Mohon tunggu...
Mina Apratima Nour
Mina Apratima Nour Mohon Tunggu... Jurnalis - :: Pluviophile & Petrichor ::

IG @fragmen.rasa

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Jelaga Rasa

31 Maret 2020   15:43 Diperbarui: 31 Maret 2020   16:10 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepertiga malam ini, ayat-ayat tak lagi gaham. Tanggal taring terhadap karsa yang mencoba bertahan. Berganti sulam aksara tentang keputusasaan. Derai netra bukan bahasa cinta. Kali ini, semara koyak digentas nyata.

Kau tinggallah maya. Menari indah dihadapku yang bungkam selaksa bahasa. Gigil bibir ini mengucap kata. Seloka tak tentram, sejak kau tinggal sebatas nama.

Renjana, usai sudah semua cerita. Di persimpangan kau berhenti tanpa koma. Tak ada narasi indah tentang sebuah pisah. Tak ada pesta pora untuk bungah nan lelah. Lelungit kian menjadi. Tapi bedanya, kini aku sendiri.


Bejana kini penuh jelaga.
Kita, Renjana, menjelma lengkara dalam aksioma. 

- Jakarta, 04 Februari 2020 -

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun