kita fasih berpagutan,
menggagahi bentala saat pukul tiga
bercermin aku dan kau di kedalaman netra
tak ada yang lain selain gelora dosa
atau pantaskah kita sebut itu cinta?
madah-madah penghabisan telah terucap
kau kukunci dalam ruang asmaraloka tanpa sedikitpun senyap
hingar bingar percik kembang api serupa ledakan gemintang
menyaksikan kelahiran aku dalam cermin jiwamu disertai gamang
duhai engkau...Â
yang pernah beradu api
berjudi dalam bejana mimpi
semua hal yang kita tanggalkan di tepian hari,
ranum bibir malam itu masih kuingat
habis kusesap namun riwayatmu tak jua tamat
kemarilah!
bercermin pada tiap lembar puisiku tentang senja
ia bernafaskan seluruh engkau,
dalam tiap lariknya...
- Jakarta, 08 Juli 2020 -
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H