Mohon tunggu...
Hendra Kumpul
Hendra Kumpul Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Mencintai Musik dan Sastra

Selanjutnya

Tutup

Trip

OMK Tilir: Perjalanan Mencari "Jiwa" di Savana Tanjung Bendera

14 November 2021   19:39 Diperbarui: 14 November 2021   19:41 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi sebagian orang, jalan-jalan menjadi obat pelipur lara yang mujarab. Setiap penat dan perih yang merongrong isi kepala dan nurani bisa diredakan (meski sejenak) hanya dengan menghirup udara baru di tempat yang baru. Selain itu, nuansa dan pemandangan yang baru barangkali bisa melindas kepedihan yang tertera di masa lalu dan kecemasan yang berkelindan dalam pikiran akan masa depan. Namun, jalan-jalan sesungguhnya bukan sekadar pelipur lara, tapi mengelana mencari dan menemukan "jiwa" kita yang telah tertambat oleh rutinitas keseharian dan hingar-bingar duniawi.

Hal terakhir inilah yang sedang dilakukan dan diperjuangkan oleh Orang Muda Katolik (OMK) Paroki St. Robertus Bellarminus Tilir, Keuskupan Ruteng, Nusa Tenggara Timur. Label pemuda-pemudi Katolik seringkali menjadikan mereka sebagai garda terdepan dalam melaksanakan berbagai kegiatan di paroki. 

Setelah sekian lama berkutat dengan kelompok paduan suara di Gereja, pemberkatan nikah, kematian, dan peringatan kematian maupun kegiatan lainnya seperti pembersihan lingkungan Gereja paroki, pembuatan Rosario, pertandingan persahabatan dengan kelompok OMK lainnya, pada Jumat, 12 November 2021, kami traveling ke Padang  (Tanjung Bendera), yang merupakan sebuah hamparan savana yang elok di tepi pantai, terletak di Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur.

Rasa cape dalam perjalanan selama empat jam seolah sirna dalam sekejap tatkala bis kayu yang kami tumpangi memasuki kawasan Padang, Tanjung Bendera. Mahfum, mata kami dimanjakan oleh berupa-rupa pemandangan 'eksotis'. Ada padang rumput yang terbentang luas dengan beberapa pohon besar di tengahnya. 

Pohon-pohon tersebut seolah menjadi peneduh yang sejuk di bawah terikan matahari yang menyengat. Selain itu, dijumpai pula kawanan kerbau dan kuda yang dibiarkan mengelana bebas sedang asyik memakan rumput. 

Di kejauhan, tampak seorang gembala menunggang kuda sedang menggiring sapi-sapinya menuju ke pantai. "Mungkin si gembala sedang menuntun sapi-sapinya untuk meminum air laut, setelah sekian jam asyik memakan rumput di padang yang terik", gumam penulis dalam hati. 

Pemandangan tersebut membawa ingatan saya pada aktor-aktor cowboy  yang berlaga di film bergenre western, seperti Jamie Foxx atau Gary Cooper yang tangguh menunggang kuda melewati ribuan kilometer padang rumput  dengan latar Amerika Serikat di abad ke-19. 

Selain itu, Di sebrang laut, tampak puncak gunung Inerie menjulang tinggi yang sedikit demi sedikit mulai diselimuti oleh kabut. Sementara itu, hampran pasir pantai yang putih dan bersih terbentang luas di hadapan kami. "Eyes catching", gumam seorang teman mengagumi pemandangan tersebut.  Karena itu, hampir setiap OMK tidak ingin melewatkan momen tersebut dengan mengabadikannya melalui handpone mereka masing-masing.

Setelah asyik mengagumi, menikmati, dan mengabadikan pemandangan, pada pkl. 12. 30 Ketua OMK Tilir, Heri Susen, mengkoordinir teman-teman OMK yang berjumlah dua puluh empat orang untuk duduk melingkar di bawah sebuah pohon yang rindang. Kemudian beliau membacakan "schedule" kegiatan yang akan dilaksanakan, di antaranya makan siang bersama, meditasi alam, sharing Kitab Suci, rencana kegiatan OMK ke depannya, permainan, dan foto-foto.

Makan siang bersama di bawah teduhan pohon yang rimbun di tengah padang rumput yang luas memiliki kesan tersendiri. Betapa tidak, sambil mengunyah makanan, hempasan angin pantai berhasil membuat sekujur tubuh menjadi lebih segar. Suasana persaudaraan pun melingkupi makan siang tersebut. Apalagi lontaran humor atau lelucon dari beberapa orang menyebabkan teman-teman tertawa lepas secara bersamaan. Ada rasa bahagia dan damai di dalamnya.

Sehabis makan siang, kami melakukan meditasi alam yang menjadi klimaks utama kegiatan selama di Padang, Tanjung Bendera. Penulis sendirilah yang memimpin kegiatan ini. Setelah menyanyikan lagu pembuka, teman-teman OMK diajak untuk mengatupkan mata sambil merilekskan tubuh dengan sesekali menarik dan menghembuskan nafas secara perlahan. Kemudian hening mengambil jeda di antara kami. Hanya terdengar desahan nafas yang teratur.

Dokpri
Dokpri

Berselang beberapa menit kemudian, teman-teman OMK diajak untuk mendengarkan desiran ombak, kicauan burung,  serta merasakan hembusan angin yang menjalari sekujur tubuh. Dalam nuansa tersebut, teman-teman OMK digiring menuju refleksi tentang jalinan relasi dengan alam selama ini. Apakah kami menjadikan alam sebagai sahabat? Apakah kami melihat alam sebagai representasi kehadiran Tuhan? Atau Apakah kami menganggap alam sebagai sesuatu yang lain, sehingga dengan mudah merusakkannya?

Pertanyaan-pertanyan reflektif di atas menjadi pintu masuk bagi kami untuk merenungkan alam sebagai sesuatu yang inheren dari kami. Ia adalah saudara yang senantiasa memberi kami kehidupan. Udara yang kami hirup sehari-hari menjadi nafas yang yang membuat kami bertahan hidup. Tanah yang sedang kami duduki menumbuhkan berbagai macam tanaman yang menyokong kebutuhan kami sehari-hari. 

Laut yang terhampar luas di depan kami memberikan asupan protein bagi tubuh serta menjadi "ladang" bagi nelayan guna memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Hamparan savana yang terbentang luas memberikan kehidupan bagi sapi, kerbau, kuda, dan para gembala. Nukilan refleksi tersebut mengantar kami pada sebuah kesimpulan, alam merupakan perantara antara kami dan Tuhan atau juga alam merupakan pengejawantahan Tuhan yang memberi kehidupan bagi kami. Karena itu, alam mesti dirawat dan dijaga agar ia tidak menghancurkan manusia.

Berselang beberapa menit kemudian, kami melakukan sharing Kitab Suci. Perikop Injil Matius 14:22-33 menjadi bahan yang kami renungkan. Tema utamanya, "Yesus sahabat bagi mereka yang putus asa." Menanggapi Perikop ini beberapa teman OMK mensharingkan pengalaman mereka. Heri Susen, sebagai Ketua OMK, menyatakan perikop ini sebenarnya menegaskan Yesus sebagai satu-satunya jalan keluar baginya di saat Ia mengalami keterpurukan dalam hidup. 

Teman OMK lain, Onggo Adir, mensharingkan bahwa dengan mengimani Yesus secara  mendalam, Ia berhasil melewati lika-liku hidup yang dialaminya. Selain itu, Encak Therevendian, menyatakan Yesus menjadi sandaran terakhir saat putus asa. Akhirnya, sharing Kitab Suci ditutup dengan sebuah lagu rohani Katolik.

Selepas sharing, kami beranjak ke pantai. Ada yang foto-foto. Ada juga yang bermain kejar-kejaran. Kemudian kami mengadakan lomba lari yang dibagi ke dalam kelompok laki-laki dan perempuan. Gelak tawa pun menggelar, karena beberapa orang ngos-ngosan dan tidak melanjutkan lomba. Ketika matahari hampir terbenam di ufuk barat, kami memutuskan untuk kembali ke Tilir. 

Pukul 16.00, bis kayu yang kami tumpangi meninggalkan Tanjung Bendera. Meski Medan yang kami lalui dalam perjalanan  cukup menantang, kami semua merasa bahagia. Tanjung Bendera berhasil melepaskan perih dan penat kami. Perjalanan mencari dan menemukan "jiwa" perlahan-lahan mulai terpenuhi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun