Pemerintah Daerah menganggap bahwa Otonomi Desa merupakan bagian Integral dari pelaksanaan Otonomi Daerah. Akibatnya masyarakat Desa kemudian tetap tersubordinasi dengan kekuatan besar yang berada di luarnya yakni pada Pemerintah Daerah, tanpa posisi tawar yang memadai. Dalam kondisi yang demikian, amat sulit bagi kita untuk membayangkan akan hadirnya pemberdayaan bagi masyarakat Desa melalui Otonomi Desa.
Skema pelaksanaan Otonomi Daerah, dimana Pemberdayaan bagi masyarakat Desa melalui Otonomi Desa menjadi bagian integral didalamnya, terbangun dalam semangat yang sentralistis dengan menempatkan Pemerintah Daerah sebagai penguasa utama di daerah.Â
Kehadiran lembaga BPD menunjukan sebuah skema menyangkut pemisahan antara lembaga legislatif desa yang diwakili oleh BPD dengan pihak eksekutif yakni kepala Desa serta para perangkatnya. Artinya dengan skema ini, posisi Pemerintahan di Desa akan mengarah kepada kondisi Check and balance diantara kedua lembaga penting desa tersebut.
Peran masyarakat desa sangat dibutuhkan untuk mengawasi sepak terjang BPD. Karena Peraturan yang ada masih belum mengatur tentang bagaimana lembaga ini dapat diawasi kerja-kerjanya. Artinya tanpa aturan yang lebih tegas dalam mengatur lembaga ini dengan mengikutsertakan masyarakat Desa, maka peluang untuk terjadinya penyelewengan wewenang dari lembaga ini sangat besar. Apalagi dengan posisi BPD yang sangat Vital di Desa maka bukan tidak mungkin Lembaga ini akan menjadi sebuah jalan masuk bagi aktor-aktor diluar desa untuk memasukkan kepentingan-kepentingannya kedalam masyarakat Desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H