar, bukan pula hembusan angin apalagi hujan memberi jejak bahkan angin topan menggulung kasar. Bukan! tapi hati kecilmu memberi kabar. Tak perlu melipat kebohongan. Aku perempuanmu.
Rasa ikhlas engkau menjahit serpihan hati dengan benang hati, mengisi ruang kosong lalu kau kunci, tak seorangpun bisa mengisinya kecuali engkau. Ruang hati terisi ejaan namamu. Engkau lelakiku.
Pantaskah aku mengeja namamu?
ADSN, 180519