Mohon tunggu...
Hantu Politik
Hantu Politik Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

PLTA Seko, Rumah Singgah Indah Tahar

1 Maret 2017   14:51 Diperbarui: 2 Maret 2017   00:00 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang anda bayangkan, ratusan laki laki dan perempuan menelusuri hutan, melintasi batas provinsi ke Sulbar. Saat ini ratusan ibu ibu mendiami tenda tenda berwarna biru menginap siang ataupun malam. Terpal warna biru untuk menjemur kopi, coklat menjadi tempat berteduh dari panas matahari. Apakah kekuasaan memang adalah mengetuk palu gada diatas kepala rakyat, memasang duri dibawah telapak kaki rakyat biasa. Mereka terancam dan tak berdaya. Tulisan ini bukan mencari satu bahasa seorang ibu “aku iba padamu nak”.  Mereka akan membantah bahwa mereka tak pernah berjanji, tetapi kebenaran tidak pernah menyembunyikan dirinya.

Ibu ibu di Seko tengah, menginap di tenda untuk penolakan PLTA Seko
Ibu ibu di Seko tengah, menginap di tenda untuk penolakan PLTA Seko
Itulah dosa politik, upaya merebut kekuasaan dengan menjadikan masyarakat sebagai tumbal- korban dari upaya menduduki kekuasan. Dan, ia selalu berlindung dibawah bahasa pembangunan. Pada tahap ini kekerasan tidak dilihat sebagai kekerasan semata tetapi hukuman dari kekuasaan.

Apa kesalahan masyarakat ? mereka seringkali salah dalam menegoisasikan kepentingan mereka dalam rangkaiaan tindakan politik praktis. Mereka meyakini bahwa masih ada politisi yang baik, yang berpihak pada kepentingan mereka, politisi yang pintar sebut mereka. Padahal memang, politik adalah kemampuan melenturkan diri diawal, meraih simpati, membuka ruang hampa untuk menyedot aspirasi lalu setelahnya memuntahkan semua itu. Masyarakat pun kemudian menjadi tumbal politik sementara yang menduduki kekuasaan mengatakan ini adalah bagian dari riak pembangunan.

Bagaimana semua itu ? Tumbal kekuasaan itu bukan hanya rekaman kejadian masa zaman orba, tetapi telah sampai pula mencari bentuknya dalam era reformasi. Seko kecil tapi Indah, nyanyian politik masa pilkada Luwu Utara. Nyanyian ini menjadi panduan sekaligus sorakan wajib politikus. Setiap bahasa politikus memang patut selalu dicurigai sebagai alat menguasai jika tidak masyarakat akan tetap menjadi tumbal politik. Dosa egoisme structural lalu mencabik cabik sikap mengedapankan kemanusian, merobek robek keadilan yang dijanjikan.

Luka  pembangunan akan tetap diabadikan menganga melebar, sebagai perayaan bagi mereka yang terus hendak meninggalkan masyarakat. Mereka ini akan dicatat sebagai pemimpin yang tumbuh dalam pembangunan karena dosa  dosa politik dan egoisme pembangunan.

(*Apolia***)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun