Apa itu Pengko?
Pengko adalah sebuah alat tangkap yang termasuk ke dalam kelompok jenis alat penangkapan ikan perangkap. Pengko termasuk dalam alat tangkap trap yang bahan utamanya yaitu dari bambu (Islami, 2020). Pengko merupakan alat penangkapan ikan tradisional yang bersifat pasif dan statis yang terbuat dari batang pohon pinang dilengkapi dengan pengait hasil tangkapan yang dioperasikan di perairan berpasir untuk menjebak hasil tangkapan ke dalam kaitan sehingga terperangkap dan sulit untuk meloloskan diri. Â
Hasil Tangkapan
Pengko di Pulau Saseel diperuntukkan untuk menangkap udang ronggeng atau udang mantis atau biasa yang disebut udang pasir atau udang pengser oleh masyarakat setempat. Aktivitas alat tangkap pengko yaitu alat penangkap khusus udang pasir atau udang kipas (Thenus orientalis) relatif sedikit dan tidak tetap serta dilakukan oleh nelayan yang berasal dari Pulau Payung (Hartati et al., 2010).Â
Gambar HT
Daerah PenangkapanÂ
Pengko dioperasikan di sebuah pulau sekaligus desa bernama Saseel yang terletak di wilayah Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep. Â Posisi Pulau Saseel dibatasi oleh Pulau Tanjung di sebelah timur, Pulau Sepanjang di sebelah selatan, dan Pulau Sapeken di sebelah utara. Secara administrasi, Desa Saseel memiliki 4 (empat) pulau yaitu Pulau Tobolintoh di sebelah selatan dan Pulau Saredeng Kecil serta Pulau Saredeng Besar di sebelah tenggara (Islami, 2020).Â
Nelayan Pengko di Pulau Saseel
Jumlah nelayan pengko di Pulau Saseel tidak menentu, tapi masih ada dan setiap hari selalu ada nelayan yang mengoperasikan pengko. Nelayan di Pulau Saseel libur pada hari Jumat, termasuk juga nelayan pengko.Â
Waktu Pengoperasian
Pengoperasian pengko di Pulau Saseel dilakukan di pesisir pantai atau daerah pasang surut pada pagi dan sore hari. Â Pengoperasian pengko di malam hari berisiko hilang dan harus menggunakan lampu kelip sebagai alat bantu penangkapan. Pelampung digunakan sebagai alat bantu penangkapan ketika pasang dan surut. Pengko dioperasikan tanpa dibatasi oleh musim tertentu, baik musim barat maupun musim timur, kecuali cuaca. Lama pengoperasian pengko tergantung dari udang ronggeng itu tertangkap.Â
"Jika (udang ronggeng) tidak nakal, maka sudah dimakan (umpannya)," ujar Pak Mimi.
Ciri-ciri ketika alat tangkap tersebut berhasil menangkap udang ronggeng dapat ditandai dari pelampung pada pengko. Jika tepat mengenai target tangkapan, maka karet pada pengko akan kendor.Â
Kendala dalam Pengoperasian Pengko
Nelayan pengko di Pulau Saseel mengaku bahwa tidak memiliki kendala yang memberatkan dalam mengoperasikan pengko untuk menangkap udang ronggeng. Menurut Pak Mimi, kuncinya cukup satu yakni harus pandai mencari lubang. Beliau pernah tidak memperoleh hasil tangkapan sama sekali di suatu kondisi ketika musim angin dan air keruh sehingga kesulitan untuk menemukan lubang.Â
Penentuan Lubang Udang Ronggeng
Perbedaan lubang antara udang ronggeng yang ada isi dan tidak ada isi dapat dilihat dari siliput (bahasa daerah Pulau Saseel). Siliput merupakan istilah penamaan dari pasir yang menutupi lubang rumah udang ronggeng. Lubang yang berisi udang ronggeng ditandai dengan siliput pada permukaan lubang, sedangkan lubang yang tidak berisi udang ronggeng ditandai dengan tanpa siliput.Â
Nelayan biasanya menggunakan 10 (sepuluh) pengko dalam 1 (satu) kali trip ke laut. 1 (satu) lubang biasanya berisi 2 (dua) udang ronggeng. Hasil tangkapan terbanyak yang diperoleh Pak Mimi selama 3 (tiga) tahun belakangan adalah berkisar antara 10-20 botol. Cara untuk mengetahui lubang yang berisi udang ronggeng layak jual dapat dilihat dari ukuran lubangnya. Rata-rata nelayan pengko memilih lubang dengan ukuran minimal 4 jari. Jika kurang dari itu atau terlalu kecil, maka pengko tidak dipasang.
Tidak jarang 1 (satu) lubang berisi 2 (dua) pasang udang ronggeng upper pada ukuran lubang 5 (lima) jari. Jenis kelamin udang ronggeng dapat dibedakan dari warnanya. Udang ronggeng betina berwarna merah, sedangkan udang ronggeng jantan berwarna pucat. 1 (satu) ekor udang ronggeng bisa seberat 250 gram/650 gram/750 gram. Mayoritas udang ronggeng betina lebih besar ukuran dan beratnya dari pada udang ronggeng jantan. Adapun udang ronggeng betina ketika sedang bertelur dapat dilihat dari dadanya. 1 (satu) kilogram bisa sama dengan 4 (empat) ekor udang ronggeng betina. Capit udang ronggeng akan muncul ke atas lubang untuk mencari makan (ikan). Kini, ukuran udang ronggeng yang besar tersebut sudah mulai sulit ditemui karena over fishing.Â
"Lubang (udang) ronggeng ini banyak tandanya. Ada yang bercirikan ikan-ikan kecil, ketika (ikan-ikan kecil) sudah banyak, pasti ada lubangnya di situ. Terus, ada juga di bebatuan itu karang-karang kecil (yang) mati, berarti sudah ada timbunannya, tinggal kita cari di pinggir-pinggirnya, mungkin sudah ada di situ (lubang udang ronggeng)." ungkap Pak Mimi.
Harga Jual Udang Ronggeng
Nelayan pengko menjual hasil tangkapan udang ronggeng dalam keadaan hidup. Harga jual udang ronggeng cukup bervariasi. Hal ini tergantung pada pembeli dan ukuran udang ronggeng. Udang ronggeng yang layak jual dibagi menjadi 3 (tiga) ukuran, mulai dari upper, super (tanggung), hingga kecil. Ukuran upper adalah 2 ons 3 gram ke atas. Ukuran super atau tanggung adalah 1 ons setengah, sedangkan ukuran kecil adalah kurang dari 1 ons setengah dan biasanya tidak untuk dijual (konsumsi pribadi). 1 kilogram udang ronggeng dipatok harga tertinggi Rp270.000 dan terendah Rp250.000 untuk ukuran upper dengan jumlah udang ronggeng 3-4 ekor. Penurunan harga udang ronggeng biasanya akan dikomunikasikan terlebih antara nelayan pengko (penjual) dan konsumen (pembeli). Harga terendah udang ronggeng yang tidak masuk ukuran 1 ons setengah adalah Rp5000 per ekor.Â
Harga Pengko
Adapun biaya untuk membuat pengko tergantung dari bahan yang digunakan. Pengko tradisional di Pulau Saseel terbuat dari batang pinang dan pengko yang terbuat dari fiber. Namun, keberadaan pengko tradisional dan bahan alami tersebut kini sudah mulai sulit dijumpai. Selain itu, membuat kait untuk menjebak udang ronggeng pada pengko tradisional diakui Pak Mimi tidak mudah. Nelayan pengko memilih untuk memakai bahan dari fiber.Â
Terdapat tiga jenis pilihan bahan dari pengko. Pertama, pengko tradisional terbuat dari batang pinang, namun mudah patah dan proses pembuatannya yang lama. Kedua, pengko dari bahan stainless atau aluminium. Ketiga, pengko dari bahan fiber. Harga bahan pada konstruksi pengko mulai dari Rp2000 untuk karetnya, sedangkan jika membeli pengko utuh yang sudah jadi berbahan fiber dihargai Rp50.000 per biji. Jika hanya membeli fibernya (batang) saja adalah senilai Rp30.000.Â
Metode Penangkapan Udang Ronggeng
Pengko dioperasikan dengan dua metode, yakni tanpa menyelam pada saat air surut dan menyelam pada saat air pasang. Alat tangkap ini digunakan untuk menangkap udang mantis dengan cara menyelam (Islami, 2020). Umpan merupakan salah satu bentuk rangsangan berupa fisik maupun kimiawi yang dapat memberikan respons ikan tertentu dalam tujuan penangkapan ikan (Zulkarnain et al., 2011). Nelayan pengko menggunakan umpan alami berupa ikan untuk menangkap udang ronggeng.
Metode Pengoperasian Pengko
Carilah lubang yang berpotensi terdapat udang ronggeng di dalamnya
Siapkan pengko dan umpan
Letakan umpan (ikan) pada pengait umpan pengko, setelah itu tutup pengaitnya
Tarik pengait trap pada pengkoÂ
Buka penjerat pada bagian bawah hingga membentuk bundar besar untuk menjerat udang ronggeng
Setelah pengko siap, jepit pengko dengan alat penjepit (penahan pengko agar tidak masuk ke bawah saat udang ronggeng terperangkap)
Buka lubang dengan jari, lalu ukur lubang tersebut untuk mengetahui ukuran berapa jari
Setelah diukur lubangnya, kemudian pengko siap diletakan pada lubang
Kelemahan dan Kelebihan Pengko
Kelemahan dari pengko sendiri ada pada karetnya yang mudah putus, sedangkan kelebihannya adalah udang ronggeng yang tertangkap dalam kondisi hidup atau segar.
Pengko: Alat Tangkap yang Ramah Lingkungan
Pengko termasuk alat tangkap yang selektif dikarenakan hanya menangkap udang ronggeng saja. Pak Mimi menilai bahwa alat tangkap tersebut sudah paling efisien. Nelayan pengko menggunakan jepitan dari besi di atas lubang untuk menghidari terjadinya ghost fishing. Namun, tidak banyak juga dari nelayan pengko yang terdampak dari aktivitas penangkapan ikan dan udang jenis lainnya seperti lobster yang tidak ramah lingkungan.Â
Tidak sedikit aktivitas nelayan di Pulau Saseel yang masih menggunakan potasium untuk menangkap ikan karang dan udang lobster. Dampak lingkungan dari aktivitas tersebut dirasa sangat disayangkan oleh nelayan pengko. Informasi yang didapatkan nelayan pengko dengan metode penangkapan menggunakan potasium mulai dari:
obat potasium dimasukkan ke dalam botol Vixal,
lalu potasium disemprotkan ke dalam air,
kemudian dikipas ke dalam hingga obat tersebut masuk ke habitat target tangkapan (karang).
Referensi:
Hartati, S. T., Wahyuni, I. S., & Indarsyah, I. J. (2017). Pemanfaatan sumber daya ikan di perairan Gugusan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 16(1), 9-19.
Islami, H. (2020). Pengaruh Jenis Umpan Alami Untuk Penangkapan Udang Mantis di Desa Saseel, Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur (Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya).
Zulkarnain, Z., Baskoro, M. S., Martasuganda, S., & Monintja, D. (2011). Pengembangan desain bubu lobster yang efektif. Buletin PSP, 19(2).
Â
by: KSSE VOL 7 (Kampestan Social Scientific Expedition Vol. 7)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H