Mohon tunggu...
Apriadi Rama Putra
Apriadi Rama Putra Mohon Tunggu... Lainnya - Lahir di Banda Aceh, 23 April 1998.

Lahir di Banda Aceh, 23 April 1998.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Menang Akibat Politik Uang, Jangan Harap Kemajuan Aceh Tenggara

21 Februari 2024   23:25 Diperbarui: 21 Februari 2024   23:30 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Apriadi Rama Putra
Praktisi Sekolah Kita Menulis (SKM) Cabang Aceh Tenggara

Pemilu telah berlalu, namun apa yang tersisa? Pada kenyataannya, hari ini kita dihadapkan pada pemandangan yang memilukan di Aceh Tenggara. Quick count hasil pemilu partai-partai politik memperlihatkan sebuah cerminan yang tidak menggembirakan tentang kondisi politik dan sosial yang sedang kita hadapi sekarang. Dan dalam pandangan saya, Generasi muda tidak bisa hanya diam menyaksikan hal ini, melainkan harus mengkritik dengan tajam dan menantang status quo yang ada. Kritik saya terhadap situasi ini tidaklah hanya sebagai ejekan, tapi sebagai panggilan untuk refleksi bersama.

Siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas keadaan ini? Apakah kita menyalahkan masyarakat yang terlena dalam budaya politik uang, ataukah kita menuding pemimpin masa lalu yang gagal menciptakan sistem yang adil? Pertanyaan ini tidak bisa dijawab dengan sekadar berdiam diri saja. Kita sebagai generasi muda Aceh Tenggara perlu menemukan akar permasalahannya.

Saat kita mencoba melangkah ke arena politik, apa yang kita saksikan? Omong kosong tentang visi dan misi yang seringkali hanya sebatas jargon kosong, tanpa substansi yang nyata. Seolah-olah mereka sedang mendaftarkan anak-anaknya ke taman kanak-kanak, padahal yang nantinya mereka bahas adalah masa depan masyarakat Aceh Tenggara untuk lima tahun ke depan. Dan seakan-akan kita sedang menghadapi pidato para pramuka yang merencanakan perjalanan camping, padahal yang kita bicarakan adalah masa depan bangsa ini yang mempengaruhi jutaan nyawa. 

Di mana letak peran para intelektual, cendekiawan dan akademisi? Apakah gelar mereka hanya menjadi pajangan yang hampa makna, sekadar simbol prestise pribadi, tanpa berkontribusi pada kemaslahatan umat? tanpa keberanian untuk bersuara demi kebenaran? Ketika bahkan peran mereka pun terlihat minim dalam merumuskan solusi, di mana lagi kita bisa mencari keadilan?

Dinamika politik yang diwarnai oleh uang dan hubungan personal telah menghancurkan esensi demokrasi. Kekuasaan bukan lagi merupakan alat untuk melayani, melainkan tujuan akhir yang dikejar tanpa pandang bulu. Orang-orang dengan akses dan kekayaanlah yang selalu mendominasi panggung, sementara suara rakyat terkadang hanya diabaikan atau bahkan untuk dibeli saja. Bagaimana mungkin kita dapat tenang dan menerima realitas yang memilukan ini? Bagaimana kita bisa mengubah paradigma ini.

Pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana kita sebagai generasi muda yang sadar akan fungsi bisa merubahnya? Apa langkah konkret yang harus dan bisa diambil? Memang, menantang sistem yang korup dan usang tidaklah mudah. 

Banyak di antara sarjana dan intelektual lebih memilih yang untuk "mencari aman saja dan menjadi pembebek" yang menyesuaikan diri dengan status quo yang buruk sebagai cerminan masa depan dan berserah diri terhadap orang yang banyak uangnya, daripada melawan arus yang mengalir dengan keberanian dan sedikit tahan lapar. Namun, sebagai individu yang sadar akan hak dan kewajiban, kita sebagai generasi muda Aceh Tenggara memiliki tanggung jawab moral untuk tidak menyerah begitu saja dan harus melawan budaya yang buruk dan menjijikan ini.

Kita anak muda yang harus tetap berjuang untuk keadilan, kendati uang seringkali menjadi pemutus segala urusan, harus dikikis. Budaya politik yang buruk ini tidak boleh berlanjut. Meskipun perjalanan menuju perubahan tampak berliku dan penuh tantangan, kita tidak boleh kehilangan harapan. Kita harus bangkit dan terus memperjuangkan budaya politik yang lebih baik lagi, dengan membangun kesadaran kolektif, memperjuangkan reformasi sistem yang adil dan makmur, dan terus berpartisipasi aktif dalam proses demokrasi.

Jadi mari sekali lagi saya haturkan kepada seluruh generasi muda Aceh Tenggara yang sadar terhadap pembodohan ini. Mari bersama-sama, tanpa kenal lelah, menantang budaya politik yang mematikan ini menciptakan kesadaran kolektif di tengah-tengah masyarakat. pikirkan langkah-langkah konstruktif yang dapat membawa perubahan positif. 

Ayo kita harus berani menghadapi kebodohan dan ketidakadilan dengan keberanian dan ketegasan. dan terus berpartisipasi dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan berintegritas Kita harus siap untuk berjuang demi regenerasi yang lebih baik, bukan hanya untuk diri kita sendiri, tapi juga untuk masa depan yang lebih baik lagi di Aceh Tenggara, dan bagi negara ini secara keseluruhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun