Mohon tunggu...
Sutrisno
Sutrisno Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker Komunitas

Entrepreneur tata graha akreditasi, sedang belajar di Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kiriman Paket Rusak, Kita Bisa Apa? (Pengalaman Pahit dengan JNE)

10 Juli 2017   00:43 Diperbarui: 10 Juli 2017   08:56 16526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tambahan stempel tidak menuntut ganti rugi (sumber : Dok Pribadi)

Seiring geliat bisnis online yang berkembang begitu pesatnya, jasa pengiriman pun menuai imbas sangat positif. Di era dulu kegiatan pengiriman cenderung didominasi oleh kiriman surat/dokumen. Kini sepertinya sudah tidak lagi demikian. Kartu lebaran pun banyak digantikan oleh pesan digital melalai aplikasi perpesanan instan seperti whatsapp, BBM, LINE dan sejenisnya.

Melihat perkembangan yang ada, saya melihat terjadi kecenderungan ketidak mampuan jasa pengiriman paket dalam memberikan pelayanan standar kepada konsumen. Hal ini menurut saya lebih disebabkan oleh membludaknya volume kiriman yang tidak seimbang dengan sarana dan prasarana pendukung yang dimiliki oleh jasa pengiriman. Jasa ekspedisi yang seharusnya melihat dan menangkap situasi ini sebagai sebuah iklim positif dalam pengembangan usaha, kini justru terjerumus pada pemberian pelayanan yang tidak lagi baik, jauh dari standar bahkan saya lebih menyebutnya pelayanan yang sub standar.

Mungkin kita masih ingat dengan putusan MA tentang tanggung jawab pengelola parkir terhadap kehilangan barang? Bahwa tempat parkir berdasarkan Putusan MA No. 3416/Pdt/1985, merupakan perjanjian penitipan barang. Berdasarkan Pasal 1694 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ("KUHPer") dapat dilihat pengertian penitipan, yaitu "Penitipan adalah terjadi, apabila seseorang menerima sesuatu barang, dari seorang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya."

Mengapa putusan ini saya kutip dan apa kaitannya dengan jasa pengiriman? Jika kita kaitkan dengan pertambahan jumlah kendaraan dengan volume jalan dan volume lahan perparkiran tentu kita sepakat dengan satu kesimpulan : sangat tidak seimbang!! Jumlah kendaraan yang semakin padat inilah yang akhirnya menimbulkan "masalah" dalam hal perparkiran, baik itu masalah kemacetan, kekacauan perparkiran sampai pada masalah sosial yaitu tindak kriminal yang secara sepihak disiasati oleh pengelola parkir dengan melakukan upaya wanprestasi sistemik dengan menempelkan satu kalimat dalam tiket parkir : "barang hilang bukan tanggungjawab pengelola parkir" dan fenomena penambahan kalimat tersebut smapi detik ini dilapangan masih marak meskipun sudah ada putusan MA tentang tanggung jawab pengelola parkir.

Saya cukup kaget dengan adanya tambahan stempel baru pada resi kiriman sebuah jasa ekspedisi yang berbunyi "SAYA TIDAK AKAN MENUNTUT GANTI RUGI APABILA TERJADI KERUSAKAN DAN ISI KIRIMAN TIDAK SESUAI DENGAN KETERANGAN PENGIRIM". Kalimat senada sebenarnya sudah pernah saya jumpai namun hanya sebatas istilah misal : RESIKO PENGIRIM. Saya melihat ada korelasi antara permasalahan pesatnya pertambahan jumlah kendaraan dengan masalah perparkiran vs pesatnya volume kenaikan kiriman barang dengan permasalahan kiriman barang yang secara hukum pasar disiasati secara sistemik oleh para stake holder jasa pengiriman dengan upaya menyelamatkan diri terhadap resiko pengiriman yang seharusnya menjadi hak pengguna jasa dan kewajiban penyedia jasa.

Tambahan stempel tidak menuntut ganti rugi (sumber : Dok Pribadi)
Tambahan stempel tidak menuntut ganti rugi (sumber : Dok Pribadi)

Perlu campur tangan pemerintah dan lembaga perlindungan konsumen

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa permasalahan pengiriman barang hingga kini masih dianggap sebagai permasalahan pribadi antara konsumen dengan penyedia jasa. Padahal jika kita hanya dari pertumbuhan transaksi online dan tren perubahan prilaku belanja masyarakat dari offline (konvensional) menjadi online seharusnya ini bukan lagi milik pengusaha online melainkan merupakan geliat yang menopang pertumbuhan ekonomi negara dan masalah terkait dengan jasa pengiriman juga menjadi permasalahan negara.

Seharusnya pemerintah bersama lembaga terkait membuat regulasi dan syarat yang ketat terhadap perilaku jasa ekspedisi sehingga jasa pengiriman bukan hanya berorientasi pada volume kiriman melainkan juga pada kualitas dan jaminan keselamatan terhadap barang konsumen. Selama ini jasa pengiriman hanya fokus menambah agen dan menguatkan franchise semata sementara permasalahan terkait keselamatan barang tidak menjadi prioritas.

Berikan punishment terhadap penyedia jasa pengiriman yang terlalu sering menerima komplain dari pengguna jasa. Hal ini sangat penting sehingga dalam operasionalnya penyedia jasa lebih berhati-hati, berorientasi pada sistem yang berkualitas, dan bukan tidak mungkin ini akan menjadi seleksi alam bagi penyedia jasa. Selama ini konsumen seringkali seperti hidup di jaman batu, mengirimkan barang layaknya hanya menitipkan barang pada seekor kuda yang berjalan tanpa sistem (sebagai akal) dan penyedia jasa dapat dengan nyamannya berlindung dibalik "barang hilang/rusak resiko pengirim"

Pengalaman pahit dengan JNE.

Saya memilih sebuah penyedia  kiriman cenderung mengikuti permintaan konsumen, baik itu melalui Pos, JNE, JNT, Cargo dan semacamnya. Konsumenlah yang memilih dan menentukan akan dikirim melalui ekspedisi mana. Diluar itu semua, mengenai keselamatan barang saya menjamin kiriman saya diterima dalam kondisi baik dengan konsekwensi jika kiriman rusak/pecah maka saya bertanggung jawab menggantinya. Beberapa waktu lalu saya tepatnya pada 2 Juni 2017 saya  mengirimkan paket melalui JNE dengan Nomer Resi 140380002392417 Tanpa asuransi (Petugas menolak asuransi dan menyatakan bahwa barang kiriman saya tidak masuk kategori barang yang bisa diasuransikan)

JNE termasuk salah satu penyedia jasa yang biasa saya pakai dalam menjalankan usaha saya dalam pemenuhan produk tata graha akreditasi fasilitas kesehatan (puskesmas, klinik dan RS). Berselang kurang dari 1 minggu saya menerima sms bahwa posisi barang kiriman saya sudah sampai di Lampung dalam posisi hancur, isi berhamburan. Saya cukup kaget karena dalam posisi packing yang saya sudah kondisikan sedemikian rupa (tertera pada resi tidak packing kayu, fakta : packing kayu, foto terlampir). Barang tersebut tidak akan hancur jika tidak mendapat perlakuan yang luar biasa tidak wajar. Melalui sms juga saya ditawarkan untuk retur atau tetap dikirim. Tentu saya pilih dikembalikan saja. Toh jika tetap dikirim berarti saya akan menanggung kerugian ganda. Barang kiriman rusak yang artinya harus saya harus mengganti barang baru, kehilangan ongkos kirim berikut kehilangan tambahan ongkos kirim seandainya barang harus dikirim balik dari Lampung ke Yogyakarta.

Beberapa waktu kemudian saya kembali dihubungi oleh pihak JNE bahwa barang saya sudah sampai dan saya diminta mengambilnya ke agen. Saya mengikuti saja, mengalir seiring dengan dengan kekagetan-kekagetan saya, bahwa barang sudah "dirusakkan" dikembalikan pun saya masih harus mengambil ke agen. Beginikah potret jasa pengiriman yang agennya tersebar dengan sangat masif di hampir seluruh pelosok negeri? Dan kekecewaan saya semakin dilengkapi oleh penjelasan mengenai resiko pengirim, tidak adanya kompensasi apapun dan tanpa permintaan maaf sama sekali. 

Pengajuan klaim yang tidak ditanggapi (Sumber : Dok Pribadi)
Pengajuan klaim yang tidak ditanggapi (Sumber : Dok Pribadi)
Resi Kiriman JNE (Sumber : Dok Pribadi)
Resi Kiriman JNE (Sumber : Dok Pribadi)

Lampiran Foto Klaim (Sumber : Dok Pribadi)
Lampiran Foto Klaim (Sumber : Dok Pribadi)

Bagi saya sangat penting untuk mendeskripsikan batasan resiko pengirim dengan sebuah definisi operasional yang jelas dan mengikat. Logikanya saya akan memberikan beberapa contoh :

  • Barang dalam packing kayu, packing utuh, kemasan utuh. Namun isi di dalamnya pecah. Menurut saya ini resiko pengirim (resiko konsumen). Barang rusak dalam proses pengiriman meskipun dalam proses pengirimannya telah melalui perlakuan yang baik dengan indikasi pada kemasan pelindung.
  • Barang dalam packing kayu, packing rusak hancur, isi berantakan, apakah ini juga resiko pengirim? Ada perlakuan yang yang sampai mengarah pada kemasan pelindung. Menurut saya ini sudah bukan lagi resiko pengirim. Hal ini patut diindikasikan ada perlakuan yan g tidak baik yang berakibat pada rusaknya kemasan pelindung.

Terkait dengan pengiriman saya melalui JNE tersebut saya sudah melayangkan komplain dengan mengirimkan surat sesuai dengan arahan dari pihak agen JNE, namun sampai detik ini surat saya belum mendapatkan respon dari pihak JNE. Rasa ingin tahu saya pun berlanjut dengan mencari akun resmi media sosial yang dimiliki JNE melalui Akun Facebook JNE. Dan ternyata dalam setiap posting apapun yang dilakukan oleh JNE selalu direspon komplain oleh hampir semua konsumen yang menjadi follower akun tersebut. Dan hampir semuanya tidak mendapat respon dari admin JNE yang mengelola akun tersebut. Hal ini membukakan mata saya bahwa kebesaran nama perusahaan tersebut yang ternyata tidak sebanding dengan bagaimana perusahaan tersebut memperlakukan konsumennya.

Hal ini menjadi catatan bagi saya dan bagi Anda yang menggunakan layanan jasa pengiriman. Bahwa penting untuk memilih jasa ekspedisi yang kredibel dan profesional, terus mencari jasa pelayanan yang mampu menciptakan simbiosis mutualisme dan menjadi solusi bagi pengiriman barang. Hendaknya kita sebagai konsumen harus tetap berhati-hati karena suka tidak suka, mau tidak mau, jika sistem tidak berubah pengiriman paket melalui jasa pengiriman adalah seperti kita mengalungkan barang pada seekor kuda. Keselamatan barang hanya kita sendiri yang menanggungnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun