Mohon tunggu...
Sutrisno
Sutrisno Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker Komunitas

Entrepreneur tata graha akreditasi, sedang belajar di Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Awas, Ada Obat Kimia Berbahaya di JPT!

1 Mei 2014   03:37 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:59 1126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Jamu Pelangsing Tradisional lebih populer dengan nama JPT atau herbal pelangsing atau penamaan lain yang membawa iklan pelangsing (selanjutnya dalam tulisan saya ini saya sebut JPT) menjadi fenomena yang cukup booming di masyarakat belakangan ini. JPT dijual di pasar nyata maupun dunia maya. Menghiasi deretan papan atas di mesin mencari Google dengan cukup mengetikkan JPT Pelangsing.

Beranjak dari rasa penasaran saya, beranjak dari kecurigaan moral saya ketika ranah profesi saya diusik oleh sesuatu hal yang mencurigakan, saya pun mulai menyelidiki kapsul ajaib yang banyak diburu oleh kaum hawa yang ingin tampil lebih langsing tersebut. Analisa saya mengerucut pada beberapa hal berikut :

1.Ada puluhan obat yang mengklaim dirinya sebagai JPT dengan puluhan merk serta kemasan yang berbeda-beda

2.Puluhan obat tersebut mempunyai ciri khas petunjuk penggunaan yang sama diantaranya : anjuran agar tetap makan (meskipun tidak ada nafsu makan), tidak boleh dikonsumsi oleh : ibu hamil dan menyusui, penderita jantung dan hipertensi, dan juga usia diatas 55 tahun

3.Puluhan obat tersebut mengklaim legalitas terdaftar di Badan POM dengan kode registrasi TR. 053345771

Bagi seorang apoteker atau mereka yang berkecimpung di dunia farmasi, tidaklah sulit mengidentifikasi tiga simpul diatas.

Pertama, saya menganggap sebuah kewajaran adanya puluhan, bahkan mungkin ribuan obat yang memiliki merk yang berbeda-beda. Apalagi Indonesia adalah kampung me too product yang memungkinkan obat dengan komposisi yang sama diproduksi oleh puluhan atau ratusan pabrik berbeda dengan nama berbeda-beda pula.

Kedua, di area obat diet atau pelangsing yang mengklaim herbal, sangat beralasan jika kita mengaitkan produk dengan sibutramin. Suatu obat kimia yang cukup populer sebagai pelangsing sampai dengan Oktober 2010 lalu. Kenapa mengaitkan JPT dengan sibutramin, bukan dengan parasetamol atau antalgin? Logikanya mirip dengan kenapa mengaitkan bakso dengan formalin atau borax, kenapa setiap kali ada uji terhadap bakso selalu dikaitkan dengan borax atau formalin. Sibutramin sendiri merupakan pernah “populer” sebagai “obat tambahan” penunjang terapi kelebihan berat badan. Tentunya dengan pola diet yang benar dan juga olah raga. Di Indonesia sendiri Sibutramin telah ditarik dari peredaran terkait studi yang menunjukkan bahwa sibutramin meningkatkan resiko kejadian cardiovaskuler pada penderita atau orang yang mempunyai riwayat cardiovaskuler. Tentu termasuk dalam kategori ini adalah penderita hipertensi, stroke dan jantung. Badan POM sendiri telah mencabut ijin edar obat ini pada 14 Oktober 2010. Sebelumnya Australia, Kanada, China, Uni Eropa, Hong Kong, India, Meksiko, Selandia Baru, Thailand, Britania Raya dan Amerika Serikat juga telah melarang penggunaan obat ini di negaranya. Sibutramin Bekerja dengan cara menekan sentral nafsu makan dalam otak. Sehingga mereka yang mengkonsumsi sibutramin cenderung tidak akan merasakan lapar dan kehilangan nafsu makan. Menghilangkan nafsu makan, tidak boleh digunakan bagi : lansia diatas 55 tahun, penderita jantung, hipertensi dan ibu hamil/menyusui. Inilah kesamaan dari label JPT yang saya temukan.

Ketiga, uniknya hampir semua penjual dengan bangga mengklaim terdaftar pada Badan POM dengan kode Registrasi TR. 053345771. Ini sudah bukan unik lagi, melainkan sebuah pelanggaran hukum bung!! Tolak Angin Sido Muncul tidak boleh melabeli produknya dengan kode registrasi Antangin. Tetap masuk pidana misalkan Anda mengupasi kemasan Pilkita lalu mengemas ulang dan menamainya dengan Pilkota lalu Anda tempeli kode registrasi milik Pilkita. Kembali saya tergelitik untuk mencari siapa sebenarnya pemilik kode registrasi TR. 053345771 yang sebenarnya dan ketemulah merk. Losman Susut Perut sebagai Pemilik Asli kode Registrasi tersebut. Sampai saat ini saya belum yakin apakan Losman Susut perut tersebut masih ada di pasaran ataukah sudah dicabut ijin edarnya oleh badan POM.

Sekilas tentang obat tradisional.

Di pasaran, produk tradisional atau yang dianggap lebih keren disebut masyarakat dengan sebutan produk herbal secara umum dipasaran terbagi menjadi tiga tingkatan dengan masing-masing mempunyai logo, spesifikasi, klaim khasiat dan pelabelan  yang berbeda-beda yang secara mudah dapat kita bedakan seperti berikut :

1.Jamu, ini merupakan kasta paling dasar dalam strata produk herbal, jamu hanya boleh mencantumkan klaim khasiat “digunakan secara tradisional untuk… dan seterusnya. Tanpa boleh mencantumkan bahasamedis misalnya mencantumkan kata “hipertensi, liver, atau sejenisnya”. Untuk jamu kode registrasinyanya adalah POM. TR 123456789

2.Obat Herbal Terstandar : ini merupakan jamu yang telah melalui proses standarisasi bahan baku. Kode registrasi Obat Herbal Terstandar ini adalah HT. 123456789

3. Fitofarmaka : ini merupakan kasta tertinggi dari produk herbal yang telah melalui standarisasi bahan baku sampai dengan serangkaian uji klinik. Fitofarmaka teregistrasi dengan kode FF.123456789 dan boleh mencantumkan bahasa-bahasa medis misalnya kata hipertensi, kanker dan sejenisnya. Selain itu fitofarmaka juga merupakan kelas obat herbal yang dapat diresepkan dan digunakan dalam pengobatan medis primer.

Apa Maknanya?

Pertama, label JPT baik pada anjuran pemakaian maupun peringatan dan perhatian yang tercantum dalam JPT tidak mencerminkan bahwa itu adalah produk jamu melainkan identik dengan aturan minum dan kontraindikasi sibutramin yang notabene merupakan obat yang dilarang beredar di Indonesia. Dipasaran banyak beredar JPT yang mencantumkan kode registrasi palsu TR. 053345771. (maaf saya tidak menggunakan istilah “patut diduga”). Masyarakat hendaknya berhati-hati terhadap segala jenis obat pelangsing serupa yang mencantumkan kata kunci tersebut diatas dalam produknya.    JPT ini telah mampu menembus pasar secara langsung maupun pasar online, bahkan diperjualbelikan di situs jual beli online terpercaya di Indonesia kita tercinta ini.

Kedua, negara telah gagal memberikan perlindungan kepada warga negara dari liarnya peredaran obat illegal. Melihat mekanisme distribusi obat yang telah diatur oleh undang-undang mulai dari hulu sampai hilir, dari mekanisme impor sampai obat sampai ke tangan masyarakat yang membutuhkan (pasien). Secara kasat mata, fenomena JPT ini cukup membuka mata kita dimana obat ini dapat beredar dengan lancar di media online maupun di pasar konvensional. Sibutramin sebagai komponen illegal (yang patut diduga berada didalamnya) yang merupakan obat terlarang di Indonesia ada dan terdistribusi dengan sistematis di bumi pertiwi ini. Dalam gurita masalah yang lain, di yang notabene kota pendidikan, yang di jantung kotanya terdapat kantor Balai POM berdiri dengan megah. Di sepanjang jalan utama masih banyak toko-toko vitalitas yang eksis seperti tidak menunjukkan rasa takutnya terhadap Balai POM sebagai simbol FDAnya Indonesia dan simbol negara. Negara juga tidak mampu menghadirkan profesi farmasi (apoteker) di sarana pelayanan primer yang menyentuh hajat hidup masyarakat secara langsung. Kegagalan negara melaksanakan amanat PP. 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyebabkan yang hadir ditengah masyarakat bukanlah apoteker melainkan minyak tawon palsu, Supertera, Ponstan palsu, viagra palsu yang beredar dari warung ke warung dan sangat mudah dikases oleh masyarakat.

Ketiga, mari kembali ke fitrah dan kejujuran. Katakan herbal untuk herbal, katakan kimia untuk obat kimia. Melabelkan klaim herbal pada produk yang mengandung bahan kimia adalah perbuatan tidak baik secara moral dan juga termasuk tindakan kriminal secara hukum negara. Selain itu marilah membiasakan diri membeli obat maupun produk herbal di sarana pelayanan yang legal. Berdasarkan temuan BPOM, sampai dengan akhir tahun 2012 setidaknya ada 80 situs yang menjual obat secara illegal. Berbeda dengan produk elektronik atau motor bekas, obat merupakan komoditi profesi yang membutuhkan kompetensi profesi. Karena tanpa kehadiran sebuah kompetensi profesi, boleh jadi UGD Rumah Sakit menanti Anda seandainya terjadi resiko atas obat yang Anda konsumsi dari media online atau sarana-sarana distribusi obat illegal tanpa mendapatkan kompensasi maupun tuntutan ganti rugi apapun.

Sebagai penutup saya ingin mengingatkan kembali bahwa perundangan tidak hanya membatasi dan memberikan pelarangan terhadap peredaran obat kategori narkotik atau psikotropika saja melainkan juga terhadap segala bentuk obat-obat illegal lainnya. Entah siapa yang akan aktif, siapa yang akan memulai, entah kepolisian, entah Badan POM. Yang jelas masyarakat harus dilindungi dari liarnya peredaran obat illegal, jamu illegal, JPT illegal, viagra illegal maupun segala bentuk produk sediaan farmasi illegal lainnya. Semoga bukan jauh panggang dari api.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun