Mohon tunggu...
Apolonius Lase
Apolonius Lase Mohon Tunggu... Editor - Praktisi Media, Penyelaras Bahasa Kompas, Penulis Biografi

Bertugas sebagai penyelaras bahasa (Indonesia) di Harian Kompas. Lahir di Pulau Nias. Senang menulis untuk KOMPASIANA, baik tentang Pulau Nias maupun kebahasaan, bahasa Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Tentang Pedestrian (Lagi)

20 November 2024   13:20 Diperbarui: 20 November 2024   13:23 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada pertengahan Maret 2024, saya berkesempatan menyambagi Kota Palembang. Seperti biasa, keindahan Jembatan Ampera--yang menjadi primadona dan tengara "Kota Empek-empek" tidak saya sia-siakan. Saya bersama teman menikmati keindahan jembatan ikonik di atas Sungai Musi itu. Termasuk mencoba naik di anjungan jembatan itu melalui lift yang tersedia. Dari ketinggian, kota Palembang begitu indah. Apalagi jika pada malam hari, semarak lampu berwarna warni. Menurut kabar, pihan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Sumatera Selatan sedang mempersiapkan Menara Pandang Jembatan Ampera ini dibuka untuk umum. 

Tidak jauh dari Jembatan Ampera, ketika melewati jalan Sudirman, tepat di putaran, ada taman yang menarik perhatian. Taman itu diberi nama Pedestrian Sudirman. Ditulis kapital dengan warna yang mencolok mata. 

Sepintas penamaan dengan Pedestrian Sudirman itu tak ada masalah. Namun, jika pembuat taman tersebut memaksudkan bahwa penamaan taman itu karena terkait fungsinya bahwa memang tempat itu tempat pejalan kaki, dipastikan ada kekeliruan diksi. Salah memilih kata.

Apa masalahnya dengan pemilihan kata itu?

Kata pedestrian itu, semua juga orang tahu, bahwa artinya bukanlah trotoar atau jalur pejalan kaki. Pedestrian, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, adalah pejalan kaki. Lalu, apa makna dari Pedestrian Sudirman? Bisa saja itu berarti bahwa ada pejalan kaki bernama Sudirman. Atau memang secara sengaja bahwa taman itu diberi nama "Pedestrian Sudirman" karena memang khusus pejalan kaki Jalan Sudirman. Kalau begitu artinya, sepatutnya ditambahkan kata "Taman".

Kekeliruan penggunaan kata "pedestrian" ini memang tidak terjadi di Palembang saja. Hampir di antero wilayah Indonesia ada saja yang keliru menggunakannya di konteks yang benar. Misalnya, "Maaf Pedestrian Ditutup, Ada Galian". Bagaimana mungkin pejalan kaki ditutup. Bukankah yang dimaksud ditutup dalam konteks itu adalah "jalur pedestrian"? Sekali lagi, pedestrian itu berarti orang yang berjalan kaki.

Tulisan ini semoga bisa dibaca oleh pengelola taman Pedestrian Sudirman di Palembang. Syukur kalau mau diluruskan dengan membuat tambahan tulisan, tidak harus berukuran sama dengan yang sudah ada. Gunakan huruf kecil saja, tambahkan tulisan "Taman" jadi lengkapnya "Taman Pedestrian Sudirman".

  

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun