Pola pikir yang ada di kultur masyarakat saat ini menempatkan secara berurutan, pendidikan, status pekerjaan, pangkat, maupun jabatan sebagai parameter mutlak sebuah nilai eksistensi secara sosial. Masalah penghasilan dan popularitas belakangan.
Mulanya sekolah, untuk apa? Mendapatkan pekerjaan, yang penting kerja saja dulu, gaji kecil tidak apa-apa, dan seterusnya. Pola pikir sosial dalam masyarakat seperti ini masih berlaku dan mengakar kuat dalam kultur masyarakat sampai saat ini. Dengan demikian untuk eksis dalam parameter sosial kita tetap membutuhkan pendidikan formal.Â
Keempat, wahai anak-anak muda, sekolah setinggi mungkin.
Peluang, gaya hidup, inovasi dan keberhasilan eksistensi sosial itu hanya faktor ikutan saja ketika kamu berada dalam lingkungan yang akademik.Â
Analoginya: seorang anak yang yang tidak mendapatkan bekal akademik yang cukup, maka dia bisa saja akan berpotensi untuk menjadi penonton dalam era disrupsi teknologi ini.
Sebaliknya melalui sekolah sudah pasti akan terbentuk habit yang akademis, komunitas yang akademis yang muaranya adalah sebuah modal sosial awal yang jauh lebih baik dibandingkan dengan mereka yang benar-benar mengesampingkan manfaat sebuah pendidikan formal.
Dengan demikian, menghadapi era disrupsi teknologi sekarang ini yang terpenting adalah tetaplah bersekolah, gantungkan cita-cita setinggi-tingginya.
Jika nanti dalam perjalanannya kamu menjadi Youtuber dengan content yang mampu menghasilkan menghasilkan uang bagimu.Â
Jika nantinya kamu menjadi founder sebuah start up baru di kemudian hari itu semata hanya bonus, mungkin kamu tersesat ke jalan yang benar. Masihkan anda beranggapan bahwa sekolah itu tidak penting?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H