Mohon tunggu...
Apriana Arabela
Apriana Arabela Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Apriana Arabela Boro sanggar,Bima Hobi nyanyi,nonton tiktok Prodi PGSD FKIP

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Teori psikososial Erik Erikson

17 Januari 2025   23:17 Diperbarui: 17 Januari 2025   23:17 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Teori Psikososial Erik Erikson

Teori psikososial yang dikembangkan oleh Erik Erikson adalah salah satu teori perkembangan yang paling berpengaruh dalam dunia psikologi. Erikson, seorang psikolog dan psikoanalis asal Jerman-Amerika, memperluas teori psikoanalitik Sigmund Freud. Ia mengalihkan fokus dari perkembangan psikoseksual menjadi psikososial, yang lebih menekankan peran interaksi sosial dan budaya dalam membentuk perkembangan individu sepanjang hidup. Teori ini menggambarkan delapan tahap perkembangan psikososial yang mencakup seluruh rentang kehidupan, dari masa bayi hingga usia lanjut.

Setiap tahap dalam teori Erikson menghadirkan krisis atau konflik yang harus diatasi individu untuk mencapai perkembangan yang sehat. Keberhasilan dalam menyelesaikan setiap tahap akan memperkuat identitas dan kemampuan individu, sedangkan kegagalan dapat menghambat perkembangan di tahap selanjutnya.

Tahapan Perkembangan Psikososial

1. Kepercayaan vs Ketidakpercayaan (0–1 tahun)

Tahap ini adalah fondasi dari seluruh perkembangan manusia. Pada masa bayi, anak sepenuhnya bergantung pada pengasuhnya untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, kenyamanan, dan keamanan. Jika kebutuhan ini terpenuhi secara konsisten, bayi akan mengembangkan rasa percaya terhadap dunia. Namun, jika kebutuhan tersebut diabaikan atau pengasuhan bersifat tidak konsisten, bayi akan merasa tidak aman dan mengembangkan rasa ketidakpercayaan.

2. Kemandirian vs Rasa Malu dan Ragu (1–3 tahun)

Pada masa balita, anak mulai belajar mengendalikan tubuhnya dan membuat keputusan kecil. Mereka belajar berjalan, berbicara, dan melakukan hal-hal sederhana seperti makan sendiri. Jika orang tua memberikan dukungan dan kebebasan, anak akan mengembangkan rasa kemandirian. Sebaliknya, kritik berlebihan atau kontrol yang terlalu ketat dapat menyebabkan rasa malu dan keraguan pada kemampuan anak.

3. Inisiatif vs Rasa Bersalah (3–6 tahun)

Anak-anak di usia prasekolah mulai menunjukkan inisiatif untuk berkreasi, bermain peran, dan bertindak. Mereka belajar memahami bahwa tindakan mereka memiliki konsekuensi. Dukungan dari orang dewasa dalam eksplorasi ini akan memperkuat rasa percaya diri. Namun, jika anak sering ditegur atau dihukum, mereka dapat merasa bersalah atas keinginan mereka sendiri.

4. Industri vs Inferioritas (6–12 tahun)

Selama masa sekolah dasar, anak-anak mulai terlibat dalam kegiatan sosial dan akademis. Mereka ingin menunjukkan kompetensi mereka melalui tugas-tugas yang diberikan. Jika mereka berhasil dan mendapatkan pengakuan, mereka akan mengembangkan rasa percaya diri. Sebaliknya, kegagalan atau penghinaan dapat menyebabkan rasa rendah diri atau inferioritas.

5. Identitas vs Kebingungan Peran (12–18 tahun)

Masa remaja adalah waktu untuk mencari jati diri. Remaja mulai mempertanyakan siapa mereka dan apa tujuan hidup mereka. Proses ini melibatkan eksplorasi nilai-nilai, minat, dan peran sosial. Jika mereka berhasil menemukan identitas yang jelas, mereka akan tumbuh dengan rasa kepercayaan diri yang kuat. Namun, kegagalan dalam proses ini dapat menyebabkan kebingungan identitas dan krisis peran.

6. Keintiman vs Isolasi (18–40 tahun)

Pada masa dewasa awal, individu mencari hubungan yang intim dan bermakna dengan orang lain. Hubungan ini dapat berupa persahabatan, cinta, atau kemitraan profesional. Mereka yang berhasil membangun hubungan ini akan merasakan keintiman emosional dan dukungan sosial. Sebaliknya, kegagalan membangun hubungan dapat menyebabkan isolasi dan kesepian.

7. Generativitas vs Stagnasi (40–65 tahun)

Pada tahap ini, individu mulai fokus pada kontribusi mereka terhadap masyarakat. Mereka yang merasa mampu memberikan dampak positif, misalnya melalui pekerjaan, pengasuhan, atau keterlibatan sosial, akan merasakan kepuasan. Namun, mereka yang merasa tidak produktif atau tidak mampu memberikan kontribusi sering kali mengalami stagnasi dan kehilangan tujuan hidup.

8. Integritas vs Keputusasaan (65 tahun ke atas)

Tahap akhir kehidupan adalah masa refleksi. Orang-orang yang merasa puas dengan pencapaian hidup mereka akan merasakan integritas dan kedamaian. Sebaliknya, mereka yang menyesali keputusan atau merasa tidak memenuhi harapan hidup mereka dapat mengalami keputusasaan, penyesalan, dan ketakutan akan kematian.

Keunggulan dan Kelebihan Teori Erikson

Salah satu keunggulan utama teori Erikson adalah cakupannya yang luas. Tidak seperti teori Freud yang fokus pada masa kanak-kanak, Erikson percaya bahwa perkembangan manusia berlangsung sepanjang hayat. Ia juga menekankan pentingnya pengaruh budaya dan masyarakat, membuat teorinya lebih relevan dalam berbagai konteks sosial.

Selain itu, teori ini memberikan panduan praktis bagi orang tua, pendidik, dan konselor untuk memahami kebutuhan individu di setiap tahap kehidupan. Misalnya, guru dapat membantu siswa mengembangkan rasa percaya diri dengan memberikan penghargaan atas usaha mereka, sedangkan orang tua dapat mendukung eksplorasi anak untuk membangun rasa kemandirian.

Kritik terhadap Teori Erikson

Meskipun teori Erikson sangat populer, beberapa kritikus menganggapnya terlalu deskriptif dan kurang spesifik dalam menjelaskan mekanisme perkembangan. Beberapa juga berpendapat bahwa fokus teorinya pada budaya Barat membuat penerapannya di budaya lain memerlukan adaptasi.

Kesimpulan

Teori psikososial Erik Erikson menawarkan wawasan mendalam tentang perkembangan manusia yang tidak hanya dipengaruhi oleh faktor biologis, tetapi juga interaksi sosial dan budaya. Meskipun memiliki keterbatasan, teori ini tetap menjadi fondasi penting dalam psikologi perkembangan. Dengan memahami setiap tahap psikososial, individu dapat lebih bijak dalam menghadapi tantangan hidup dan membantu orang lain tumbuh secara optimal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun