Mohon tunggu...
Apriadi Rama Putra
Apriadi Rama Putra Mohon Tunggu... Lainnya - Lahir di Banda Aceh, 23 April 1998.

Lahir di Banda Aceh, 23 April 1998.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Antara Ziarah dan Surat Tilang

28 Oktober 2024   21:29 Diperbarui: 28 Oktober 2024   21:38 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senja mulai memudar saat aku dan adikku, Arief, bergegas melewati jalan di depan Lembaga Wali Nanggroe Aceh, Lamblang Manyang. Sejak pagi tadi, kami telah menjalani ujian SKD CPNS 2024 dengan penuh ketegangan. Dalam perjalanan pulang, kami memutuskan untuk mampir ke tempat peristirahatan terakhir para korban tsunami di Aceh. Rasanya ada panggilan batin yang memandu kami ke sana, mengingatkan akan rasa syukur dan kilas balik masa lalu yang sarat perjuangan.

Namun, perjalanan yang tenang itu tiba-tiba terhenti saat kami melihat sekumpulan polisi dengan rompi hijau neon. "Operasi Zebra Seulawah 2024," gumam Arief, sedikit gelisah. Kebetulan kami memang sedang melewati kawasan operasi, dan beberapa kendaraan tampak berhenti di hadapan polisi yang berdiri tegak, memeriksa setiap pengemudi dengan seksama.

Salah satu petugas melambaikan tangan, memberi tanda agar kami berhenti. "Permisi, Pak, ada apa ya?" tanyaku, mencoba tetap tenang.

"Bisa lihat surat-surat kendaraannya, Dik?" ujar seorang petugas dengan nada tegas.

Aku menatap Arief, yang saat itu tengah duduk di kursi kemudi motor. Kami memang memakai motor milik adik perempuan kami, dan ternyata Arief lupa membawa STNK motor yang tertinggal di rumah. "Aduh, Pak... sepertinya STNK-nya ketinggalan di rumah. Tapi kami lengkap, kok, dengan SIM dan helm," jawabku penuh harap.

Petugas itu tak langsung merespon. Sejenak dia memandang kami, lalu berkata, "Kalau begitu, silakan tunggu dulu. Mungkin bisa minta keluarga untuk membawa STNK-nya."

Kami segera menelepon adik perempuan kami yang berada di Kajhu, Baitussalam, berharap dia bisa membawa surat yang ketinggalan. Sembari menunggu, aku menatap wajah Arief yang tampak gelisah. Ia menghela napas panjang, mungkin menyesali kecerobohannya. Tapi aku berusaha untuk tetap tenang dan berpikir positif. Toh, kami hanya lupa membawa surat, dan ini bisa segera diselesaikan.

Setelah beberapa saat yang terasa seperti selamanya, adik kami datang dengan membawa STNK yang tertinggal. Aku menyerahkan surat itu kepada petugas. Namun, bukan rasa lega yang kami dapatkan.

"Ini dek, mau disidang di sini atau di pengadilan?" tanya polisi itu, dengan nada setengah meledek yang membuat kami tersentak.

"Memangnya bisa ya, Pak, sidang di tempat?" tanyaku dengan nada tak percaya.

Petugas itu hanya menyeringai kecil tanpa menjelaskan lebih lanjut. Rasa penasaran mulai mengusik pikiranku, lalu aku membuka internet untuk mencari informasi lebih lanjut. Ternyata, tak ada aturan yang menyatakan bahwa tilang bisa diselesaikan di tempat. Ketidakjelasan ini membuatku bingung, bahkan sedikit takut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun