Namun, di tengah semua penderitaan itu, Kang Ono memilih untuk tetap teguh pada kebenaran. Meskipun dia terpuruk dalam kesedihan dan keputusasaan, dia tahu bahwa hatinya bersih dan dia tidak bersalah. Dan dalam hatinya, ia tetap berharap bahwa suatu hari nanti, keadilan akan tercapai di Tanoh Alas Metuah ini.
Dibalik tuduhan yang tidak terbukti, ada luka yang lebih dalam. Kehormatan, mata pencaharian, dan harga diri dirampas dengan seenaknya. Perlakuan ini bukan hanya terhadap Kang Ono, tetapi juga terhadap integritas penegak hukum itu sendiri.
Pada akhirnya, cerita Kang Ono bukan hanya sekadar kisah tentang satu individu yang menjadi korban ketidakadilan, tetapi juga sebuah cermin dari berbagai masalah dalam sistem hukum dan penegak hukum tetapi juga sistem yang korup dan tak adil yang harus diatasi.
Kritik bukan hanya tentang kesalahan individu, tetapi juga tentang sistem yang memungkinkan hal ini terjadi. Ketidakadilan tidak boleh dibiarkan merajalela di tengah masyarakat yang semestinya dijaga oleh penegak hukum.
Dan di balik semua itu, mungkin ada asumsi suku atau latar belakang tertentu yang memperkeruh situasi. Diskriminasi tidak hanya tentang ras atau agama, tetapi juga tentang kekuasaan dan priviledge.
Ini adalah cerita tentang ketidakadilan yang merajalela di tengah- tengah masyarakat, dan kebutuhan akan keadilan yang adil dan merata bagi semua orang.
Melalui kisah Kang Ono, kita diingatkan akan pentingnya memperjuangkan keadilan, dan bahwa setiap orang, tanpa memandang latar belakang atau suku, harus diperlakukan dengan hormat dan adil. Karena hanya dengan itu, kita dapat membangun masyarakat yang lebih baik dan lebih manusiawi untuk semua orang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H